Pekan ini, pecinta sepakbola Italia, terutama Juventus, dibikin sedih dengan kepergian bintang mereka, Andrea Pirlo, ke salah satu klub MLS. Pirlo secara resmi bergabung dengan Frank Lampard dan David Villa untuk membela New York City FC. Meski rumor kepindahan Pirlo ke Amerika sudah beredar sejak beberapa minggu yang lalu, namun tetap saja tidak mudah bagi pendukung Juventus untuk menerima kenyataan tersebut.
New York City FC merupakan salah satu klub debutan pada kompetisi sepakbola Amerika, MLS, tahun 2015 ini. Klub yang bermarkas di Yankee Stadium ini baru didirikan pada 2013.
Namun ternyata tidak dibutuhkan waktu lama bagi New York City untuk bisa menarik perhatian warga New York. Mereka langsung berhasil menarik minat warga New York untuk hadir ke stadion menyaksikan pertandingan-pertandingan New York City.
Tidak tanggung-tanggung, rata-rata jumlah penonton yang hadir ke stadion mereka musim ini sudah mencapai 28 ribu penonton. Jumlah ini menempatkan mereka di tempat ketiga jumlah rata-rata penonton terbanyak klub-klub MLS di bawah Seattle Sounders FC dan Orlando City SC (untuk diketahui, rataan penonton kandang Seatle Sounders pada musim 2014 dan 2013 mencapai 43 ribu dan 44 ribu, lebih banyak dari semua kontestan Serie-A). Dan hingga kini, New York City pun telah berhasil menjual tiket musiman sebanyak 17 ribu tiket.
Apa yang dilakukan New York City sehingga berhasil mengalami kemajuan yang luar biasa ini?
New York adalah pasar yang besar, namun tidak ada produk baru yang bisa dengan mudah masuk ke New York. Apalagi untuk satu hal yang masih belum cukup populer di Amerika seperti sepakbola. Jika New York City menawarkan sebuah hiburan kepada warga New York, sudah ada segala macam hiburan di kota New York. Dari mulai pantai, film, pertunjukan, musik, dan berbagai hiburan lainnya ada di kota ini.
Hal ini pun diakui oleh Chief Business Officer (CBO) New York City FC, Tim Pernetti. Ia mengatakan, âIni adalah pasar paling sulit ditembus dan sangat jenuh. Anda bisa pergi ke pantai, pertunjukan, atau apapun bisa anda lakukan di sini.â
Lalu dari mana New York FC memulai hingga mencapai hasil seperti saat ini?
Terdapat satu hal yang menarik dari apa yang dilakukan oleh New York FC setelah diresmikan. Mereka melakukan promosi besar-besaran di bulan May 2013, namun kemudian mengatakan bahwa kesebelasan ini baru akan mulai bertanding pada bulan Maret 2015. Bagaimana mungkin sebuah klub sepakbola sudah berani menyatakan berdiri namun tidak bertanding sama sekali.
Dan yang lebih konyol lagi, mereka mengumumkan diri sebagai sebuah klub sepakbola, namun belum memiliki satu komponen paling penting dari sebuah kesebelasan, yaitu pemain. Bahkan mereka baru memiliki 6 pemain pada bulan Agustus 2014 yang artinya sudah satu tahun berlalu sejak mereka didirikan. Bagaimana mungkin sebuah kesebelasan menyatakan diri tapi untuk membentuk satu tim saja jumlah pemainnya belum mencukupi?
Namun di sini New York City FC justru mengajarkan satu model pemasaran yang unik dan efektif untuk sebuah klub sepakbola yang baru (atau bahkan mungkin untuk perusahan di bidang apapun). Tidak selamanya sebuah produk harus benar-benar jadi 100% terlebih dahulu baru mulai dilakukan pemasaran. Terkadang bisa saja justru pemasaran dilakukan ketika produk tersebut masih dalam bentuk prototype. Cukup tulis âcomming soonâ di halaman depan perusahaan, maka secara tidak langsung perusahaan telah membangun komunikasi dengan calon konsumen sambil mempersiapkan produk dengan sempurna. Dengan begitu, ketika produk sudah siap diluncurkan, perusahaan tidak perlu sibuk mencari konsumen karena konsumen sudah terlebih dulu dibentuk sebelumnya.
