Seorang pemain asal Jepang bernama Junya Tanaka, membawa Sporting Lisbon unggul atas Gil Vicente. Merupakan gol ketiganya, selama berseragam The Lions di Liga Primer Portugal musim ini.
Setelah gol pertama di menit ke-52 tersebut, gol kembali terjadi pada menit 68. Ketika itu berawal dari lemparan ke dalam yang mengarah kepada Luis Nani.
Kemudian si kulit bundar diolah menggunakan kepalanya, di luar kotak penalti. Pantulan bola tersebut, lalu ditendang dengan sangat keras. Dengan jarak sekitar 30 meter, si kulit bundar melaju deras. Kemudian menembus jala yang tidak mampu digapai Adriano Facchini, kiper Gli Vicente.
Ketika bola masuk ke gawang, tidak terlalu banyak perayaan yang dilakukan Nani. Tanpa adanya peregangan tangan, atau salto Capoera seperti ciri khasnya.
Dirinya malah berlutut, kepalanya menurun di atas tanah. Ketika kepalanya mulai diangkat dan wajahnya terlihat, wajah mantan pemain Manchester United itu banjir air mata.
Sebetulnya, menangis ketika mencetak gol merupakan sesuatu yang biasa bagi pemain. Toh, golnya itu juga tidak dalam momentum yang besar. Seperti gol Federico Balzaretti, saat AS Roma mengalahkan Lazio dengan skor 2-0, Minggu (22/9/2013).
Lantas, apa yang membuat Nani hingga menangis atas gol yang spektakuler itu. Dirinya sendiri mengatakan jika gol tersebut, sama seperti gol lain. Namun ada sisi lain yang membuat Nani hingga terharu.
"Saya berpikir tentang diri saya dan segala sesuatu yang telah saya lalui," ujarnya kepada para awak media. "Ini hal pribadi. Tidak ada yang tahu tentang ini," cetusnya.
Memang jika dipaparkan, kisah pemain bernomor 77 itu cukup panjang untuk bisa sampai di pencapaiannya menjadi pesepakbola profesional kini. Dirinya lahir di pada 17 November 1986 silam, di Tanjung Verde (Cape Verde), Dengan diberi nama lengkap Luis Carlos Almeida da Cunha. Tanjung Verde sendiri, Sebuah republik yang terletak di rantai kepulauan Samudra Atlantik Utara, pesisir barat Benua Afrika.
Negara kepulauan tersebut merupakan jajahan Portugis, pada abad 15. Dimana saat itu Tanjung Verde merupakan pusat perdagangan budak-budak dari Afrika.
Ketika masih usia dini, Nani dan keluarga berimigrasi ke Portugal untuk mengadu nasib. Setelah di Portugal, sang ayah justru meninggalkan Nani di usia yang masih balita.
Dikabarkan jika ayahnya kembali ke Cape Verde dan tidak kembali lagi ke Portugal. Begitu juga dengan ibunya yang pergi ke Belanda, tanpa alasan yang jelas meninggalkan Nani yang berusia 12 tahun.
Nani beserta sembilan saudaranya kemudian dibesarkan oleh adik kandung ibunya di Portugal hingga mereka dewasa. Dirinya pun sering menganggap dirinya kurang mendapatkan pendidikan dari keluarganya.
Di usia yang belia, ia sudah diajarkan bermain bola oleh kakak-kakaknya. Bermain dengan saudara yang lain juga teman-teman kawasan rumahnya.
Pada saat menginjak usia 14, bakatnya diambil oleh Real Massama, melalui ajakan kakaknya juga. Sebuah kesebelasan profesional Portugal yang sekarang berkiprah di divisi dua Liga Portugal.
Tiga tahun menempa bersama Real Massama junior, Nani pindah ke Sporting Lisbon junior. Masa depannya kian melesat karena pada tahun 2005 ia berhasil naik tingkat bersama skuad senior.
Dirinya baru mendapatkan debut ketika menghadapi Udinese, pada 10 Agustus 2005. Nani menggantikan Custodio ketika menit 73, di partai kualifikasi Liga Champions. Sayangnya, saat itu di kandang sendiri Sporting mesti kalah tipis 1-0.
Sedangkan debutnya di Liga Portugal itu ketika 18 hari kemudian. Nani dimasukan mengganti Deivid pada menit 76 dan menang atas MarÃtimo di Estádio dos Barreiros.
Bersama skuat senior, ia cuma bertahan dua tahun saja. Pasalnya Manchester United merekrutnya pada tahun 2007. Nani menghabiskan 6 musim bersama United, hingga akhirnya pada transfer musim panas 2014, Nani dipinjamkan ke klub asalnya, Sporting Lisbon.
Luis Van Gaal yang menyepakati perpindahan pemain Tim Nasional Portugal tersebut. Untuk mendatangkan Marcos Rojo, menjadi bagian The Red Devils.
Ia datang ke Lisbon ketika jelang deadline transfer meski sudah mendandatangani kontrak lima tahun bersama United. Maka Nani sendiri masih memiliki kontrak yang akan habis pada 2018 nanti.
Sayangnya, kembalinya Nani ke The Lions, meninggalkan kesan pertama yang tidak terlalu baik. Nani membuat kesan pertama yang kurang baik, akibat gagal melakukan eksekusi penalti melawan Arouca.
Namun pertandingan ke pertandingan, Nani terus mendapatkan kepercayaan dari Pelatihnya Marco Silva. Hingga saat ini, ia sudah berlaga sebanyak 18 kali dan menyumbang empat gol.
Berbeda dengan dua musim terakhir bersama The Red Devils. Dimana masing-masing, ia cuma diberikan 11 kali pertandingan di setiap musimnya.
Dan ternyata, pertandingan yang penuh air mata bukan hanya terjadi ketika mencetak gol ke gawang Gil Vicente ini saja. Dirinya pernah menangis ketika diganjar kartu merah oleh wasit Cuneyt Cakir.
Hal tersebut didapatkannya ketika masih berseragam Manchester United dan bertanding melawan Real Madrid. Pada pertandingan leg kedua 16 besar Liga Champions, Rabu (6/3/2013), saat itu di menit 56 Nani melanggar Alvaro Arbeloa bek Madrid.
Saat itu Nani mengangkat kaki terlalu tinggi dan mengenai dada Arbeloa. Harus ke ruang ganti lebih cepat, lalu Nani menelpon sahabatnya di Portugal.
"Nani sangat sedih. Dia menelpon temannya sambil menangis dan bertanya kepada semua orang pakah dia sudah melakukan hal yang salah di lapangan," ujar salah satu sumber, seperti yang dilansir Daily Mail.
Pada dasarnya seorang Nani hanya ingin berkontribusi di lapangan selama 2 x 45 menit. Namunn sepertinya, Van Gaal belum melihat hal tersebut dari Nani. Maka, atas raihannya sekarang rasa-rasanya sebagai pembuktian kepada The Red Devils. Terutama atas golnya yang membuat ia bercucuran air mata.
Foto dari : Daily Mail
Komentar