Sebagai pemain, Gennaro Gattuso pernah bersinar bersama AC Milan dan mencatatkan 73 penampilan bersama Italia antara tahun 2000 hingga 2010. Kemudian ia melanjutkan karir kepelatihannya dengan melatih Milan, serta menangani sejumlah klub di Swiss, Yunani, Spanyol, Prancis, dan Kroasia.
Lalu setelah melalui fase transisi yang penuh gejolak, FIGC (Federasi Sepak Bola Italia) akhirnya menunjuk Gattuso sebagai pelatih baru Italia. Ia menjadi pelatih ke-23 yang memimpin Italia dan orang ke-15 dalam kurun waktu 50 tahun terakhir.
Sebelumnya, nama Claudio Ranieri sempat dipertimbangkan, namun Gattuso-lah yang akhirnya dipercaya menahkodai Italia. Pilihan ini menyiratkan seperti ingin membuatnya menjadi simbol sepak bola Italia. Dengan seragam biru yang menjadi kulit kedua baginya atas motivasi, profesionalisme, dan pengalaman untuk pondasi penting menghadapi berbagai tantangan yang menanti.
"Menyadari betapa pentingnya target yang ingin kami capai, saya mengucapkan terima kasih atas ketersediaan dan dedikasi penuh yang ditunjukkan dalam menerima tantangan ini, dengan sepenuh hati mendukung proyek FIGC untuk pengembangan menyeluruh sepak bola kami. Di mana seragam biru memiliki peran strategis yang sentral," ujar Gabriele Gravina, Presiden federasi Sepak Bola Italia (FIGC), seperti dikutip dari situs FIFA.
Tugas besar menanti Gattuso karena bakal memimpin Italia di Grup I Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Eropa. Laga debutnya sebagai pelatih Italia akan berlangsung di kandang menghadapi Estonia pada 5 September. Italia saat ini tertinggal sembilan poin dari Norwegia di puncak klasemen, dan masih harus menghadapi Israel, Moldova, serta Estonia.
Hanya juara grup yang lolos otomatis ke Piala Dunia, sementara peringkat dua harus menjalani babak play-off. "Kami telah membuat keputusan terbaik. Kami bekerja keras, kami menunggu detail terakhir sekarang. Presiden dan federasi menjalani hari-hari yang cukup padat dengan berbagai momen. Saya pikir pada akhirnya, kami telah membuat keputusan terbaik," kata Kepala Delegasi Italia, Gianluigi Buffon, seperti dikutip Rai sport.
Rekam Jejak Inkonsisten
Di tengah ekspektasi yang tinggi, Italia memilih Gattuso . Rekam jejaknya sebagai pelatih pun diungkit-ungkit. Secara statistik, karier kepelatihan pria kelahiran 9 Januari 1978 ini terbilang fluktuatif. Sejak berkarir sebagai juru taktik, Gattuso tidak pernah melatih tim selama lebih dari dua musim.
Total, sudah sembilan tim yang pernah ditanganinya termasuk Sion, Palermo, OFI Crete, dan Pisa. Di Milan dari 2017 sampai 2019, Gattuso berhasil mengangkat performa kesebelasannya meski gagal lolos ke Liga Champions. Gaya mainnya lebih pragmatis dari ekspektasi publik Milan.
Sementara di Napoli dari 2019 sampai 2021, Gattuso berhasil Membawa Napoli juara Coppa Italia. Ini merupakan satu-satunya gelar yang pernah diraihnya sebagai pelatih. Namun Napoli di tangannya tak lolos ke Liga Champions dan gagal mempertahankan konsistensi.
Gattuso sempat menganggur satu tahun usai melatih Napoli sebelum direkrut Valencia pada Juni 2022 dan hanya bertahan hingga Januari 2023. Begitu pun di Olympique de Marseille dari September 2023 sampai Februari 2024. Berada di dua klub itu menjadi masa-masa sulitnya di luar Italia.
Perselisihan internal dan tekanan media membuat performanya goyah. Klub terakhir yang dilatih Gattuso adalah Hajduk Split sejak 2024. Di tengah keraguan, ia nyaris menjuarai Liga Kroasia dengan membawa finis di peringkat tiga klasemen akhir.
