âSepakbola identik dengan kesombongan dan keangkuhannya,â tulis Sindhunata dalam bukunya yang berjudul Air Mata Bola. Menurutnya, dalam sepakbola, kesombongan dan keangkuhan sama derajatnya dengan idealisme dan profesionalisme, dan itu adalah sah.
Sindhunata mengutip apa yang dikatakan Johan Cruyff ketika mantan penggawa tim nasional Belanda itu ditanya, apakah sesungguhnya idealisme itu dalam sepakbola profesional? âProfesional berarti uang. Dan itu artinya kesuksesan. Idealisme berarti mencintai sepakbola indah. Pesepakbola tak pernah boleh memilih salah satu dari keduanya. Dua hal tersebut sama derajatnya, sama pentingnya,â jawab Cruyff.
Apa yang diungkapkan Sindhunata itu ada benarnya. Tak sedikit para pesepakbola bahkan klub yang sukses memang identik dengan kesombongan dan keangkuhan. Tengok saja klub macam Juventus, Real Madrid, Bayern Munich, Barcelona, dan Manchester United. Mereka sangat angkuh sehingga tak pernah puas untuk terus meraih trofi-trofi berikutnya agar bisa lebih menyombongkan diri.
Tak semuanya setuju memang. Seperti ketika manajer Uli Hoeness yang hobi memelihara keangkuhan di Bayern itu mengatakan, âPermainan Bayern dalam latihan pun lebih baik dari permainan tim-tim lain di Bundesligaâ. Ucapan itu langsung membuat banyak orang tersinggung, termasuk Rudi Voeller dari Leverkusen. âUcapan ngawur. Kendati unggul, orang toh harus menaruh respek pada lawan.â
Hoeness memang sombong. Namun apa mau dikata, Bayern memang luar biasa. Seperti kata Fredi Bobic dari Stuttgart, âSepakbola adalah kesuksesan. Dan Bayern memang sukses. Maka apa salah Hoeness? Ia berhak mengatakan apa yang ia pikirkan.â
Sir Alex Ferguson pun mempercayai hal itu. Ia sedari dulu membutuhkan pemain yang benar-benar percaya diri, sombong dan angkuh. Dan Eric Cantona adalah jawabannya yang paling tepat.
Ketika Cantona dipinang dari Leeds United pada tahun 1992, Cantona diantar Ferguson ke salah satu sudut stadion kebanggaan Setan Merah, Old Trafford. Di sana, Ferguson kemudian bertanya, âApakah kamu cukup besar untuk bermain bagi Manchester United?â
Mendengar itu, Cantona bukannya menjawab pertanyaan tersebut, tapi ia malah balik bertanya, âBagi saya, bukanlah apakah saya cukup besar bagi United, melainkan apakah United cukup besar bagi saya?â
Bagi kita, jawaban Cantona itu terdengar sombong dan arogan. Berani-beraninya seorang pemain mengatakan hal seperti itu pada bosnya. Tapi nyatanya hal tersebut tak berlaku bagi Fergie. Menurutnya, jawaban Cantona itu bukanlah wujud kesombongan melainkan bukti kepercayaan diri yang besar. Dan hasilnya bisa kita lihat trofi-trofi yang Cantona persembahkan untuk Ferguson.
Ya, Manchester United adalah klub besar. Lalu jika bertanya siapa yang membuat United menjadi besar, Fergie adalah jawabannya.
Tapi jika berkaca pada musim lalu, United seolah lupa siapa dirinya. Bersama David Moyes, para pemain seperti Ryan Giggs, Rio Ferdinand, Nemanja Vidic, dan Patrice Evra seperti telah menanggalkan keangkuhan dan kesombongan yang telah diajarkan Ferguson.
Kemudian harapan baru muncul kembali setelah  Louis Van Gaal menukangi tim ini. United kembali menunjukkan kesombongan dan keangkuhannya dengan mengalahkan tim-tim elit seperti AS Roma, Inter Milan, Real Madrid, dan Liverpool pada pre-seasson di Amerika Serikat.
Meski hanya bertajuk laga uji coba, tapi hasil tersebut cukup memuaskan. Apalagi jika dibandingkan dengan apa yang Moyes lakukan musim sebelumnya, melawan tim-tim asia dan hanya mengemas dua kemenangan dari tujuh pertandingan.
Tapi semalam publik kembali meragukan United setelah secara mengejutkan kalah 1-2 oleh Swansea di Old Trafford. Jelas ada yang salah dengan United saat ini. Dan Van Gaal pun mengakui bahwa timnya malam itu tampil mengecewakan. Bahkan ia juga mengatakan, bahwa ia takut kesombongan dan keangkuhan yang telah dipolesnya selama pra-musim akan kembali terkikis.
Van Gaal masih memiliki waktu untuk berbenah. Bursa transfer musim panas masih dibuka walaupun waktunya kurang dari dua pekan. Ia perlu melakukan apa yang Fergie lakukan, mendapatkan pemain baru yang benar-benar memiliki kepercayaan diri besar.
Van Gaal sudah barang tentu menyadari hal itu. Dan lebih penting dari itu, para pemain United saat ini perlu menyadari bahwa mereka bermain di tim besar yang selalu identik dengan kata "angkuh" dan "sombong". Mereka perlu menunjukkan bahwa mereka layak bermain di tim sebesar Manchester United. Jika perlu, belajarlah pada para pendukungnya yang tetap sombong dan angkuh meski hanya finish di peringkat tujuh.
[ar]
Komentar