PSSI mengumumkan bahwa mereka akan membentuk tim transformasi setelah melakukan pertemuan dengan delegasi FIFA, AFC, dan beberapa perwakilan kementerian pada 13 Oktober 2022. PSSI menilai ini merupakan bentuk pertanggungjawaban mereka dalam Tragedi Kanjuruhan.
“Kami telah sepakat untuk membentuk gugus tugas yang terdiri dari anggota/perwakilan khusus dari PSSI dan pemerintah Indonesia dengan dukungan FIFA dan AFC untuk transformasi sepak bola Indonesia serta peningkatan kapasitas keamanan publik, seperti yang diinstruksikan oleh Presiden Joko Widodo,” ujar Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan, dilansir dari situs resmi PSSI.
Sebelum mengumumkan pembentukan tim transformasi, PSSI juga pernah mengumumkan pembentukan tim investigasi untuk mengusut Tragedi Kanjuruhan pada 2 Oktober 2022. Namun, struktur organisasi tim investigasi yang dibentuk oleh PSSI tidak jelas. Siapa yang menjabat sebagai ketua, wakil ketua, dan lain-lainnya tidak disebutkan secara rinci.
Ada dua tokoh PSSI yang menyebut soal tim investigasi Tragedi Kanjuruhan. Pertama adalah Sekjen Yunus Nusi pada 2 Oktober 2022.
‘’PSSI sangat mengecam kerusuhan ini. Namun, sekali lagi kami belum bisa menyimpulkan apa-apa. Tetapi, sanksi keras akan menimpa Arema jika semuanya terbukti. Tim investigasi PSSI akan segera bertolak ke Malang,’’ kata Yunus Nusi dilansir dari situs resmi PSSI.
Esok harinya, setelah meninjau Stadion Kanjuruhan, Mochamad Iriawan mengatakan bahwa tim investigasi sudah mulai bekerja.
"PSSI menyampaikan duka yang mendalam terkait insiden ini. Kami juga meminta maaf kepada keluarga korban dan semua pihak. Tentu menjadi evaluasi PSSI agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi. Kami juga langsung membentuk tim investigasi untuk insiden ini. Tim sudah bekerja mulai hari ini,” kata Iriawan dikutip dari PSSI.org.
Pada 4 Oktober, PSSI menjatuhkan sanksi kepada Arema FC, Ketua Panpel Abdul Haris, dan Kepala Security Officer Suko Sutrisno. Sanksi itu diumumkan oleh Komite Disiplin (Komdis) PSSI.
Pembentukan Tim Investigasi dan Tim Transformasi PSSI yang Tanpa Persiapan
Setelah memberi sanksi kepada Arema FC, Ketua Panpel, dan Ketua Security Officer, tim investigasi PSSI tidak terdengar lagi kiprahnya. Seolah tugas tim investigasi PSSI sudah selesai.
Sikap itu jelas berbeda dengan Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) yang dibentuk Presiden Jokowi. TGIPF merekomendasikan delapan poin bagi PSSI berdasar temuan dan penyelidikan selama mengumpulkan fakta Tragedi Kanjuruhan. Delapan poin itu mengungkap hal-hal yang luput dikerjakan oleh PSSI sebagai otoritas sepakbola tertinggi.
Menurut ketua Komdis PSSI Erwin Tobing, tim investigasi PSSI memang hanya bergerak di ranah pertandingan, bukan pengamanan. “Tim investigasi yang dibentuk PSSI bergerak di ranah pertandingan, bukan pengamanan,” ujar Erwin Tobing dilansir dari Youtube Tribunnews.
Pembentukan satuan tugas transformasi sepakbola oleh PSSI juga tidak dijelaskan dengan rinci. Mochamad Iriawan hanya menyebut bahwa satuan tugas itu terdiri dari dari FIFA, AFC, dan beberapa lembaga kementerian.
Tim satuan tugas tersebut juga dibentuk sebelum Presiden Jokowi bertemu dengan Presiden FIFA Gianni Infantino. Dan, pembentukan satgas tersebut hanya dihadiri oleh oara perwakilan dari Kemenpora, Kemendagri, Kemenkes, dan Kemen PUPR - tidak dihadiri menteri secara langsung.
Menurut salah satu anggota TGIPF, Akmal Marhali, pembentukan tim transformasi oleh PSSI merupakan sebuah offside.
“(Pertemuan) tanggal 13 di Hotel Fairmont itu offside. Jokowi belum bertemu Infantino, tahu-tahu PSSI sudah ambil alih duluan, seolah-olah membentuk tim transformasi,” ujar Akmal ketika Panditfootball hubungi melalui sambungan telepon.
Akmal melanjutkan bahwa pembentukan tim transformasi oleh PSSI pada tanggal 13 merupakan keputusan komunikasi publik yang salah dan PSSI mencoba taktik untuk membuang badan dari rekomendasi TGIPF dengan menjadikan beberapa orang bergantian sebagai juru bicara
“Sekarang tugas TGIPF sudah selesai. TGIPF hanya fokus pada permasalahan Kanjuruhan. Semua (rekomendasi TGIPF) akan dieksekusi oleh Presiden. Ketika Presiden bilang akan mengkaji ulang pemangku kepentingan persepakbolaan, itu merupakan pukulan telak bagi PSSI,” kata Akmal.
Akmal juga menyebut kemungkinan tim transformasi yang dibentuk PSSI dan tim yang dibentuk presiden berbeda.
“Ya, berbeda. Perwakilan FIFA yang bersama PSSI tidak dalam rangka mengambil kebijakan. Bagaimana mau mengambil kebijakan sedangkan, ketika itu, Presiden Jokowi belum bertemu Gianni? Pertemuan (PSSI dengan Gianni) di Malaysia juga inisiatif PSSI. Sekarang PSSI menyerah tanpa syarat dan seolah ingin melakukan semua yang diinginkan untuk perubahan,” tutup Akmal.
Komentar