Casemiro Mendewasakan Manchester United

Analisis

by Bayu Aji Sidiq Pramono

Bayu Aji Sidiq Pramono

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Casemiro Mendewasakan Manchester United

Manchester United bergabung bersama Arsenal dan Manchester City untuk memperbutkan gelar juara Liga Inggris musim 2022/2023. Saat ini, Man. United duduk di peringkat ketiga dengan 49 poin dari 24 pertandingan, tertinggal 8 poin dari puncak klasemen. Meski terbilang berat, peluang The Red Devils merebut gelar juara secara matematis masih terbuka lebar mengingat masih ada 39 poin yang diperebutkan.

Sebagian orang terkejut dengan hasil ini. Namun, keberhasilan Man. United masuk ke papan atas bukan sebuah kebetulan. Meskipun harus melalui jalan yang cukup berkelok. Mereka membuka liga dengan kekalahan dari Brighton and Hove Albion di Old Trafford. Setelah itu dipermalukan Brentford dengan empat gol tanpa balas. Pasca dua kekalahan tersebut, tim yang baru saja mendapatkan gelar juara Carabao Cup tersebut berhasil bangkit dengan mengalahkan rival abadinya, Liverpool.

Respon kebangkitan Manchester United menjadi perbincangan yang terus menggaung. Sorotan utama tertuju pada sang pelatih, Erik ten Hag. Mantan pelatih Ajax Amsterdam tersebut dinilai banyak mengambil keputusan yang tepat untuk memperkuat tim, salah satunya adalah perekrutan Casemiro.

Pemain berusia 31 tahun tersebut didatangkan dari Real Madrid dengan harga 70 juta Euro. Banyak yang beranggapan terlalu mahal untuk gelandang berkepala tiga. Terlepas dari perdebatan soal murah dan mahal, satu hal yang pasti adalah Casemiro berkontribusi besar terhadap peningkatan performa Manchester United musim ini.

Fleksibilitas Taktik

Sebelum Casemiro datang, sang Setan Merah memiliki dua gelandang bertahan yaitu Fred dan Scott McTominay. Sejak musim 2019/2020, dua pemain tersebut sering diandalkan mengisi peran sebagai gelandang bertahan. Padahal, terdapat beberapa pemain lain seperti Nemanja Matic yang bermain pada posisi dan peran yang sama. Selama kurang lebih tiga musim berpasangan, lini tengah Manchester United sulit dikatakan spesial tapi tidak bisa disebut buruk juga.

Dua pemain ini tidak memiliki atribut yang cukup untuk bisa bermain sebagai gelandang bertahan tunggal sekaligus memegang peran poros tunggal (single pivot). Sehingga, MU sering memainkan keduanya bersamaan untuk berbagi beban. Situasi ini kurang efisien jika MU ingin mengembangkan aspek serangan tanpa mengorbankan stabilitas. Ten Hag membutuhkan gelandang bertahan yang jauh lebih “mandiri” dan pilihannya jatuh ke Casemiro.

Berkat kapabilitas dan pengalamannya, Casemiro dinilai sebagai gelandang yang cocok untuk mengamban tugas yang sebelumnya dibebankan kepada dua pemain. Casemiro mampu menjadi gelandang bertahan tunggal yang menjaga area luas di depan kotak penalti dengan sangat bijak. Tidak hanya itu, pemegang 5 gelar UCL tersebut mampu berperan sebagai poros tunggal.

Hasilnya cukup efektif. Dari sisi serangan, Casemiro cukup terlibat dalam distribusi bola dari tengah ke depan. Ia tercatat menciptakan 305 umpan ke area lawan dan 102 umpan ke sepertiga akhir dari 17 pertandingan yang ia mainkan di liga. Dari sisi bertahan, Casemiro sangat kuat dalam duel. Ia menjadi gelandang Manchester United yang paling sering memenangkan duel udara (68,1 persen), memenangkan 73,3 persen tekel, 22 intersep, dan 107 ball recoveries. Catatan tersebut salah satu yang terbaik di antara gelandang bertahan lain di Liga Inggris 2022/2023.

Berkat kenyamanan yang diciptakan Casemiro, Ten Hag cukup leluasa untuk menerapkan variasi taktik. Ia bisa bermain dengan poros tunggal sehingga mendorong Christian Eriksen lebih ke depan bahkan sejajar dengan Bruno Fernandes. Ia juga bisa memasangkan Casemiro dengan Fred untuk memperkuat otot di lini tengah. Bahkan, Ten Hag bisa bermain dengan lima bek melibatkan Casemiro yang bergabung sejajar dengan dua bek tengah. Variatif.

