Apabila usul ditolak tanpa ditimbang
Suara dibungkam, kritik dilarang tanpa alasan
Dituduh subversif dan mengganggu keamanan
Hanya ada satu kata: Lawan!
Penggalan puisi Wiji Thukul yang berjudul "Peringatan" di atas, tampaknya mampu menggambarkan realita yang ada di Brasil hari ini. Ketika pemerintah, yang seharusnya menjadi pengayom bagi rakyatnya, tak lagi bisa dijadikan tempat mengadu, maka tembok adalah medium yang tepat untuk mengeluarkan segala jenis keluh kesah. Karena rakyat Brasil tak pernah lelah perlawanan mereka dan menentang penyelenggaraan Piala Dunia 2014.
Ya, perlawanan memang tak pernah selesai. Dan rakyat Brasil sadar akan hal itu.
Manakala aksi demonstrasi dianggap mengganggu keamanan dan dibubarkan dengan menggunakan cara-cara represif aparat keamanan. Ataupun manakala anak-anak jalanan dan para PSK diculik kemudian dibunuh, dengan alasan untuk menjaga ketertiban umum, rakyat Brasil memilih untuk mencurahkan keluh kesahnya pada dinding-dinding tak bertuan. Agar dunia tahu, apa yang sebenarnya terjadi di Brasil di tengah hingar bingar pesta akbar sepakbola empat tahunan.
Dan, siapa saja yang tiba di Sao Paulo nanti, mereka tak hanya disuguhi oleh indahnya pemandangan alam ataupun semilirnya desir angin pantai. Namun mereka juga akan disuguhi oleh mural-murah curahan hati rakyat Brasil. Berikut, beberapa mural yang sempat diabadikan oleh jurnalis-jurnalis yang sedang meliput di Brasil.
Mural ini bercerita tentang efek samping Piala Dunia 2014. Apa jadinya jika masyarakat tradisional Brasil dipaksa untuk memakan burger lantaran pemerintahnya tak mampu mengentaskan kemiskinan? [foto: Nacho Doce/Reuters]
Maskot Piala Dunia, Fuleco the Armandilo, menenteng senapan sebagai sebuah gambaran pemerintah yang tega bertindak  represifnya agar Brasil terlihat tentram dan nyaman saat Piala Dunia berlangsung. Dalam mural ini juga terselip pesan: Kami membutuhkan pendidikan, bukan tindakan represif. [foto: Sergio Moraes/Reuters]
Sebuah bentuk curahan hati masyarakat Brasil yang telah diperkosa haknya oleh Piala Dunia, sembari bertanya: Seberapa banyak yang harus dihilangkan (diculik) untuk Piala Dunia? [foto:Â Â Christophe Simon/AFP/Getty Images]
Seorang anak yang terpaksa memakan bola, lantaran orang tuanya tak punya pekerjaan sehingga tak mampu untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Sedangkan pemerintahnya, justru sibuk mengurus Piala Dunia. [foto:Â Nelson Almeida/AFP]
Bercerita tentang kejamnya pemerintah Brasil yang lebih mengutamakan kepentingan Piala Dunia, dan mengesampingkan dana publik. [foto:Â Nacho Doce/Reuters]
Gambaran betapa senangnya Fuleco dan pejabat FIFA (yang digambarkan sebagai manusia berwajah babi) dengan terselenggaranya Piala Dunia. Â [foto:Â Yasuyoshi Chiba/AFP/Getty Images]
Sebuah gambaran tentang realitas pemuda-pemuda yang ada di Brasil. Mereka yang masih remaja harus memanggul senjata dan bekerja untuk gembong-gembong kriminal, lantaran tak ada pilihan lain. Sekolah saja mereka tidak. [Foto: Nacho Doce/Reuters]
Ya, ketika mulut dibungkam, masyrakat Brasil memilih untuk bersuara lewat gambar. Gambar-gambar penuh makna. Karena mereka sadar, bahwasanya perlawanan tidak pernah usai.
(mul)
Komentar