Mereka hanya terpaut dua poin dari Rijeka yang menjadi juara. Maka dari itu keputusan Italia menunjuk Gattuso langsung menimbulkan gelombang reaksi dari harapan, keraguan, hingga nostalgia. Namun pilihan ini dianggap aneh jika melihat rekam jejak tersebut.
"Ini adalah mimpi yang menjadi kenyataan. Saya tentu berharap dapat melaksanakan tugas tersebut. Saya tahu pekerjaan ini tidak akan mudah, tetapi memang tidak ada yang mudah dalam hidup ini," ungkapnya.
Pertanyaannya adalah apakah Gattuso adalah pilihan tepat untuk membangkitkan Gli Azzurri?
Pragmatis, Terstruktur, dan Efisien
Selama bertahun-tahun, Gattuso menunjukkan ketergantungan pada formasi 4-2-3-1 atau 4-3-3. Meski Gattuso dikenal dengan skema empat bek, ia belakangan mengadopsi formasi tiga bek saat melatih Hajduk Split. Adaptasi ini diprediksi berlanjut di level tim nasional.
Sebagian besar tim Serie-A pun kini memakai formasi tiga bek. Hal itu bisa jadi alasan tambahan bagi Gattuso untuk mempertahankan pendekatan Spalletti. Gattuso bukan pelatih dengan filosofi bola atraktif ala Spalletti. Tapi dia adalah pria yang paham DNA sepak bola Italia, yaitu bertahan rapi, menyerang efektif, dan bertarung sampai akhir.
Kedisiplinan taktis menjadi kunci permainan Gattuso. Meski bukan pelatih "jenius taktik", pelatih berusia 47 tahun ini dikenal sebagai punya pendekatan defensif terstruktur. Gattuso bertekad agar timnya menjaga keseimbangan dalam formasi mereka dan sangat waspada saat transisi bertahan.
Pertahanan blok menengah SSC Napoli era Gennaro Gattuso
Gattuso mendesak para pemainnya untuk bersikap proaktif dalam bertahan. Saat bertahan dengan empat bek, Gattuso menciptakan kekompakan pada formasi timnya. Ia pun ingin para bek sayapnya tidak terlalu berani agar memastikan timnya tak dapat dikendalikan dalam serangan balik.
Gattuso mendesak para bek sayapnya untuk melakukan gerakan back-up ketika ada cukup banyak pemain lawan yang menutupi area sisi lapangan. Ia pun ingin para pemain tetap tenang saat bertahan sehingga tidak terlalu agresif dalam menghadapi penguasaan bola lawan.
Gattuso mendorong para pemainnya untuk turun ke area yang lebih dalam guna memancing frustasi lawan. Ia tidak terlalu terobsesi dengan pemainnya menjadi mesin pressing dan memburu lawan untuk mendapatkan kembali penguasaan bola setiap mereka kehilangan bola.
Gattuso tidak mengandalkan tekanan tinggi secara terus-menerus, melainkan lebih memilih pendekatan yang sabar dalam merebut kembali bola sebelum melancarkan serangan balik cepat. Alih-alih menerapkan gaya counter-pressing yang agresif, Gattuso lebih mengandalkan skema mid-press.
Strategi ini bertujuan agar timnya tetap agresif di lini tengah untuk merebut penguasaan bola tanpa harus terlalu memaksakan diri menekan lawan di area pertahanan mereka sendiri. Ia ingin penguasaan bola kembali dimenangkan di lini tengah sebagai area krusial untuk memulai serangan balik yang bisa menghasilkan peluang mencetak gol dalam jumlah besar.
Bagi Gattuso, pendekatan ini mencerminkan filosofi pragmatisnya yang penting untuk menjaga kekompakan pertahanan dan struktur yang kokoh saat bertahan. Dengan struktur pertahanan tetap solid, ia bisa memanfaatkan transisi untuk menyerang.
