Jerman akan menghadapi Argentina pada laga final Piala Dunia 2014. Ini merupakan partai ulangan Piala Dunia 1986 dan 1990. Di Meksiko 1986, Argentina berhasil keluar sebagai juara setelah berhasil mengalahkan Jerman Barat dengan skor 3-2. Sedangkan empat tahun kemudian, pada 1990, Jerman Barat-lah yang keluar sebagai juaranya. Setelah berhasil menang tipis, 1-0. Dan di tahun ini, Thomas Mueller cs. tentu ingin mengulang kesuksesan seniornya 24 tahun silam.
Pada Piala Dunia yang di gelar di Italia tersebut, pelatih Jerman, Franz Beckenbauer, menciptakan sebuah tim yang bermain dengan sepakbola negatif, menampilkan permainan ultra defensif,  sehingga lawam  kesulitan untuk menembus pertahanan Jerman.
Sepakbola negatif tentunya sangat dibenci oleh sebagian penikmat sepakbola. Karena sepakbola negatif biasanya identik dengan sebuah tim yang memilih bertahan total dan hanya sesekali menyerang lewat serangan balik. Suatu hal yang membuat sebuah pertandingan sedikit tidak menarik untuk ditonton.
Namun tidak demikian dengan  Piala Dunia 1990.  Gaya bermain Jerman ini disebut-sebut sebagai salah satu penampilan tim terbaik. Bersama Kamerun dan Inggris, Jerman disebut sebagai tim yang mempunyai gaya bermain yang cukup menghibur.
Mereka tak pernah mencetak lebih dari tiga gol dalam tiga pertandingan terakhir pada turnamen tersebut. Bahkan tak ada satu pun gol tercipta dari skema open play. Tapi itu adalah bagian dari taktik Der Panzer, di mana mereka justru bermain lebih nyaman dengan gaya bermain yang mengandalkan kesolidan di lini pertahanan lalu mencari peluang lewat servis bola mati.
Begitu pun kala Jerman menghadapi Argentina pada laga puncak. Para pemain Jerman saat itu seolah berkumpul di area pertahanan sendiri. Banyaknya pemain di dalam kotak penalti membuat para Diego Maradona dkk. dibuat tak berdaya.
Gaya permainan pada final itu tentunya memunculkan pro dan kontra. Kontra karena strategi ini menjadikan final Piala Dunia 1990 sebagai final yang paling tak menarik dalam sejarah Piala Dunia. Namun bagi sebagian orang lainnya, pilihan taktik Beckenbauer ini tetap dianggap menarik dan menghibur.
Kala itu Beckenbauer menggunakan formasi 3-5-2. Lalu ia menempatkan Klaus Auganthaler sebagai sweeper pada pola tiga bek tersebut, peran yang Beckenbauer mainkan selama ia berkarir sebagai pemain.
Pada skema ini, para pemain sayap Jerman memainkan sebuah peranan penting. Dua pos yang diisi oleh Thomas Berthold dan Andreas Brehme ini berperan sebagai fullback ketika bertahan (5-3-2) dan sebagai wingback ketika mencoba melakukan serangan (3-5-2). Dua pemain ini memberikan fleksibilitas pada gaya permainan Jerman secara keseluruhan.
Formasi 3-5-2 yang diterapkan Beckenbauer ini mencapai kesempurnaan melalui Thomas Hassler dan Lothar Matthäus di lini tengah. Keduanya berperan sebagai gelandang bertahan yang ikut menjaga kedalaman di lini pertahanan. Keduanya secara teratur mengontrol dan melindungi lini belakang Jerman Barat. Hanya sesekali keduanya meninggalkan pos untuk membantu penyerangan.
Keterbatasan pemain yang memiliki skill individu di atas rata-rata pada skuat Jerman Barat saat itu membuat Beckenbauer menerapkan strategi ini. Adalah Pierre Littbarski yang menjadi satu-satunya pemain dengan kemampuan individu yang baik. Maka dari itu, Littbarski difungsikan sebagai pengatur serangan. Dan dengan kemampuannya, ia mampu menjadi penyambung antara lini tengah dengan duo pernyerang, Rudi Voeller dan Juergen Klinsmann. Hasilnya, 10 gol berhasil diciptakan pada babak fase grup.
Awalnya, tak ada yang menyangka Jerman Barat yang punya skuat pas-pasan itu mampu menjuarai Piala Dunia. Namun taktik yang diterapkan Beckenbauer ini ternyata membuat kejutan dan berhasil membalaskan kekalahan Jerman atas Argentina di final Piala Dunia empat tahun sebelumnya.
Jerman di bawah asuhan Beckenbauer ini bermain sangat terorganisir ketika bertahan. Maka tak aneh banyak pemain lini penyerangan lawan yang tak mampu menembus kokohnya lini belakang Jerman Barat saat itu, termasuk bagi pemain sekelas Toto Schillaci dan Diego Maradona.
Jerman saat ini tentunya telah melupakan strategi itu. Jerman saat ini lebih bermain menyerang dengan mencoba menguasai bola selama mungkin. Yang justru identik dengan taktik 3-5-2 Beckenbauer adalah kubu Argentina. Dalam beberapa kesempatan pelatih Argentina, Alejandro Sabella, sering menurunkan strategi ini. Akan menarik jika pada final yang diselenggarakan pada Minggu nanti (10/7) Jerman menghadapi tim yang menggunakan taktik-nya di masa lalu.
foto: 3in1football.com
[ar]
Komentar