Pada Piala Dunia Brasil lalu, tim nasional Italia tampil mengecewakan. Diprediksi bisa mengulang suksesnya pada 2006, Gli Azzurri justru tersingkir sejak babak fase grup. Dua kekalahan atas Kostarika dan Uruguay membuat Gli Azzurri harus pulang lebih awal.
Hasil tersebut membuat presiden Federasi Sepakbola Italia (FIGC), Giancarlo Abete, merasa gagal hingga akhirnya memutuskan untuk melepaskan jabatannya. Kosongnya kursi kepemimpinan tersebut membuat pihak federasi bergerak cepat untuk mencari penggantinya.
Setelah menyeleksi beberapa bakal calon, terpilihlah dua kandidat yang akan bertarung untuk memperebutkan kursi kepresidenan FIGC. Mereka adalah, mantan presiden LND (liga amatir) Carlo Tavecchio, dan mantan gelandang AC Milan yang juga menjabat sebagai wakil presiden FIGC, Demetrio Albertini.
Senin malam (11/8) proses pemilihan telah dilakukan. Tavecchio terpilih sebagai presiden FIGC presiden berikutnya dengan 62-63 persen suara. Hasil tersebut sejatinya memang sudah diprediksi sejak jauh-jauh hari.
Tavecchio sejak awal memang didukung oleh Lega Serie A, Lega Serie B, dan Lega Pro (divisi tiga dan empat). Itu artinya hampir seluruh peserta klub kompetisi di Italia mendukungnya sebagai presiden FIGC.
Namun elektabilitasnya sempat turun setelah Tavecchio mengeluarkan pernyataan rasis saat mengkampanyekan visi dan misinya: âDi Italia, kita memiliki âOpta Pobaâ, seorang pemakan pisang yang tahu-tahu menjadi pemain utama di Lazio,â ujarnya dalam pertemuan di LND.
Opta Poba sendiri merupakan istilah untuk pemain rekaan Tavecchio. Tapi pernyataan tersebut dapat diasumsikan dengan penyebutan Tavecchio terhadap pemain asing dengan monyet, karena ia menyebutkan âpemakan pisangâ.
Setelah pernyataan itu, perwakilan klub Juventus, Roma, Torino, Cagliari, Cesena, Torino, Fiorentina, Sampdoria dan Sassuolo enggan menandatangi petisi yang menyatakan dukungannya terhadap Tavecchio, hanya Cesena yang kemudian kembali mendukung Tavecchio.
Namun meskipun begitu, Lega Serie B, Lega Pro dan LND yang memiliki 60 persen lebih suara tetap mendukungnya. Ini dikarenakan kandidat lain, Albertini, dianggap akan membahayakan institusi karena sering memihak pemain. Sebelumnya Albertini memang mendapatkan dukungan dari asosiasi pemain (AIC), asosiasi pelatih (AIAC), dan asosiasi wasit (AIA).
Tavecchio sendiri memiliki visi untuk mereformasi persepakbolaan Italia, khususnya memperbaiki sistem liga. Pria berusia 71 tahun ini ingin mengadopsi liga Inggris yang memberlakukan sistem work permit atau ijin bermain untuk setiap pemain asing yang hendak bermain di Italia.
Selain beberapa sistem pembinaan sepakbola lokal, Tavecchio juga ingin menghilangkan pagar pembatas dari bangku penonton ke lapangan. Untuk mengantisipasi hal yang tak diinginkan, hukuman berat telah menanti bagi suporter yang melakukan kerusuhan.
Sebenarnya, visi Albertini pun tak kalah bagus dengan visi Tavecchio. Albertini sebelumnya mengatakan bahwa ia ingin mereduksi peserta Serie A menjadi 18 klub, kembali ke sistem lama. Selain itu, pengembangan pemain muda dan penggunaan 10 pemain home-grown di Serie A (saat ini 8) sudah menjadi rencana kerja Albertini.
Namun sayangnya, Albertini gagal menjadi presiden FIGC setelah hanya mendapatkan sekitar 37-38 persen suara. âSaya ingin mengajukan suatu yang berbeda,â kata Albertini setelah pengumuman pemilihan. âTapi seperti yang anda lihat, fakta bahwa korporatisme yang dibuat liga sulit dipecah. Good Luck untuk Tavecchio, menggantikan [Giancarlo] Abete sangatlah tak mudah.â
foto: datasport.it
[ar]
Komentar