Yaitu dengan lebih banyak menguasai bola dan mendesak para pemainnya untuk mengoper ke depan secara efisien. Tim asuhanya pun biasanya sangat kompak dan luwes dengan umpan-umpan. Menuntut para pemainnya agar tahan terhadap tekanan dan cukup percaya diri untuk mengoper bola secara efisien.
Gattuso mendorong dominasi posisi para pemainnya harus tajam dan cepat dalam kemampuan mengumpan agar mereka mempertahankan bentuk pertahanan yang kaku dan menjaga kedisiplinan maksimal di area-area penting lapangan. Ia telah menunjukkan keinginannya agar timnya mendominasi penguasaan bola dan pintar dalam mengoper bola untuk membuat lawan frustasi dan menguras energi mereka.
Kesebelasan besutan Gattuso memperlihatkan kedisiplinan dan tingkat energi tinggi yang mereka gunakan untuk mempertahankan penguasaan bola yang dominan. Untuk mencapainya, ia suka bermain dengan tiga gelandang yang mengandalkan kontrol penguasaan bola berdasarkan operasi para pemain lini tengah.
Gattuso ingin timnya disiplin dan sabar dengan permainan membangun serangan. Ia melatih para pemainnya agar mampu mengalahkan tekanan lawan dengan cerdas dan membebani area penyerang utama lawan. Gattuso menginginkan para pemainnya untuk menggerakan bola ke atas dari garis pertahanan dan para gelandangnya berperan penting dalam menembus pertahanan lawan.
Ia memberikan keleluasaan bagi gelandang serangnya untuk bergerak ke manapun untuk menciptakan peluang. Gattuso suka menggunakan pemain nomor 10 yang kreatif untuk mendikte permainan di area pertahanan lawan dan juga memainkan peran bebas di area-area penting.
Ia juga memberikan kebebasan penuh kepada para penyerangnya yang memungkinkan para pemain sayap untuk bergerak dari area yang luas ke jalur tengah untuk membebani kotak penalti dan juga mengandalkan umpan silang untuk menciptakan peluang.
Gattuso ingin para penyerangnya bermain cerdas dengan permainan saling terhubung dan menyelesaikan peluang dengan tegas. Ia sering menggunakan hingga enam pemain untuk memburu para pemain lawan dengan berlari ke area pertahanan mereka.
Memastikan bahwa cukup banyak pemain di dalam dan sekitar kotak penalti untuk memanfaatkan peluang. Gattuso telah menunjukkan keberanian yang cukup untuk memberikan kebebasan para pemain penyerang utamanya untuk bergerak bebas dan berganti posisi di sepertiga akhir lapangan.
Saat Napoli menjuarai Coppa Italia, Gattuso menggunakan blok tengah 4-5-1 yang disiplin. Penyerang akan turun untuk menerima bola, sementara pemain sayap maju ke depan membawa bola. Tiga pemain ini sangat luwes. Saat tidak menguasai bola, kekuatannya adalah fleksibilitas pertahanan.
Salah satu gelandang tengah dapat mendukung penyerang untuk memicu tekanan lebih tinggi, di bawah. Gelandang tengah kemudian menyesuaikan diri dan bergerak maju untuk memberikan perlindungan. Dengan demikian, Napoli menyesuaikan blok mereka sesuai dengan ancaman lawan, sambil tetap kompak di ruang tengah.
Gattuso terkadang menuai kritik karena terlalu bergantung pada kualitas pemain penyerangnya. Namun pertanyaan besarnya: apakah itu cukup di era sepak bola modern yang semakin kompleks dan agresif secara taktik. Tim-tim seperti Inggris, Prancis, dan Spanyol bermain dengan intensitas tinggi dan pressing agresif.
Gattuso perlu beradaptasi dengan sepak bola modern sehingga membuktikan bahwa taktiknya bisa relevan dan kompetitif.
Identitas dan Mentalitas Baru
Sudah dua edisi beruntun Italia gagal lolos ke Piala Dunia. Tanpa kehadiran mereka, Piala Dunia serasa tak lengkap. Ini tak lepas dari fluktuasi performa Italia. Setelah kegagalan lolos ke Piala Dunia 2018, dan performa menurun usai juara Euro 2020, timnas Italia butuh sesuatu yang lebih dari taktik, yaitu mereka butuh identitas.
