Ia bukanlah manusia yang penuh puji-puja. Namanya tak selalu harum membumbung. Bagi suporter klub lain, boleh jadi dia salah satu sosok yang menyebalkan. Kata-katanya yang selalu provokatif dalam mengobarkan rivalitas antar klub seringkali dirujuk sebagai keburukan.
Tapi sosoknya yang selalu berdiri paling depan selalu dinanti, diingat, dan disegani oleh para bobotoh, sebutan untuk para pendukung Persib, khususnya para anggota Viking Persib Club, firm terbesar di Bandung.
Ia adalah Ayi âBeutikâ Suparman, sang panglima.
Hari ini, 9 Agustus 2014, tepat sehari menjelang laga sarat gengsi dan penuh rivalitas antara Persija vs Persib, Sang Panglima itu berpulang ke haribaan Sang Pencipta.
***
Saat pengaruh gaya suporter Eropa belum mewabah di Indonesia, Ayi, Heru Joko dan para kompatriotnya di Viking sudah lebih dulu memperkenalkan aroma cadas dan keras di tribun stadion. Siapapun yang hendak meneliti kultur tribun di Indonesia, termasuk evolusi kultur suporter di Indonesia, mustahil mengabaikan nama Ayi Beutik.
Jika melihat penampilannya saat beraksi di stadion, siapa yang menyangka jika dulu, Ayi Beutik adalah surveyor sebuah perusahaan asing.
Ayi meninggalkan pekerjaannya di awal 90-an. Ayi selalu merasa gelisah karena ia selalu bekerja di luar kota dan tidak bisa menyaksikan Persib secara langsung. Meski menjanjikan, tapi Ayi lebih memilih melepaskan pekerjaannya tersebut. Alasannya hanya satu: Persib. Ia ingin bisa selalu hadir ke stadion, baik di Bandung maupun di laga away, demi mendukung Persib.
Ia merupakan salah satu pendiri organisasi suporter Persib, Viking, yang berdiri pada 1993. Untuk dapat masuk keanggotaan Viking, syarat awalnya adalah harus beberapa kali mendukung Persib di kandang lawan. Itu pun belum cukup. Ayi pernah mengatakan: "Harus berkelahi dengan suporter lawan dulu baru bisa masuk Viking."
Namun, lambat laun dengan semakin banyaknya anggota, syarat tersebut akhirnya dihapuskan. Siapapun yang cinta Persib dan ingin bergabung dengan Viking, dipersilakan mendaftar dan menaati aturan yang ada.
Meski memiliki jumlah anggota yang besar, namun Viking tidak memiliki struktur keorganisasian yang jelas. Karena sosok kebapakannya yang mampu mengayomi rekan-rekannya yang lain, membuat ia begitu dihormati. Gelar âPanglimaâ yang selalu melekat padanya, adalah konsekuensi atas tindakannya tersebut. Saat Viking berhadapan dengan masalah, ia selalu berdiri di garis terdepan.
Pun ketika memimpin di tribun timur saat Persib bermain kandang. Baru berjalan memasuki lapangan saja, seisi stadion sudah memberikan tepuk tangan. Ketika ia meminta penonton untuk diam, maka semua ikut diam, tak ada yang bicara, apalagi bersorak.
Dalam sebuah wawancara dengan Resi Fahma Desember 2007 silam, Ayi mengatakan ia sangat menjunjung tinggi nama dan harga diri Persib. Itulah yang membuatnya sering dicap sebagai perusuh. âBukan rusuh. Ketika harga diri dan kebanggaan kita terusik, saat itu kita mesti bangkit. Membela harga diri ternyata membanggakan dan rasanya begitu indah.â
Gesekan yang terjadi antara Viking dan Jakmania ditanggapinya dingin. âDosa saya itu yang membuat Bandung dan Jakarta dengan puluhan ribu massa sampai berantem. Itu saya yang pertama salah,â tuturnya.
***
Kecintaan Mang Ayi, demikian ia biasa disapa, memang tidak terhenti pada titik itu. Saat ia menikah pada usia 37 dan dikaruniai dua orang anak, ia memberi nama kedua anaknya tersebut dengan nama yang berbau Persib. Si sulung diberi nama âJayalah Persibkuâ, sedangkan si bungsu âUsab Perningâ.
Perihal pemilihan nama ini, Ayi berujar inilah bentuk sebenar-benarnya dari kecintaanya terhadap Persib. Menurutnya, secinta mati apapun bekas ketua Jakmania, Ferry Indrasjarief, ia tidak mungkin memberi nama anaknya dengan âPersijaâ.
âSebenarnya Jayaâpanggilan Jayalah Persibkuâadalah doa untuk Persib. Jadi, setiap pagi saya memanggil Jaya... Jaya... mungkin, hanya saya satu-satunya orang yang mendoakan (kejayaan) Persib setiap jam, setiap menit,â kata Ayi.
Tidak perlu lagi meragukan seberapa besar kecintaan Ayi terhadap Persib. Waktu terlalu cepat memanggilnya. Ia bahkan tak sempat menyaksikan pertandingan Persib menghadapi Persija, esok (9/8) sore.
Para suporter sejati niscaya tahu mana rivalnya yang memang benar-benar suporter dan bukan karbitan.
Terimakasih telah ikut mewadarkan bagaimana caranya mencintai. Bagaimana caranya menguatkan diri menahan rindu juara tak terperi sampai mati. Ya, sampai mati -- dan dalam hal Ayi Beutik, itu adalah ungkapan harafiah.
Selamat jalan untuk salah satu pengobar rivalitas yang paling gigih dan keras kepala dari tribun di Indonesia!
baca juga:
10 Kutipan Paling Menarik Ayi Beutik
Sumber gambar: inilah.com
[fva]
Komentar