Mourinho Soal Buruknya Atmosfer di Stamford Bridge

Berita

by Redaksi 43

Redaksi 43

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Mourinho Soal Buruknya Atmosfer di Stamford Bridge

Beberapa hari lalu manajer Tottenham Hotspur, Mauricio Pochettino, mengeluh saat bermain di kandang. Kini giliran manajer Chelsea, Jose Mourinho, yang melakukan hal serupa. Bedanya, jika Pochettino mengeluhkan dimensi lapangan White Hart Lane, Mourinho mengeluh mengenai matinya atmosfer Stamford Bridge.

Kepada TalkSport, Mourinho mengatakan bahwa bermain di kandang tanpa dukungan para suporter adalah sesuatu yang sulit. Mourinho merasa bahwa dukungan suporter adalah sesuatu yang sangat penting karena hal tersebut dapat membantu pasukannya untuk memulai pertandingan dengan baik.

“Sulit memulai pertandingan dengan baik seperti ketika para pemain, tim, dan para pendukung menjadi satu. Hari ini saya melihat sekeliling stadion ini sepi. Padahal dalam hal jumlah orang yang datang, sangat jelas sekali kursi terisi penuh. Itulah yang membuat saya merasa frustrasi,” ujarnya.

Melawan Queens Park Rangers di hadapan 41.486 pasang mata, Chelsea berhasil memastikan kemenangan tipis 2-1 lewat sepakan Eden Hazard dari titik putih. Jumlah penonton tersebut hanya sedikit di bawah kapasitas maksimal Stamford Bridge, 41.798 orang.

Lebih jauh, kepada the Guardian Mourinho mengatakan bahwa kondisi Stamford Bridge saat ini lebih buruk jika dibandingkan dengan saat pertama kali ia mengemban posisi manajer Chelsea pada tahun 2004 hingga 2007 lalu. “Saya rasa kondisinya semakin buruk. Jika dibandingkan dengan periode pertama saya di klub, saya rasa kondisinya semakin buruk,” ujarnya.

“Saya tidak mempertanyakan semangat dan cinta. Saya bukan orang yang tepat untuk mempertanyakan hal tersebut, dan saya tahu bahwa itu tidak benar. Para pendukung Chelsea menunjukkan semangat mereka terhadap klub ini setiap hari. Namun tentunya ada cara berperilaku di pertandingan di Stamford Bridge. Boleh saya katakan bahwa kami adalah tim yang mendapatkan dukungan lebih sedikit di kandang.”

Komentar Mourinho tersebut mendapatkan tanggapan keras dari Tim Rolls yang mewakili Chelsea Supporter’s Trust. Menurut Rolls, matinya atmosfer Stamford Bridge terjadi karena Stamford Bridge kini adalah sebuah tempat wisata yang banyak dikunjungi oleh para pelancong.

“Setiap orang harus membayar 50 poundsterling per pertandingan. Karenanya, banyak pendukung berusia muda yang tidak dapat menyaksikan pertandingan kandang secara langsung terlalu sering,” ujar Rolls sebagaimana diwartakan oleh the Guardian.

Sebenarnya, atmosfer yang mati adalah masalah Liga Primer. Hal yang sama, menurut Rolls, terjadi di Old Trafford (kandang Manchester United) dan Anfield (kandang Liverpool). Dalam pembelaannya, Rolls mengatakan bahwa kondisi yang terjadi di Stamford Bridge, secara spesifik, adalah salah pihak klub.

“Pendukung tuan rumah diminta untuk duduk, namun pendukung tim tandang boleh berdiri. Para pendukung tuan rumah yang berdiri dan bernyanyi di Stamford Bridge menerima surat dari klub yang menyebutkan bahwa jika hal tersebut terulang lagi, tiket musiman atau keanggotaan mereka akan dicabut,” tutup Rolls.

Bisa dibilang, mereka yang membuat stadion lebih berwarna adalah suporter yang mayoritas berusia muda. Mereka lebih kreatif dan lebih mau ambil resiko. Nyanyian penuh tekanan meski bernada kasar, biasanya keluar dari suporter berusia muda yang berkelompok. Tanpa mereka, karena harga tiket yang melambung, wajar saja kalau stadion diisi para penonton yang mencari hiburan, bukan yang memberi dukungan.

Jangan salahkan fans, salahkan manajemen Mou!

Komentar