Kemarahan Curva Sud dan Pengaruhnya ke AS Roma

Cerita

by Randy Aprialdi

Randy Aprialdi

Pemerhati kultur dan subkultur tribun sepakbola. Italian football enthusiast. Punk and madness from @Panditfootball. Wanna mad with me? please contact Randynteng@gmail.com or follow @Randynteng!

Kemarahan Curva Sud dan Pengaruhnya ke AS Roma

Akhir-akhir ini pertemuan emosional dan dramatis antara pesepakbola dengan para suporter di tribun stadion terjadi di Bundesliga, Jerman. Para pilar Borussia Dortmund dan VfB Stuttgart merasakan cacian secara langsung dari para suporter, usai pertandingan karena hasil yang buruk.

Pertemuan emosional di lapangan antara suporter dan pesepakbola juga terjadi di Italia. Sekitar tiga tahun lalu, kejadian yang sama juga menimpa Genoa. Kala itu, Genoa dikalahkan Siena 1-4 di Stadion Luigi Ferrais. Suporter Genoa melempar kembang api ke lapangan yang menyebabkan pertandingan terhenti sekitar 40 menit. Suporter meminta pemain Genoa melepas jerseynya.Begitu juga dengan suporter Internzionale Milan yang menolak jersey pemberian Mauro Icardi dan Fredy Guarin saat dikalahkan Sassuolo 1-2 pada 1 Februari silam.

Kejadian serupa terjadi kepada Roma ketika dikalahkan Fiorentina 3-0 pada pertandingan leg kedua Europa League 2014/2015 di Stadion Olimpico.

Cerita-cerita terkait perbincangan emosional pesepakbola dengan suporter :

Ketika Dortmund Minta Maaf pada Suporter yang Marah…

Fans Inter, Lihatlah Statistik!

Setelah Dortmund, Giliran Stuttgart Rasakan Kehangatan Tribun


Bedanya, suporter AS Roma tidak menghujani lapangan dengan kembang api. Mereka melemparkan botol ke arah lapangan setelah Roma kebobolan tiga gol pada babak pertama yang dicetak Gonzolo Rodriguez ('9), Marcos Alonso ('18) dan Jose Basanta ('21).

Sejak awal, permainan anak asuh Rudi Garcia memang jauh dari yang diharapkan. Roma bermain seperti tanpa arah dan tujuan. Bahkan, baru berjalan lima menit, kualitas akurasi operan Roma kalah dari Fiorentina. Baru lima menit Fiorentina sudah melepaskan sekitar 40 operan dengan rataan kesuksesan 88%. Di sisi lain, Roma sebagai tuan rumah cuma melakukan operan bola 15 kali dengan rataan kesuksesan 75%.

Saat sudah tertinggal tiga gol, ribuan suporter Roma mulai meninggalkan Stadion Olimpico. Suporter di Curva Sud (tribun selatan) meninggalkan spanduk bertuliskan "Roma memuakan... sampai jumpa nanti,".

Pada babak kedua, De Rossi dan kolega pun hanya ditonton oleh bangku-bangku yang kosong di tribun stadion Olimpico. Membiarkan tribun kosong merupakan salah satu alasan dari tipikal suporter di Italia ketika kesebelasan mereka sedang jelek. Meninggalkan pertandingan bukanlah masalah walau kecintaan kepada kesebelasan tidak berkurang.

Akan tetapi, sebagian tribun stadion Olimpico di Curva Sud kembali lagi terisi ketika 10 menit sebelum pertandingan berakhir. Rupanya para suporter di tribun selatan yang biasa ditempati para Ultras Roma datang bukan untuk memberikan dukungan kepada kesebelasan pujaannya.

Cerita-cerita terkait ultras AS Roma :

Tekan Kerusuhan, Walikota Roma Ajak Suporter Apresiasi Seni

Saat Giordano Bruno Menertawai Perusuh dari Rotterdam

Kekacauan-kekacauan Babak 32 Besar Europa League


Sekitar 10 ribu ultras datang untuk mencibir Roma yang tampil inkonsisten sejak Januari 2015. Roma tidak mencapai target karena gagal meraih Scudetto, Coppa Italia, dan tersingkir dari Europa League. Bahkan target terakhir Roma di Serie-A untuk lolos ke Liga Champions pun terancam disalip Lazio sebagai rival abadi satu kota.

Roma yang menempati peringkat kedua klasemen sementara Serie-A 2014/2015, dikuntit satu poin oleh Lazio yang berada di posisi ketiga. Atas prestasi buruk itu, lahirlah siulan dan cacian dari Ultras Roma yang datang kembali ke tribun selatan Stadion Olimpico. Mereka juga menyanyikan chant dengan lirik "Lakukan kerja yang nyata dan kita hanya support bajunya saja." Penggalan chant tersebut dimaksudkan agar sebaiknya para pemain Roma melepaskan jersey yang mereka kenakan saat itu karena dinilai tidak pantas memakainya.

Bahkan di tribun penonton, Radja Nainggolan yang absen karena akumulasi kartu terlibat cekcok dengan suporter Roma. Gelandang Roma asal Belgia berdarah Indonesia tersebut adu mulut hingga pergi meninggalkan tribun.

Sayangnya usaha Ultras Roma tersebut tetap tidak bisa menyelamatkan kesebelasannya dari kekalahan. Usai laga, teriakan dan siulan para ultras pun semakin kencang. Hal tersebut memaksa hampir seluruh pemain Roma, termasuk Francesco Totti yang absen pada laga Europa Cup, ikut mendatangani tribun selatan.

Kemudian para ultras berbincang dan menyampaikan uneg-unegnya kepada Totti, De Rossi, Alessandro Florenzi dan Morgan De Sanctis. Perbincangan antara pemain Roma dengan suporter sebelumnya sudah terjadi ketika I Lupi ditahan imbang Verona 1-1 pada 22 Februari lalu di Trigora tempat latihan Totti dkk.



"Para fans marah karena kami belum pernah menang di kandang selama tiga bulan. Mereka memiliki banyak hal-hal yang harus diungkapkan," ujar De Sanctis kiper Roma yang dikutip dari Football Italia.

Kini, Roma merasakan apa yang pernah terjadi pada Genoa pada tahun 2012 silam dan Dortmund serta Stuttgart pada akhir-akhir ini. Pada realitanya setelah pertemuan emosional tersebut cuma dua yang terjadi: berhasil lebih baik atau jalan di tempat.

Sejauh ini setelah perbincangan emosional dengan suporter, Stuttgart dan Inter Milan masih jalan ditempat. Stuttgart tetap berkutat di dasar klasemen Bundesliga sedangkan Inter penampilannya masih angin-anginan. Perbincangan positif antara suporter dengan pesepakbola baru berdampak baik kepada Dortmund dan Genoa.

Dortmund secara perlahan menjauhi zona degradasi Bundesliga sedangkan Genoa pada musim ini kembali menjadi kesebelasan kejutan dengan duduk di papan tengah Serie-A 2014/2015.

Pada dasarnya harus dilihat juga maksud dari kesebelasan itu sendiri ketika mendatangi para suporter. Apakah benar-benar untuk mendengar kritikan dan menjadikannya lebih baik, atau hanya sekedar formalitas agar para suporter diam sementara lalu kesebelasan jalan di tempat.

Komentar