"Saya percaya bahwa kami hanya perlu memahami pikiran mereka untuk membuat mereka tampil sebaik mungkin. Tujuan saya dan staf adalah membawa Italia kembali ke piala Dunia yang merupakan hal mendasar bagi kami." tegas Gattuso seperti dikutip dari Yahoo.
Dalam konteks ini, Gattuso bisa menjadi solusi. Pria kelahiran Calabro ini bukan pelatih biasa. Gattuso membawa semangat tak kompromi yang sama seperti ketika masih bermain. Dikenal sebagai gelandang bertahan yang penuh determinasi, ia menjelma menjadi pelatih yang mengedepankan energi, kedisiplinan, dan loyalitas taktis.
Karakternya yang keras dan emosional bisa jadi pedang bermata dua. Di satu sisi, dia bisa membangkitkan mentalitas juang dan ikatan emosional yang kuat dengan pemain. Tapi di sisi lain, gaya tersebut kerap berujung pada konflik, inkonsistensi, dan kelelahan emosional dalam jangka panjang.
Gattuso punya magnet untuk membangun ikatan ruang ganti, seperti yang pernah dilakukan Antonio Conte. Karakternya yang kuat diharapkan dapat membantu tugas membawa Italia ke Piala Dunia 2026.
"Tujuan saya adalah siapa pun yang datang ke tempat latihan dengan antusiasme besar dan untuk menciptakan kekeluargaan. Tujuan utama adalah untuk menciptakan rasa memiliki bagi tim Azzurri. Kita harus pandai bereaksi. Hanya mereka yang bereaksi dan memberikan segalanya yang dapat keluar dari situasi ini," ucap Gattuso.
Melatih timnas bukan soal strategi di lapangan saja, tapi juga soal manajemen ego, media, dan ekspektasi publik yang sangat tinggi. Sebagai salah satu sumber kekuatan sepak bola global, besar harapan Italia kembali ke panggung dunia.
"Saya sangat senang. Saya sudah bicara dengan Gattuso beberapa kali. Dia sangat termotivasi seperti kami. Semoga kami bisa meraih hal-hal yang luar biasa bersama-sama. Saya sangat senang dia jadi pelatih kami," ujar Donnarumma seperti dikutip dari Gazzetta dello Sport.
Tantangan di Depan
Italia saat ini sedang berada dalam proses regenerasi, dengan banyak talenta muda seperti Scalvini, Udogie, Fagioli, hingga Raspadori. Tantangan Gattuso lainnya adalah menjaga keseimbangan senior-junior. Ia harus bisa meramu kombinasi pemain tua berpengalaman dan darah muda potensial.
Giacomo Raspadori. Sumber: FIGC
Pria yang menjadi gelandang bertahan saat jadi pemain ini memberikan sinyal melakukan perombakan di skuad italia. Tidak hanya komposisi pemain, namun ia juga menginginkan perubahan pola pikir di tubuh skuad italia. Kritik dari publik dan media terus bermunculan, terutama terkait minimnya kualitas pemain saat ini.
Dalam beberapa waktu terakhir, Gattuso telah menghubungi 35 pemain. Ia berbicara dengan semuanya termasuk Federico Chiesa yang disarankan agar kembali bermain secara konsisten. Bagi Gattuso, jika pemain mampu melakukan sesuatu dengan baik, pintu Italia terbuka dan jangan merasa sendirian.
"Kita harus mampu mengubah ini, untuk saling membantu dan mengatakan hal-hal yang tidak ingin didengar sebagian orang. Ini bukan tugas yang mudah tetapi tidak ada yang mudah dalam hidup. Tidak banyak bisa dikatakan, Anda harus bekerja keras. Selama bertahun-tahun dikatakan bahwa kami tidak memiliki pemain," beber Gattuso.
