Manchester United berhasil melenggang ke babak perempat final Liga Champions UEFA 2018/19 setelah menyingkirkan Paris Saint-Germain. Kekalahan 0-2 di leg pertama berhasil dibalas dengan kemenangan 3-1 pada leg kedua yang berlangsung pada Kamis (7/3) dini hari WIB. United lolos karena peraturan gol tandang.
Ketika kalah 0-2 di Old Trafford pada leg pertama, Ole Gunnar Solskjær berkata: "Gunung ada untuk didaki."
Solskjær mungkin tidak sadar jika pendakiannya ini akan sangat sulit: (1) Belum pernah ada sejarahnya di Liga Champions bagi kesebelasan yang kalah dua gol atau lebih di kandang pada leg pertama bisa lolos ke babak berikutnya, (2) United bertandang ke Paris dengan 10 pemain dipastikan absen. Namun yang Solskjær tidak sadari mungkin Paris hanya berada 35 meter di atas permukaan laut; kota itu secara harafiah benar-benar bukan sebuah bukit, apalagi gunung.
Pemain-pemain yang absen untuk United kebanyakan adalah pemain kunci, seperti Paul Pogba, Ander Herrera, Anthony Martial, Alexis Sanchez, Jesse Lingard, dan Nemanja Matic. Pada susunan pemain utama, United bahkan memaksa Eric Bertrand Bailly bermain di pos bek kanan dan Andreas Pereira bermain di sayap kiri.
Solskjær pun terpaksa membawa sejumlah pemain muda minim pengalaman ke Parc des Princes. Mereka adalah Mason Greenwood (17 tahun), Tahith Chong (19 tahun), James Garner (17 tahun), dan Angel Gomes (18 tahun).
Keempat pemain didikan akademi United tersebut melengkapi barisan penghuni bangku pemain pengganti United lain yang juga diisi Sergio Romero, Marcos Rojo, dan Diogo Dalot. Susunan pemain pengganti seperti ini tentu menunjukkan bahwa United cukup riskan dalam opsi pergantian pemain.
Namun nyatanya United mampu mencetak gol cepat melalui Romelu Lukaku pada menit kedua. Sempat disamakan Juan Bernat, United kembali unggul lewat gol kedua Lukaku pada menit ke-30, memanfaatkan blunder bola muntahan Gianluigi Buffon saat mengantisipasi tembakan Marcus Rashford.
United berhasil unggul dengan susunan pemain utama yang sebenarnya tidak ideal. Indikasi tersebut terlihat dengan pergantian cepat yang dilakukan oleh Solskjær pada menit ke-36. Ole menarik keluar Bailly dan memasukkan Dalot untuk mengisi pos bek kanan.
Butuh Gol Tapi Bermain Bertahan
Melihat susunan pemain United yang dihasilkan dari banyaknya pemain kunci yang absen, wajar jika Solskjær kemudian tidak bisa bermain menyerang. Sejujurnya permainan United dini hari tadi sangat bertahan, mengingatkan pada permainan José Mourinho. Padahal United butuh mengejar defisit dua gol.
Meski PSG juga tak memainkan dua pemain kuncinya dari awal—Neymar dan Edinson Cavani (kemudian baru masuk di babak kedua)—mereka tetap lah berbahaya, ditambah bermain di kandang sendiri pula. Akhirnya PSG unggul telak dalam penguasaan bola (PSG 72%, United 28%) dan jumlah tembakan (PSG 12, United hanya 5).
PSG yang menguasai pertandingan membuat United menumpuk banyak pemain ketika bertahan dan bermaksud menyerang hanya lewat counter attack. Namun yang membedakan permainan bertahanserangan baliknya Mourinho dengan Solskjær adalah pada eksekusinya yang efektif.
Mourinho adalah pelatih taktis yang sering merespons cara bermain lawannya. Sementara Solskjær menyetel United bermain demikian karena memang sesuai dengan "filosofi United" alias "The United Way". Setan Merah pun berhasil menyapu bersih semua laga tandang bersama Solskjær sejauh ini karena permainan seperti itu.
