Berdasarkan data Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2009, tingkat kemiskinan di Brasil mencapai 6,14% atau sekitar 11,68 juta jiwa. Data tersebut menghitung jumlah penduduk dengan penghasilan di bawah 1,25 dolar per hari.
Kemiskinan, dipandang dari sisi ekonomi, berarti adanya kondisi di mana seseorang tidak mampu memenuhi prinsip dasar kebutuhannya, seperti makanan, air, pendidikan, kesehatan, dan tempat tinggal. Ketidakmampuan menghasilkan uang, juga dimasukkan ke dalam definisi tersebut. Organisasi Perdamaian Dunia, PBB, mematok 1,25 dolar per hari sebagai batasan âExtreme povertyâ, atau kemiskinan yang teramat parah.
Meskipun demikian, data yang dirilis dari komisi pengembangan lingkungan PBB, UN SDSN, menempatkan Brasil di peringkat ke-24 sebagai negara paling bahagia di dunia.
Sepakbola dianggap sebagai salah satu alasannya. Brasil telah lima kali menjuarai Piala Dunia. Di Amerika Selatan, Brasil menggondol trofi hingga delapan kali. Tidak ada negara lain yang sanggup menyamai raihan juara Brasil di Piala Dunia.
Brasil juga diidentikan sebagai pabriknya pesepakbola handal. Negara bekas jajahan Portugal ini kerap menghadirkan talenta yang istimewa, teruma dalam mengontrol bola. Nama-nama seperti Pele, Ronaldo, Romario, Zico, Bebeto, Rivaldo, Jarzinho, Garrincha, Falcao, hingga Neymar adalah sekian nama dari banyaknya pemain Brasil yang tampil memukau.
Sejumlah pemandu bakat klub-klub Eropa, seringkali mencari calon pemain top di sini. Kultur sepakbola yang kental, akan mudah ditemui di kota-kota besar di Brasil. Permainan sepakbola adalah pemandangan yang lazim.
Kisah Tentang Oscar dan Brasil
Oscar dos Santos Emboada Junior atau lebih dikenal dengan Oscar, menuliskan sebuah buku tentang kisahnya di Brasil. Bersama dengan penulis Inggris, Tom Watt, ia menuangkannya ke dalam buku berjudul âOscarâs Brazilâ. Buku ini dipublikasikan dalam rangka menyambut pergelaran Piala Dunia 2014 di Brasil.
Pemuda kelahiran 1991 mula-mula mengungkapkan awal karirnya sebagai pesepakbola. Oscar tumbuh di Americana, pinggiran kota Sao Paulo. Berbeda dengan di Sao Paulo, Americana adalah tempat yang lebih tenang. Tidak terlalu banyak masalah yang berkaitan dengan kemiskinan penduduk.
âItu (Americana), adalah tempat terbaik bagi seorang anak untuk bermain bola. Americana cukup aman untuk pergi bermain bola di taman. Aku sepanjang waktu ada di sana, sepanjang hari. Sempurna,â ungkap Oscar di buku tersebut.
Ketika bermain di taman, ia tidak memikirkan tentang taktik dan segala tetek bengeknya. Siapapun bisa menggiring bola dan mencetak gol. Itulah yang menjadi dasar permainan Oscar, dan mungkin pemain Brasil lainnya.
Oscar tidak dilatih secara profesional sejak kecil. Ia memulai latihan pertamanya di sebuah Escolinha, sekolah sepakbola milik pemerintah. Sehingga, ia tidak perlu membayar biaya latihan. Pengembangan permainan Oscar, dimulai ketika ia bergabung dengan Sao Paulo. Di sana, ia sudah mulai dirilik oleh publik sepakbola Brasil. Banyak yang menyamakannya dengan pemain Milan, Kaka.
Karena Futsal
Oscar juga memaparkan mengapa para pemain Brasil terlihat begitu detail ketika menggiring bola. âAku bermain futsal hingga aku menjadi pemain profesional di usia 16. Aku pikir sepakbola Brasil mencapai tingkatannya karena futsal,â tutur Oscar.
Futsal memiliki peraturan yang hampir mirip dengan sepakbola. Bedanya, lapang yang digunakan jauh lebih kecil. Jika lapang sepakbola berukuran105 x 48 meter, lapang futsal tidak mencapai setengahnya. Lapang futsal hanya berukuran 40 x 22 meter. Dengan ukuran lapangan dan gawang yang lebih kecil, pemain futsal harus dapat dengan cepat melakukan semuanya. Keputusan yang cepat mutlak diperlukan.
âKetika menggiring bola, kamu harus mengontrolnya di tempat yang lebih kecil. Ketika kamu menembak bola, kamu harus lebih akurat, karena gawangnya juga kecil,â jelas Oscar.
Untuk Brasil dan Anak Jalanan
Harapan Oscar kembali ke kampung halamannya adalah untuk memberikan kebahagiaan baru bagi 200 juta penduduk Brasil. Ia ingin membawa Brasil menjadi juara Piala Dunia di tanah kelahirannya sendiri.
Oscar menganggap skuat Brasil yang paling kuat, adalah skuat 1970. Mereka memiliki para pemain hebat seperti Pele, Jairzinho, Rivelino, Tostao, dan juga kebersamaan yang tinggi. âKami menyadari kami akan sebagus tim Brasil di masa lalu, hanya jika kami memenangi apa yang diraih mereka di masa lalu. Dari zaman Pele hingga Ronaldinho dan Ronaldo,â tandas Oscar.
Brasil dikenal sebagai kota karnaval. Saat Piala Dunia, dan ada tempat yang menyiarkan pertandingan. Maka, masyarakat Brasil akan tumpah ruah ke sana.
Brasil dikenal dengan pruralismenya. Perbedaan inilah yang kemudian terlihat jelas pada punggawa Brasil di Piala Dunia 1958. âKami bangga bahwa Anda bisa turun ke jalan dan melihat orang berambut pirang, bermata biru, berkulit kuning langsat, Indian, atau Jepang. Itulah kenapa alasan Brasil disebut sebagai negara yang bahagia. Semuanya disambut di sini,â ujar Oscar.
âKetika Anda lahir sebagai pesepakbola muda, Anda selalu bermimpi tentang bermain untuk klub besar atau mungkin di Eropa. Tapi, mimpi yang paling utama adalah bermain untuk Brasil,â tambah punggawa Chelsea ini pada buku yang ia tulis.
Hasil penjualan buku ini rencananya akan disumbangkan ke Casade Zezino, sebuah proyek di Sao Paulo yang membantu anak jalanan. Langkah yang patut diapresiasi dari pemain Chelsea ini. Siapa lagi yang akan mengikuti langkahnya?
Sumber gambar: TheGuardian.com
[fva]
Komentar