Bagi seorang pesepakbola Italia, bermain di luar Italia adalah suatu kelangkaan. Kita mungkin bisa menyebutkan satu per satu pemain Italia yang saat ini sedang meniti karir di luar negeri pizza tersebut. Dan hal ini terjadi karena mental pecundang para pesepakbola Italia.
Namun tak semua pesepakbola Italia pengecut. Dan Graziano Pelle wajib kita masukkan ke dalam daftar pesepakbola Italia yang berani menentang kultur sepakbolanya sendiri ini. Alasannya, ia kini menjadi penyerang top di liga Inggris, setidaknya untuk sementara ini.
Ya, nama Graziano Pelle semakin dikenal setelah musim ini ia membela Southampton FC. Empat gol yang diciptakannya hasil dari enam penampilan membuktikan kualitas Pelle dalam mencetak gol. Sebuah torehan yang cukup lumayan bagi seorang debutan Premier League, terlebih ia bermain bukan untuk tim top.
Lalu siapakah Pelle? Bagaimana bisa ia tampil lebih produktif ketimbang Mario Balotelli yang jelas-jelas lebih populer dan berkualitas (karena sering berseragam Gli Azzuri?
Pelle jelas bukan bocah kemarin sore. Saat ini ia sudah berusia 29 tahun, sebuah usia yang biasanya merupakan usia emas seorang penyerang dan tengah menikmati masa jayanya. Ia pun sebenarnya sudah malang melintang di beberapa klub Italia beberapa musim lalu.
Pemain kelahiran Lecce ini sempat menyita perhatian para pemandu bakat top Eropa saat mencetak empat gol pada Piala Dunia U-20. Torehan gol tersebut hanya kalah dari Lionel Messi dan Fernando Llorente.
Real Madrid dikabarkan mencoba merekrutnya, namun Lecce enggan melepas pemain berbakatnya tersebut. Lecce lebih memilih untuk meminjamkannya ke klub Serie B (saat itu Lecce masih di Serie A) selama dua musim.
Namun di Serie B, Pelle tak mampu menunjukkan kemampuan terbaiknya. Setelah hanya mencetak lima gol dari 17 pertandingan bersama Crotone, musim berikutnya Pelle hanya mencetak 10 gol dari 38 penampilan bersama Cesena.
Adalah pemilik klub Belanda AZ Alkmaar, Dirk Scheringa, yang mencium bakat Pelle yang ketika itu masih berusia 22 tahun. Saking mempercayai instingnya itu, Scheringa rela merogoh koeck sebesar enam juta euro, di mana transfer tersebut menjadi rekor transfer termahal dalam sejarah AZ Alkmaar (bahkan hingga saat ini).
Hijrah ke Belanda, Pelle mencoba menyambung karirnya. Ia berharap di AZ Alkmaar yang kala itu masih dilatih Louis van Gaal, ia bisa memunculkan potensinya.
Akan tetapi pada kenyataannya, Pelle lagi-lagi kesulitan menampilkan performa terbaiknya. Bahkan ia kesulitan untuk menembus skuat utama AZ Alkmaar. Saat itu, ia hanya menjadi back-up dari striker utama AZ, Ariclenes da Silva dan Mounir El Hamdaoui. Ia pun perlu bersaing dengan pemain muda berbakat lainnya, Moussa Dembele.
Meskipun begitu, Pelle bertahan di AZ Alkmaar selama empat musim dengan masa depannya yang juga masih samar. AZ Alkmaar memang berhasil menjuarai Eredivisie pada 2009, namun kontribusinya bagi tim sangat minim. Justru sebaliknya, ia tercatat mendapatkan 10 total hukuman suspensi pertandingan atas pelanggaran-pelanggaran keras yang dilakukannya.
Pada 2011, Pelle kembali ke Serie A setelah direkrut Parma. AZ Alkmaar terpaksa melepas Pelle dengan harga 1,5 juta euro karena saat itu AZ tengah dilanda krisis finansial yang bisa mengakibatkan kebangkrutan.
Diharapkan menjadi Hernan Crespo baru oleh Parma, Pelle lagi-lagi tak dapat menunjukkan tajinya sebagai penyerang berkelas. Sebiji gol dari 11 pertandingan membuat Parma meminjamkannya ke Sampdoria pada pertengahan musim 2011-2012. Di Sampdoria, Pelle hanya mencetak 4 gol dari 12 penampilan.
Kecewa akan performanya tersebut, Parma lantas meminjamkannya ke Feyenoord Rotterdam. Dan di Feyenoord-lah Pelle baru menemukan ketajamannya. Pelle bereuni dengan Ronald Koeman, pelatih yang sempat menangani AZ Alkmaar pada 2009. Pelle mencetak 20 gol di Eredivisie musim 2012-2013. Feyenoord pun kemudian mempermanenkan Pelle di akhir musim.
Musim 2013-2014 Pelle kembali menggila. Dari 33 penampilan di seluruh kompetisi, Pelle mencetak 26 gol. Pelle seolah menjawab kepercayaan Koeman yang memberinya jabatan kapten pada musim keduanya bersama Feyenoord itu.
Koeman memang bisa dibilang menjadi sosok dibalik kesuksesan Pelle. Koeman sepertinya percaya akan kemampuan yang dimiliki Pelle. Bahkan meski Pelle kerap mendapat hukuman kartu, Koeman selalu memainkannya sejak menit pertama ketika Pelle siap dan bisa dimainkan.
Karena itulah ketika Koeman hijrah ke Southampton, Pelle menjadi pemain yang paling diinginkan manajer asal Belanda tersebut. Tampaknya Koeman menyukai penyerang tipikal Pelle yang besar, lambat, tapi handal dalam duel-duel udara, atau tipe penyerang Italia seperti Luca Toni, Giampaolo Pazzini, Alberto Gilardino, dan Marco Borriello.
Dan saat ini, Pelle kembali menjawab kepercayaan Koeman terhadap dirinya. Empat golnya membantu Southampton untuk bertengger di peringkat dua klasemen sementara Premier League, terpaut tiga poin dengan sang pemuncak klasemen Chelsea.
foto: comons.wikimedia.org
Komentar