Sebagai pemain, László Bölöni pernah mengalahkan FC Barcelona di final European Cup 1986 dan FC Dynamo Kyiv di laga European Super Cup pada tahun yang sama. Sebagai juru taktik, belum pernah ia memenangi gelar yang sama besarnya. Walau demikian, nama Bölöni akan tetap dikenang. Setidaknya oleh Cristiano Ronaldo dan Tony Cascarino.
Jika bukan karena satu keputusan Bölöni, jalan karir Ronaldo mungkin akan sedikit berbeda. Pada musim panas 2002, Bölöni mempromosikan empat pemain muda Sporting Lisbon ke tim utama: Cristiano Ronaldo, Custódio, Carlos Martins, dan Páito. Tak hanya itu, Bölöni menempatkan Ronaldo di posisi yang tepat sehingga sang pemain muda langsung bersinar dan tidak membutuhkan waktu lama untuk menarik perhatian kesebelasan besar.
âBocah ini biasa bermain sebagai penyerang, namun manajer [Bölöni] menempatkannya di sayap kiri,â tulis Luca Caioli dalam bukunya, Ronaldo: The Obsession for Perfect. âDi sana Ronaldo dapat memanfaatkan kecepatannya dengan baik. Namun posisi ini juga lebih baik baginya karena secara fisik ia belum siap berhadapan dengan gelandang lawan. Ronaldo tidak mengecewakan. Ia cepat, ia memiliki kontrol bola yang baik, dan ia merepotkan lawan yang menjaganya.â
Sebagai sosok yang ambisius dan sangat obsesif terhadap peningkatan kualitas diri, Ronaldo dan Bölöni nampak serasi. Ronaldo tidak mengenal lelah, begitu juga Bölöni. âPerbedaan antara kalah dan menang terletak pada kekuatan fisik dan mental,â ujar Bölöni yang selalu menggandakan beban latihan jika ia mendapati pemainnya mengaku kelelahan.
Kenangan Cascarino terhadap Bölöni berbeda dengan Ronaldo. Bagi Cascarino, Bölöni adalah sosok paling menyenangkan yang pernah ia temui; juga, bisa jadi, yang paling membingungkan. Kenangan terkuat Cascarino mengenai manajernya semasa di Nancy adalah mengenai kepercayaan Bölöni terhadap takhayul, sebagaimana dikisahkannya kepada Paul Kimmage, penulis buku Full Time: The Secret Life of Tony Cascarino.
Semasa menangani Nancy, Bölöni memiliki dua kendaraan pribadi; sebuah Citroën dan sebuah Mercedes. Ia selalu menggunakan kendaraan yang berbeda setiap kali Nancy menderita kekalahan. Jika Nancy kalah di hari ia mengendarai Citroën, keesokan harinya ia akan menggunakan Mercedes. Begitu sebaliknya. Tak hanya itu, Bölöni juga akan memindahkan tempatnya memarkir mobil di lapangan parkir markas kesebelasan satu kotak ke sebelah kanan setiap kali Nancy kalah.
Pernah juga ia menyudahi serangkaian hasil buruk Nancy dengan memindahkan hotel tempat kesebelasannya menginap sebelum laga kandang. Dari hotel Novotel Laxou yang berjarak tiga menit dari markas latihan, Bölöni memindahkan kesebelasannya ke Novotel Houdemont yang lebih jauh; 23 menit dari markas latihan. Peruntungan Nancy berubah seketika.
Bölöni juga menerapkan beberapa larangan terhadap para pemainnya. Bertanya mengenai sisa waktu pertandingan ke wasit adalah sesuatu yang haram. Begitu juga dengan melirik jam besar di stadion. Ini masih bisa ditolerir. âKalian harus fokus terhadap pertandingan,â  ujar Bölöni kepada para pemainnya mengenai hal ini. Ia tidak menerima pemain yang bermain di bawah 110 persen hingga pertandingan benar-benar berakhir.
Namun larangan bersiul dan bernyanyi di ruang ganti jelas sulit dimengerti. Larangan ini diterapkan karena di negara asalnya, Rumania, hal-hal semacam itu dipercaya membawa peruntungan buruk.
Takhayul paling menarik, bagaimanapun, adalah kebiasaan datang ke restoran tepat setiap pukul delapan malam lewat delapan menit. Nancy selalu mengadakan sesi makan malam bersama menjelang hari pertandingan, Bölöni selalu masuk ke ruang makan di waktu yang sama; tidak kurang, tidak lebih. Jika ia sudah tiba di restoran sebelum pukul delapan lewat delapan, Bölöni menunggu di luar dan baru masuk ke ruang makan di saat yang tepat.
Komentar