Akhir pekan lalu, liga Inggris telah dimulai. Para pecinta sepakbola yang sempat mati suri karena sebuah periode bernama bursa transfer dan pra-musim, kini telah kembali menemukan gairahnya. Mulai saat ini, setiap akhir pekan, mereka memiliki sebuah pelarian, apalagi bagi mereka yang benar-benar kesepian.
Ya, liga Inggris sangat disambut dengan penuh antusiasme tinggi. Banyaknya tim-tim kandidat juara dalam kompetisi Inggris ini menjadi daya tarik sendiri. Maka tak aneh jika sportskeeda.com menyatakan bahwa 12 juta pemirsa di dunia selalu menyaksikan sebuah pertandingan liga Inggris.
Namun hal tersebut tampaknya tak akan dialami liga Italia yang akan dimulai pada akhir Agustus nanti. Di masa sekarang, Italia dengan Serie A-nya telah dipandang sebelah mata oleh para pecinta sepakbola.
âSepakbola Italia tak menarik lagi!â. Ucapan itu seringkali terdengar dalam beberapa tahun terakhir. Kemudian banyak yang memprediksi bahwa sepakbola Italia akan terus tergerus dan sulit untuk bangkit lagi. Tak sedikit juga yang mengatakan bahwa sepakbola Italia tengah berada di puncak keterpurukan. Bahkan Bundesliga pun tengah bersiap untuk menyodoknya menjadi liga terbaik di dunia ketiga setelah Liga Inggris dan Spanyol.
Secara logika, hal itu mungkin terjadi. Masalah datang silih berganti seolah sedang mengantri. Dari kasus calciopoli hingga penurunan prestasi. Semua itu telah terjadi di Italia akhir-akhir ini. Tapi jika penulis ditanya, apakah sepakbola Italia akan benar-benar terdegradasi? Jawabannya tidak.
Italia sebenarnya hidup dalam stigma seperti ini sejak ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu. Penulis sejarah Roma bernama Cornelius Tacitus (tahun 55-117) pernah mengatakan, âDari Italia, kau hanya akan mendengar kabar jelek belaka.â
Tak dapat dipungkiri, Italia memang lekat dengan hal-hal negatif. Dan hal itu memang benar adanya. Tapi dengan krisis dan kekacauan yang sering terjadi di Italia, mereka justru sering menemukan kreatitivas dan inovasi dalam kondisi tersebut.
Maka terbentuklah mentalitas orang Italia, membangun diri dari krisis ke krisis. Dan itu pun senantiasa dikerjakan oleh sepakbola Italia.
Jika sedikit melompat ke masa lalu, Arrigo Sacchi adalah contoh yang tepat dari sosok Italia yang hidup dalam krisis dan kekacauan. Ketika menangani tim nasional Italia pada 1994, ia diragukan bisa membuat Italia berprestasi pada Piala Dunia 1994.
Saat pertandingan pemanasan sebelum Piala Dunia, Italia dikalahkan Prancis dan Jerman. Kemudian kendati menang melawan Finlandia dan Swiss, permainan Italia sangat jelek. Dalam jejak pendapat yang dilakukan berita mingguan Guerin Sportivo pun menghasilkan 80 persen pembaca menyatakan tak lagi percaya pada Sacchi.
Kemudian presiden Liga Italia saat itu, Antonio Matarese, menambahkan sesendok kekacauan dengan mengatakan, âKami tidak puas dengan peringkat empat. Kami harus ke final. Tidakkah Pele dan Cruyff menjagokan Italia ke final? Ini menjadi dorongan bagi Sacchi.â
Tapi Sacchi sudah terbiasa dengan situasi ini. Di tengah minimnya dukungan, ia terus meramu timnya. Lalu berkat kejeniusannya, Sacchi dengan mudah menjawab semua kritik yang dialamatkan padanya dengan membawa Italia menjadi runner up Piala Dunia 1994, yang diselenggarakan di Amerika.
Kekacauan dan krisis di Italia memang sering mengakibatkan inovasi bagi Italia. Jika contoh Sacchi di atas masih belum cukup, lihatlah apa yang terjadi dengan Juventus yang mengalami krisis pasca calciopoli, atau pemberlakuan sistem co-ownership pemain saat banyak tim Italia mengalami masalah keuangan, hingga AC Milan yang meski tak memiliki biaya transfer yang besar tapi melakukan pembelian-pembelian cerdas.
Lagipula, jika dihubungkan dengan manusia, kekacauan dan krisis memang seperti itu adanya. Bukankah kita sering mendapatkan keajaiban dari The Power of Kepepet? Ketika kita terdesak, ide-ide brilian sering muncul dengan sendirinya. Hal yang tak mungkin pun bisa menjadi mungkin. Ini karena pikiran kita dipaksa untuk memutar otak lebih keras untuk memunculkan sebuah inovasi.
Jadi, seperti itulah Italia. Saat ini, mereka sedang berada dalam fase di mana kekacauan dan krisis akan menjadi momen bagi mereka untuk bisa memutar balikkan keadaan. Dan Italia optimis bisa melewati itu semua. Karena sejak dulu, stabilitas memang tak berlaku di Italia. Justru dengan kekacauan dan krisis itulah Italia mampu hidup, bertahan, dan berjaya.
foto: dailymail.co.uk
[ar]
Komentar