Jacksen Ferreira Tiago, siapa yang tidak mengenal nama tersebut? Namanya sudah santer terdengar di kancah sepakbola Tanah Air, baik sebagai legenda Persebaya Surabaya atau mantan pelatih sukses Persipura Jayapura.
Kini, Jackson tengah menyongsong lembaran baru bersama Barito Putera setelah dua tahun sebelumnya melatih klub Malaysia, Penang FA. Laskar Antasari – julukan Barito – sedianya selalu jadi pemanis kompetisi, karena kerap kalah bersaing dengan klub-klub tradisional lainnya seperti Arema, Persib Bandung, dan Persipura Jayapura.
Namun manajemen untuk musim mendatang, menargetkan Barito untuk finis di lima besar Liga 1. Sebuah tantangan yang berat tentunya bagi Jacksen. Kendati demikian, sebagai salah satu pelatih top Indonesia, Jacksen tidak gentar dengan target itu. Terlebih menjadi pelatih merupakan hal yang paling ia sukai.
Kecintaannya kepada sepakbola sudah dilalui Jacksen dalam sirkulasi naik turun kariernya dalam profesinya sebagai pemain dan juga pelatih. Hanya melalui kerja keras dan pengorbanan, yang diyakini Jacksen dapat membuahkan hasil untuk Barito menciptakan kejutan di Liga 1.
“Mudah-mudahan bisa (peringkat akhir di lima besar), dengan kompetisi yang bergulir kembali pasca sepakbola disanksi, Barito akan jadi yang kesekian setelah Persipura, Arema, Persib, PSM Makassar, dan Persija. Hanya melalui kerja keras dan pengorbanan kita mampu mencapai target,” tegas Jacksen ketika dihubungi.
“Tekanan selalu ada, tidak ada masalah di mana-mana, baik sebagai tim underdog dan juga tim unggulan, tidak jadi masalah. Saya sebelumnya melatih Persita (Tangerang pada 2006), Ternate (Persiter pada 2007), Persipura dan Persebaya, tidak ada masalah, karena saya mencintai pekerjaan ini,” paparnya.
Jacksen kian optimis dapat membawa Paulo Sitanggang dan kawan-kawan berprestasi di Liga 1 pasca dua tahun merantau ke Negeri Jiran Malaysia. Ditambah pengetahuannya kala melatih Timnas Indonesia pada 2013, Jacksen pun memperkaya wawasannya dengan budaya sepakbola Malaysia.
Selama melatih klub berjuluk Harimau Kumbang, cerita pahit manis sudah dialami Jacksen. Di musim perdananya, pria Brasil berusia 48 tahun sudah membawa Penang ke perempat final Piala FA Malaysia – setelah 13 tahun lamanya. Tak berhenti sampai di situ, Penang menyelesaikan musim di urutan dua hingga berhak promisi ke kasta tertinggi sepakbola Malaysia, Liga Super Malaysia.
Kisah indah Jacksen melatih Raifuddin Rodin dan kawan-kawan pun hanya berlangsung sesaat dan mencapai klimaks di perjalanan Penang, dari 2015 menuju 2016. Penang sempat terjerembab di zona degradasi dan memunculkan keretakan di kubu internal, ketika manajemen memilih mengistirahatkan Jacksen, meski saat itu statusnya masih dikontrak Penang.
Keputusan pahit dari manajemen yang mengistirahatkan Jacksen ditelan pahit-pahit sang pelatih, hingga akhirnya manajemen melakukan tindakkan yang ‘kurang ajar’ kala menunjuk Nenad Bacina sebagai pelatih kepala, menggantikan Jacksen – sebelum Bacina datang, klub menunjuk Bojan Hodak sebagai Ketua Eksekutif Penang. Kontrak Jacksen kala itu berakhir pada Oktober 2016, namun pada Juni 2016, klub sudah mengambil keputusan mendepak Jacksen dari kursi kepelatihan Penang.
Keputusan pun diambil dengan ‘dingin’ dan Presiden Asosiasi Sepakbola Penang, Datuk Seri Nazir Ariff Mushir Ariff, dengan tegas ingin Penang segera melupakan Jacksen, “Masa Jacksen sudah berlalu dan saya tak mau bicara lebih lanjut mengenai dirinya,” kata Nazir.
Nasi telah menjadi bubur. Jacksen yang selalu mengumbar senyuman kepada fans hingga awak media, hanya ingin mengambil sisi positif dari pengalamannya di Malaysia. Ia enggan membahas cerita buruk itu dan memilih menjadikannya pengalaman, untuk kesuksesan Barito di Liga 1.
“Pengalaman saya sangat berharga (di Malaysia), luar biasa, saya merasa lebih matang dan lebih baik dari segi pengalaman daripada sebelumnya, dan ya, saya lebih siap (menyongsong masa depan bersama Barito),” ucap Jacksen. “Saya merasa siap dari semua aspek, karena sepakbola Malaysia berbeda jauh dengan Indonesia, manajemen, periklanan, suporter, banyak hal-hal baru. Pengalaman itu saya harap dapat ditularkan di Barito,” harapnya.
Penerapan filosofi dan transisi bermain Barito dari pelatih Yunan Helmi pun tengah dilakukan Jacksen saat ini. Manajemen coba membantu keinginan taktik Jacksen dan telah mendatangkan sejumlah pemain anyar, seperti Ginanjar, Daniel Siogama Tata, M.Rizki Mirzamah, Fajar Handika, Syahroni, Agung Supriyanto, David Laly, hingga rekrutan terbaru, Valentino Telaubun.
Kehadiran mereka ditambah dengan keberadaan pemain senior dalam skuat, termasuk dua penggawa Timnas Indonesia, Rizky Rizaldi Pora dan Hansamu Yama Pranata, cukup membuat tim-tim kuat Liga 1 berpikir, bahwa Barito merupakan ancaman yang tidak dapat dipandang sebelah mata.
(ahp)
Komentar