Hidup itu berputar, menandakan kehidupan itu ada dan nyata, dan bukan tidak mungkin suatu saat akan kembali ke ujung di mana semua bermula. Kalimat ini mungkin pantas disematkan kepada kesebelasan Leicester City. Menjadi tim yang tidak diperhitungkan, lalu bermimpi untuk juara dan menjadi nyata, tetapi dalam sekejap kembali menjadi tim semenjana.
Apa yang terjadi pada Leicester di musim 2015/2016 dan di musim sekarang mungkin sama: tidak sesuai rencana. Pada musim lalu, Leicester hanya memiliki target agar tidak terjerembab ke jurang degradasi, tetapi yang terjadi justru melebihi rencana awal, mereka keluar sebagai juara dan menjadi dipuja-puja.
Pada musim ini, sang manajer, Claudio Ranieri, membeberkan target timnya agar kembali mengulangi performa yang ditunjukannya di musim lalu, walau ia tidak menargetkan Leicester untuk mempertahankan gelar juara. Namun yang terjadi justru (kembali) tidak sesuai rencana, Leicester tampil awut-awutan dan kini kembali ke habitatnya sebagai tim penyemarak papan bawah liga.
Beberapa berpendapat jika titik mula hancurnya Leicester musim ini adalah ketika mereka kehilangan sosok N’Golo Kante yang menyeberang ke Chelsea. Peran Kante memang begitu vital bagi Leicester di musim lalu, ia menjadi tembok yang sulit dibongkar oleh para gelandang lawan sehingga pekerjaan Wes Morgan dan Robert Huth, yang mengawal gawang Kasper Schmeichel, untuk meredam penyerang lawan menjadi sangat mudah.
Ranieri pun mencoba menyiasati kepergian Kante dengan mendatangkan Nampalys Mendy. Namun, apa yang diperlihatkan oleh Mendy jauh dari apa yang diharapkan. Staminanya yang tidak sebaik Kante membuatnya keteteran menghadapi keras dan cepatnya Liga Inggris. Mendy pun menjadi lebih sering berkutat dengan cedera dibanding menjadi tandem yang ideal bagi Danny Drinkwater.
Begitu pun dengan duet maut Jamie Vardy dan Riyad Mahrez yang gagal menunjukkan performa gemilangnya seperti yang mereka lakukan di musim lalu. Juga dengan pembelian Islam Slimani dan Ahmed Musa yang pada kenyataannya tidak dapat banyak membantu Leicester sejauh ini.
Semuanya memang belum terlambat bagi Leicester untuk, setidaknya, kembali menghuni zona sepuluh besar Liga Inggris musim ini karena perjalanan menuju akhir musim masihlah amat panjang. Ranieri pun tampak menyadarinya, kini tiga nama tengah diincar untuk didatangkan pada bursa transfer Januari nanti guna mendongkrak kinerja timnya, belum lagi mereka harus bersiap menghadapi partai 16 besar Liga Champions pertamanya nanti.
Kesabaran Ranieri terhadap performa Mendy yang tidak sesuai ekspektasi Tampaknya sudah memuncak. Dan nama pertama yang masuk daftar belanja Ranieri adalah seorang gelandang bertahan. Wilfred Ndidi namanya, pemain asal Nigeria yang kini bermain di liga Belgia bersama Genk. Dana sebesar 15 juta paun pun dikabarkan siap digelontorkan oleh Leicester guna menambal lubang yang ditinggalkan oleh Kante tersebut.
Yang kedua adalah Michael Keane, bek tengah milik Burnley, yang saat ini tengah menjadi incaran klub-klub Liga Primer lainnya seperti Chelsea, Tottenham, dan Everton. Sulitnya duet Wes Morgan dan Roberth Huth untuk mereplikasi penampilan kokohnya di musim lalu menjadi alasan Ranieri untuk mengangkut Keane ke King Power Stadium pada Januari nanti. Keane disebut-sebut sebagai pengganti yang sepadan dan akan dijadikan proyek jangka panjang oleh tim berjuluk The Foxes tersebut.
Dan nama terakhir adalah Aleix Vidal. Bek kanan yang didatangkan Barcelona dari Sevilla tersebut memang kesulitan untuk menembus skuat inti Barcelona. Luis Enrique pun lebih sering memilih Sergi Roberto, yang notabenenya merupakan seorang gelandang, untuk ditempatkan di posisi bek kanan. Ranieri pun mencoba memanfaatkan kesempatan ini dan akan menjadikan Vidal sebagai bek kanan utama, menyusul semakin merosotnya performa yang diperlihatkan oleh bek kanan mereka saat ini, Danny Simpson.
Jika melihat dari ketiga nama yang menjadi incarannya tadi, Ranieri nampaknya memang sangat menyoroti lini pertahanan Leicester hingga saat ini. Total 29 gol pun telah bersarang di gawang Leicester hingga pekan ke-17. Padahal di musim lalu, butuh waktu hingga pekan ke-26 bagi Leicester untuk kebobolan dengan jumlah angka yang sama.
Foto: caughtoffside
Komentar