Jika berkaca pada pertandingan musim ini, Ten Hag lebih sering menggunakan formasi dasar 4-2-3-1. Meski demikian, penerapan di atas lapangan bisa bergeser menjadi 4-3-3 meninggalkan Casemiro sebagai poros tunggal. Skema ini terbukti paling efektif dan cocok untuk menghadapi sebagian besar tim di Liga Inggris 2022/2023. Mereka meraih 12 kemenangan dari 20 kali menerapkan skema tersebut.

Dalam beberapa pertandingan, Ten Hag beberapa kali menggunakan 4-4-1-1. Terutama ketika menghadapi lawan yang dominan dalam penguasaan bola. Pada situasi ini, Ten Hag tidak lagi menempatkan Casemiro sebagai poros tunggal. Ia akan berpasangan dengan Fred atau Eriksen (atau bahkan Marcel Sabitzer, belum pernah dicoba dan layak dinantikan). Pada skema ini, Ten Hag mengutamakan aspek pertahanan lebih dulu. Akibatnya tidak jarang Casemiro turun lebih jauh hingga membentuk struktur pertahanan 5-3-2.

Ketika mengalami masalah di tengah pertandingan, Ten Hag beberapa kali berhasil melakukan adaptasi berdasarkan perubahan posisi dan peran Casemiro. Salah satu contoh paling jelas adalah ketika Manchester United melawan Fulham. Pasca Daniel James menyamakan kedudukan, Ten Hag memasukan McTominay dan Alejandro Garnacho. Pergantian pemain tersebut membuat peran Casemiro lebih ringan karena sebagian tugas diserahkan kepada McTominay. Akibatnya, Casemiro memiliki lebih banyak keleluasaan untuk lebih banyak terlibat dalam serangan. Hasilnya, Garnacho mencetak gol kemenangan di penghujung laga.

Monster di Lapangan

Bagi MU, kehadiran Casemiro bagaikan memiliki panglima perang. Tapi bagi lawan, Casemiro adalah monster. Ia bukan seorang gelandang bertahan yang cenderung fokus memutus serangan lawan, tapi Casemiro memiliki cukup intelejensi untuk dapat membaca serangan lawan sebelum mereka memulai serangan.

Kemampuan ini sangat bermanfaat pada situasi transisi dari menyerang ke bertahan. Man. United melibatkan tujuh hingga delapan pemain pada fase menyerang. Mereka hanya menyisakan dua bek tengah dan Casemiro yang berada di depan nya, menjaga keseimbangan dan kedalaman. Ketika serangan gagal dan bola direbut lawan, perlu keputusan bijak seorang gelandang bertahan. Apakah bergegas menutup ruang, menekan pemegang bola, atau bergabung dengan dua bek tengah untuk menjaga salah satu pemain lawan yang berperan sebagai target serangan balik.

Selain itu, Casemiro sangat bijak dalam menempatkan posisi ketika bertahan bahkan menyerang. Sebagai pemain yang cenderung bertahan, Casemiro cukup produktif (2 gol 3 asis).

Bahan Bakar Ruang Ganti

Salah satu kekurangan Manchester United dalam dua hingga musim terakhir adalah mental juara. Terakhir kali mereka meraih gelar (sebelum juara Piala Liga Inggris 2022/23) adalah tahun Liga Europa tahun 2017 di bawah asuhan Jose Mourinho. Butuh hampir enam tahun untuk menambah koleksi di lemari piala Old Trafford. Beruntung, masalah ini terdeteksi oleh Erik ten Hag.

Mantan pelatih Ajax Amsterdam tersebut menerapkan pertimbangan mental juara dalam merekrut pemain di bursa transfer musim panas. Antony dan Lisandro Martinez telah merasakan menjadi juara di Liga Belanda. Raphael Varane dan Casemiro tidak perlu dipertanyakan lagi. Pengalaman mereka tidak hanya di liga lokal. Varane bahkan berstatus sebagai pemain yang membawa timnas Prancis menjadi Juara Dunia Tahun 2018.

Oleh karena itu, tidak heran jika Ten Hag menyebutkan bahwa Varane dan Casemiro adalah pemain yang mampu menyuntik mental pemenang di ruang ganti. Selain dua pemain tersebut, Ten Hag juga menyebutkan nama David De Gea.

“Raphael Varane, Casemiro, David De Gea. Mereka memahami cara memenangkan piala” ujar Erik Ten Hag kepada Sky Sport pasca memenangkan gelar juara Carabao Cup (26/2)

Pernyataan sang pelatih senada dengan yang dirasakan dan diucapkan Marcus Rashford. Kehadiran Casemiro sangat berpengaruh terhadap taktik, tapi juga mental. Mental juara yang Casemiro bawa ke ruang ganti sangat membakar motivasi pemain.

Komentar