Meski belum sepopuler di Indonesia, futsal sudah mulai dijadikan olahraga alternatif bagi masyarakat Jepang. Pasalnya, tidak berbeda dengan Jakarta dan kota-kota besar di Indonesia, kepadatan penduduk di kota-kota besar di Jepang juga semakin menyulitkan masyarakat Jepang untuk bermain di lapangan yang luas. Karena itulah futsal mulai dijadikan olahraga bagi para pecinta sepakbola yang kesulitan mencari lapangan.
Saya pun berkesempatan untuk ikut bergabung bermain futsal bersama kawan-kawan Jepang. Dalam satu acara saya bertemu dengan seorang teman yang ternyata memiliki jadwal bermain futsal rutin setiap minggu. Tanpa ragu saya pun meminta izin untuk ikut bergabung bersama teman saya tersebut.
Mereka bermain setiap hari jumat pukul 19.00-21.00. Saya biasa berangkat pukul 18.00 bersama beberapa teman saya yang lain dari universitas. Kebetulan kami sama-sama baru menyelesaikan kelas terakhir di hari tersebut pukul 17.50.
Kami harus segera berangkat dari kampus karena dibutuhkan waktu sekitar 45 menit untuk mencapai lapangan futsal dengan menggunakan sepeda. Sebenarnya bisa saja kami menggunakan kereta, namun untuk penghematan kami lebih senang menggunakan sepeda menuju ke lapangan futsal.
Kini sudah dua bulan berjalan saya ikut bergabung dengan klub futsal ini. Dalam dua bulan ini, ada satu hal yang selalu berhasil menarik perhatian saya saat bermain futsal. Bukan soal permainan futsal kami, namun soal beberapa anak-anak yang berlatih tepat di sebelah lapangan saya bermain.
Jadwal kami bermain futsal memang berbarengan dengan jadwal latihan sebuah sekolah sepakbola. Saya perkirakan anak-anak yang sedang berlatih adalah anak-anak berumur 9 tahun ke bawah. Di saat jeda permainan futsal, saya selalu mencoba mengamati bagaimana mereka menjalani proses latihan pada umur-umur tersebut.
Dan apa yang selalu saya lihat benar-benar membuat saya terkagum-kagum. Saya cukup yakin mereka semua masih anak-anak sekolah dasar. Namun teknik dasar bermain sepakbola yang mereka miliki sudah sangat luar biasa. Sentuhan kaki mereka dengan bola sudah hampir sempurna. Saya pun bertanya-tanya seberbakat itukah mereka?
Dan ternyata tidak sulit untuk mencari jawaban dari pertanyaan saya tersebut. Selama dua bulan ini saya mengamati mereka, jawaban yang saya cari sudah terlihat dengan jelas.
Pada hari itu mereka berlatih selama tiga jam. Latihan dimulai pukul 19.00 dan berakhir pukul 22.00. Selama tiga jam tersebut, apa yang dilakukan oleh anak-anak tersebut adalah sebanyak-banyaknya menyentuh bola. Pelatih mereka hanya membuat variasi beberapa jenis latihan seperti menggiring bola, menimang bola, mengoper, dan beberapa variasi lainnya. Namun tidak sekalipun mereka bermain dalam 2 tim dengan dua gawang.
Sang pelatih sangat tahu, bahwa saat bermain dalam dua tim dengan dua gawang, anak-anak tidak akan banyak menyentuh bola. Mereka akan lebih banyak menghabiskan waktu berlari-lari tanpa bola. Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan tujuan pelatihan anak-anak pada umur tersebut yang ingin menanamkan teknik-teknik paling dasar dalam bermain sepakbola.
Untuk menanamkan teknik-teknik paling dasar tersebut anak-anak harus menyentuh bola sebanyak mungkin, 1 juta atau kalau bisa 1 milyar sentuhan. Hal ini akan membuat koordinasi antara otot dan otak anak-anak saat melakukan teknik-teknik dasar tersebut dapat berjalan dengan sangat baik. Dengan terbiasanya sang anak menyentuh bola akan membuat mereka tidak perlu banyak berfikir untuk sekadar mengontrol bola, mengoper, atau untuk menimang bola sekalipun.
Kurang lebih ada 30 anak yang berlatih pada sekolah tersebut dan semua anak bisa menimang bola dengan sangat mudah. Koordinasi antara otak, panca indera, dan otot yang sudah dilatih berulang-ulang membuat mereka mampu melakukannya dengan sangat mudah.
Dari sini, akan sangat mudah bagi sang pelatih untuk mengajarkan teknik-teknik lain yang lebih rumit saat sang anak mulai beranjak dewasa.Mereka yang sudah menguasai teknik-teknik paling dasar akan dengan sangat mudah diberikan ilmu-ilmu baru serumit apapun.
Dari sini, kembali timbul sedikit pertanyaan dari otak saya, tidakkah mereka bosan dengan porsi latihan yang diberikan? Mereka masih anak-anak, tentu mereka ingin bermain, tidak hanya sekedar menyentuh bola tanpa mencetak gol.
Salah satu teman saya ternyata ada yang juga bergabung dengan sekolah sepakbola serupa di waktu kecil. Dan dia berkata bahwa dia pun menerima materi latihan yang tidak jauh berbeda. Maka dengan iseng saya pun menanyakan pertanyaan yang baru saja keluar dari otak saya tersebut.
Teman saya hanya menjawab dengan jawaban yang sangat sederhana, namun cukup untuk membuat saya tidak bertanya-tanya kembali, "kami senang bermain sepakbola, dan akan lebih senang jika bisa lebih mahir lagi bermain sepakbola."
Sumber gambar: jfa.com
Komentar