Duet penyerang United, Rashford dan Lukaku, masing-masing berhasil mencatatkan dua shot on target. Pada interviu pasca pertandingan, Lukaku mengatakan bahwa dia diberi tahu Rashford untuk selalu siap merespons dan menghadapi bola susulan ketika Rashford menembak. Bukan kebetulan, dua gol pertama United hadir dari situasi itu.
Namun kedigdayaan dan kecepatan PSG tetap tercermin selama 90 menit. Salah satunya dari gol penyama kedudukan dari Bernat. Sampai turun minum, kedudukan masih 2-1 untuk keunggulan United; tapi mereka masih butuh satu gol lagi untuk bisa lolos ke perempat final.
Percaya Pemain Muda
Nyaris tersingkir, Solskjær tak ragu memainkan "filosofi United" lainnya, yaitu memberdayakan pemain akademi. Pada menit ke-80 giliran Chong yang dimainkan menggantikan Pereira yang permainannya tak maksimal di sayap kiri. Enam menit kemudian Greenwood masuk menggantikan Ashley Young.
Perlu diketahui, laga ini menjadi debut bagi Greenwood bermain untuk skuat senior United. Sementara Chong sebelumnya baru sekali bermain di Liga Primer Inggris dan sekali bermain di Piala FA.
Di saat United sangat butuh gol, pergantian itu tak menjadi blunder taktik. Setan Merah justru mendapatkan penalti pada tambahan waktu babak kedua, atau sekitar 5 menit setelah Greenwood memasuki lapangan. Chong berperan saat penyerangan menjelang insiden penalti tersebut. Sementara Greenwood melakukan pergerakan tanpa bola yang membuat Dalot bisa melakukan tembakan.
Penalti tersebut berhasil dieksekusi oleh Rashford ke gawang Buffon; pemain yang lahir satu bulan setelah Buffon menjalani debut Liga Champions. Gol itulah yang membuat United menang 1-3 sehingga United unggul gol tandang untuk melaju ke babak berikutnya. Dramatis.
Rashford yang merupakan produk akademi United melengkapi kebanggaan United pada kemenangan ini. Pada susunan 11 pemain utama, United pun sebenarnya sudah diisi oleh para pemain dari akademi seperti Scott McTominay, Pereira, dan Rashford.
Pemain muda lain seperti Luke Shaw (23 tahun) dan Dalot (19 tahun) pun mampu menjaga kualitas United untuk tetap mampu menandingi kualitas PSG yang menurunkan para pemain bintang seperti Kylian Mbappé, Ángel Di María, Julian Draxler, Marco Verratti, Thiago Silva, Marquinhos, Dani Alves, dan Buffon.
https://twitter.com/GNev2/status/1103427239838957568
Kontroversi Insiden Penalti
Salah satu kejadian yang disoroti pada laga dini hari tadi adalah insiden penalti yang United dapatkan menjelang berakhirnya pertandingan. Presnel Kimpembe dinilai tidak sengaja melakukan handball, posisi tubuhnya bahkan sedang membelakangi bola.
Mark Clattenburg, mantan wasit asal Inggris, menjelaskan jika itu seharusnya tidak penalti, tapi menjadi penalti karena instruksi terbaru dari UEFA.
Pada tulisannya di Daily Mail, Clattenburg menulis: "Mereka (UEFA) ingin wasit untuk menghukum handball ketika posisi tangan tidak rapat dengan badan dan dalam posisi non-natural. Dalam hal itu, ofisial telah konsisten." Kejadian handball Kimpembe persis seperti yang Clattenburg sampaikan, sehingga Damir Skomina menyatakan penalti setelah melihat VAR.
Terlepas dari perdebatan pada insiden penalti, United bermain di atas ekspektasi mengingat banyaknya pemain kunci mereka yang absen.
PSG sebenarnya mendominasi laga ini. Namun efektivitas serangan United yang mengandalkan serangan balik membuat PSG ketar-ketir dan kecolongan tiga gol. Kepecercayaan diri Solskjær pada para pemain mudanya pun layak mendapatkan kredit khusus dalam terciptanya sejarah baru pada laga ini.
Teks: Ardy Nurhadi Shufi & Dex Glenniza
Simak opini dan komentar Rochy Putiray terkait para pengurus PSSI yang ditangkap oleh Satgas Anti-Mafia Bola di video di bawah ini:
Komentar