Ia juga dikenal memberi banyak kesempatan kepada pemain muda. Bahkan Gattuso menyaksikan langsung perempat final Piala Eropa U-21 antara Italia melawan Jerman. Ini menjadi penampilan publik pertamanya sejak diangkat menjadi pelatih kepala. Dalam konferensi pers perdananya, Gattuso menegaskan pentingnya memberi ruang bagi talenta muda Italia. "kita harus mengembangkan para pemain muda kita," ujarnya.
Tak sendirian, Gattuso didampingi Sekretaris Jenderal FIGC, Marco Brunelli, dan Kepala Delegasi Italia, Gianluigi Buffon. Mereka tiba di Trnava, markas Italia U-21 selama turnamen. Di hotel, Gattuso disambut hangat oleh legenda sepak bola Italia, Giancarlo Antognoni dan Koordinator Italia Junior, Maurizio Viscidi.
Carmine Nunziata beserta staf dan seluruh pemain juga bertemu langsung dengan Gattuso yang memberikan dukungan moral menjelang duel krusial melawan Jerman. Bagi Gattuso, Italia selalu memiliki talenta namun mereka perlu kesempatan untuk menunjukkannya.
Para pemain muda butuh waktu dan ruang untuk melakukan kesalahan dan membangun pengalaman. Gattuso juga menganggap bahwa para pemain muda Italia bisa tampil dengan baik di berbagai level nasional dan tidak boleh berhenti di usia 18 atau 19 tahun saja.
"Kita harus terus mengasah mereka. Dari tiga pertandingan yang sudah dimainkan, saya sangat menghargai semangat bertarung mereka, rasa memiliki, dan keinginan untuk terus berjuang di lapangan. Jelas terlihat bahwa banyak dari mereka sudah lama bermain bersama," ucap Gattuso.
Maka dari itu nama-nama dari Italia U-21 seperti Cesare Casadei, Tommaso Baldanzi, hingga Niccolo Pisilli, berpeluang dipromosikan. Mentalitas mereka perlu dibangun dan pemain-pemain muda Italia memang membutuhkan sosok pemimpin yang bisa membentuk karakter.
Gattuso merasa memiliki pemain-pemain muda penting yang empat atau lima di antaranya berada di jajaran 10 besar kelas dunia di posisinya masing-masing. Maka pria jebolan Perugia ini yakin bahwa skuadnya memiliki nilai dan bisa mencapai targetnya.
Tommaso Baldanzi
Hal ini yang membuatnya tidak ragu sedikitpun ketika ditelpon oleh Buffon dan Gravina karena Gattuso yakin punya bekal untuk sukses. Meskipun ia mengkritisi sebanyak 68% pemain di Serie-A berasal dari luar Italia dan harus menjadi bahan renungan.
Bagi Gattuso, ini merupakan salah satu penyebab Italia gagal lolos ke Piala Dunia secara beruntun yang tidak dapat diterima. Maka dari itu ia menghimbau agar Serie-A harus memberi kesempatan kepada pemain-pemain muda Italia karena rasa takut memainkannya tidak akan membawa Italia ke mana-mana.
"Kita hanya perlu menempatkan mereka dalam kondisi yang tepat untuk tampil maksimal. Tujuan kami adalah kembali ke Piala Dunia. Itu sangat penting, bukan hanya bagi kami, tapi juga untuk sepak bola Italia" kata Gattuso seperti dikutip dari TMW.
Penunjukan mantan pemain Glasgow Rangers ini memang bukan langkah konservatif. FIGC seperti mengambil taruhan emosional. yaitu memilih sosok berkarakter kuat yang bisa membawa semangat baru, meski belum sepenuhnya terbukti dari sisi taktik dan hasil jangka panjang.
Tapi justru di sinilah letak harapannya, yaitu Gattuso bukan datang untuk menjanjikan revolusi, melainkan merebut kembali jati diri Italia sebagai tim yang tak hanya cerdas secara taktik, tapi juga tak pernah kehilangan semangat juang.
Jika ia berhasil menggabungkan determinasi pribadinya dengan pendekatan taktis yang fleksibel, bukan tidak mungkin kita akan melihat kebangkitan baru Gli Azzurri dengan nyawa yang meledak-ledak di pinggir lapangan.