Indonesia adalah negeri yang besar secara kuantitas. Tanahnya luas, penduduknya banyak. Namun, negeri ini masih belum bisa semeyakinkan China dalam hal perkembangan industri, belum sedigdaya Amerika Serikat, dan belum dapat memproduksi mobil nasional seperti India.
Demikian halnya di sepakbola. Dalam benak selalu terpikir mungkinkah Indonesia tak memiliki mental juara? Mengapa kita lebih banyak terlempar dari babak semifinal atau final? Bukankah perjuangan tinggal selangkah lagi?
Indonesia terakhir yang gagal melangkah ke babak selanjutnya adalah Persipura. Setelah dengan fenomenal mengalahkan Kuwait SC 6-1 di kandang sendiri, semua harapan ditumpahkan pada tim dengan bakat yang tak pernah habis tersebut.
Sayangnya, perjalanan klub Indonesia di Asia, harus terhenti hingga babak semifinal saja. Persipura kalah dari Al Qadsia 2-10.
Di tingkat Asia, PKT Bontang sempat merajut asa setelah lolos ke babak semifinal Piala Winners tahun 1992. Mereka ditekuk Nissin FC dengan skor 2-0. Pun dengan Krama Tiga Yudha Berlian dan Pelita Jaya di Piala Champions Asia. Keduanya hanya mampu mencapai babak semifinal.
Selepas itu, tak ada klub yang bisa lolos hingga babak semifinal dalam gelaran Piala Champions Asia. Arseto Solo (1993), Persib Bandung (1995) dan PSM Makassar (2001), hanya mampu mencapai babak perempatfinal.
Di ajang AFC Cup, kebangkitan klub Indonesia mulai terlihat pada 2012 setelah Arema Malang menembus perempat final. Hanya saja langkah mereka ditahan sampai situ, setelah dipaksa kalah dengan agregrat 4-0 oleh klub Arab Saudi, Al-Ettifaq.
Pada 2013, Semen Padang kembali membangitkan asa. Juara Liga Primer Indonesia tersebut berhasil melaju ke babak perempat final. Lagi-lagi, wakil Indonesia tersebut kalah di tangah East Bengal dengan aggregat 1-2.
Prestasi Indonesia kembali meningkat setelah Persipura lolos hingga semifinal pada 2014. Namun, seperti yang kita tahu, Mutiara Hitam mesti menyerah lewat perjuangan menghadapi calon juara, Al Qadsia.
Persipura menghadapi situasi dilematis. Mereka dihadapkan pada dua pilihan apakah ingin memforsir kekuatan di Piala AFC atau meyiapkan diri untuk delapan besar Liga Indonesia. Beban berat pun ada di pundak Persipura. Harapan masyarakat Indonesia harus mereka emban.
Prestasi terbaik Indonesia dalam dua tahun ini yakni menjadi juara Piala AFF usia 19 tahun. Sementara itu, timnas senior tak pernah mencicip gelar dalam ajang tertinggi di Asia Tenggara tersebut.
Penulis masih ingat kala penyelenggaraan Piala AFF (dulu Piala Tiger) tahun 2002. Sejak penyelenggaraan pertama tahun 1996, prestasi timnas di Piala AFF mengalami kemajuan.
Dalam penyelenggaraannya yang pertama, Indonesia harus puas di peringkat empat setelah dikalahkan Vietnam 2-3. Dalam gelaran berikutnya tahun 1998, Indonesia gagal masuk final, tapi berhasil meraih gelar juara ketiga. Tahun 2000, Indonesia masuk final dan kalah dari Thailand 14.
Indonesia kembali masuk final pada 2002. Kala itu, Indonesia satu grup dengan Vietnam yang tengah on fire, dan menjadi juara grup. Penyelenggaraan tersebut juga mengorbitkan nama Bambang Pamungkas, Budi Sudarsono, dan Zaenal Arif.
Partai final mempertemukan Indonesia dengan âgajah Asia Tenggaraâ, Thailand. Komentator pertandingan pun sempat berujar kira-kira seperti ini:
âTahun 1996 kita juara empat, 98 kita juara tiga, tahun 2000 kita juara dua, tahun ini kita harus juara,â kata komentator tersebut.
Partai final berlangsung menegangkan karena baru menit ke-40 Indonesia sudah kebobolan dua gol. Beruntung, Yaris Riadi dan Gendut Doni Christiawan menyamakan kedudukan. Di hadapan sekitar 100 ribu penonton yang menyesakki Stadion Gelora Bung Karno, timnas Indonesia bertekuk lutut setelah kalah lewat adu penalti.
Prediksi hanyalah prediksi, nyatanya Indonesia tak pernah meraih gelar juara sampai sekarang. Padahal kesempatan untuk meraih itu terbuka lebar. Tahun 2004 dan 2010 Indonesia kembali ke final. Dan lagi-lagi harus kandas oleh Singapura dan Malaysia.
Prestasi timnas senior ini diikuti pula oleh juniornya. Di ajang Sea Games usai lolos ke babak final tahun 1997, Indonesia tak pernah mengulang prestasi itu lagi sebelum akhirnya mimpi itu terjadi pada tahun 2011 yang berulang tahun 2013. Â Dua kali berturut lolos ke final dan dua kali itu juga gagal.
Sebelum Persipura, timnas futsal pun harus takluk pada babak semifinal Piala AFF. Permainan mengesankan di babak grup, nyatanya tak berlanjut pada babak selanjutnya. Pun dengan timnas U-23 yang belaga di Asian Games. Ferdinand Sinaga dan kolega hanya mencapai babak 16 besar setelah dikalahkan Korea utara.
Benarkah timnas Indonesia tak punya mental juara? Jadi sebuah kebiasaan di kancah Asia prestasi sepakbola kita selalu mentok di semifinal, sedangkan di Asean cuma bisa sampai final. Prestasi negara ini adalah prestasi "hampir" Tapi sayang, Â âHampirâ takkan dicatat dalam sejarah. âHampirâ tak perlu diingat dan âhampirâ bukan kebanggaan.
Komentar