Dalam kasus klub sepakbola cara seperti ini akan lebih menguntungkan mengingat salah satu biaya terbesar klub sepakbola adalah pembayaran gaji pemain. Ketika klub sudah harus mulai membayar gaji pemain yang namun belum bisa menjual bisnisnya dengan baik, makan akan timbul permasalahan tersendiri.
Karena itulah, New York City cukup mengontrak dua pemain besar, David Villa dan Frank Lampard, terlebih dahulu. Aktivitas ini seolah-olah mendoktrin suporter sepakbola, bahwa New York FC adalah klub besar karena memiliki dua bintang dunia tersebut. Mereka pun kemudian meminjamkan Frank Lampard ke Manchester City yang membuat secara tidak langsung, nama New York City akan disebut-sebut di kompetisi sepakbola paling megah saat ini, Liga Primer Inggris.
Tidak berhenti sampai disitu, mereka juga tetap melakukan kegiatan-kegiatan pemasaran pada umumnya dengan memasang banner iklan di stasiun kereta bawah tanah, telepon umum, dan di seluruh penjuru di kota New York. Di dunia maya pun mereka melakukan promosi dengan sangat gencar melalui iklan google dan sosial media. Seluruh aktivitas ini seolah-olah membuat warna kota New York berubah menjadi biru muda, sesuai dengan warna klub mereka. Â Satu slogan yang berbunyi, âthis is your city, this is your clubâ pun semakin menanamkan nama New York City FC sebagai klubnya orang New York di benak masyarakat New York semakin dalam.
Dan hasilnya, mereka pun seolah-olah berhasil menenggelamkan klub sepakbola yang sudah lebih dulu bermarkas di New York, New York Red Bull. Lihat saja bagaimana perkembangan follower twitter New York City FC yang kini sudah mencapai 183 ribu follower hanya dalam kurun waktu 2 tahun. Padahal New York Red Bull yang sudah lebih dari 15 tahun berdiri baru memiliki 130 ribu follower.
Dari situ, mereka pun bisa membangun sebuah fan base yang menjadi modal awal mereka ketika memulai kompetisi pada bulan Maret 2015. Mereka pun merawat dengan hubungan antara klub dengan suporter. Salah satu caranya adalah mereka membuat satu aplikasi yang bernama City Voice. Aplikasi ini memungkinkan komunikasi antara pihak klub dan para suporter sehingga mampu menyuarakan apapun yang diinginkan suporter. Suporter bahkan ikut melakukan voting untuk menentukan logo yang akan digunakan oleh New York FC.
Maka sudah tidak sulit lagi bagi pihak manajemen, untuk menjual tiket musiman atau produk-produk lainnya ketika kompetisi di mulai. Mereka sudah memiliki basis suporter yang kuat bahkan sebelum kesebelasan mereka terbentuk. Cukup dengan melakukan kontrak terhadap 6 pemain saja, New York FC sudah dianggap sebagai klub besar di MLS oleh para suporter.
Dan tentu saja, semua ini juga tidak akan bisa tercapai tanpa adanya sumber daya manusia yang kuat di dalam manajemen New York FC. Tim Pernetti selaku CBO New York FC langsung memanggil beberapa nama ahli dibidangnya untuk masuk ke tim manajemen New York FC. Iya memanggil rekannya di Rutgers University, Doug Fillis. Bersama Fillis, Pernetti pernah memecahkan rekor klub atletik sekolah dengan pendapatan paling tinggi yang pernah ada.
Pernetti kemudian memanggil Josh Neier untuk mengisi posisi Senior Director of Finance. Sebelumnya Neier menangani urusan finansial MLS selama 10 tahun. Maka pengetahuannya soal finansial sepakbola Amerika sama sekali tidak perlu diragukan lagi.
Dan untuk melengkapi skuatnya, Pernetti memanggil Mike Quarino, mantan Vice president of ticket sales & fans services di Philadelphia Union. Bersama Philadelphia Union, Mike Quarino mencatatkan prestasi berupa rekor penjualan tiket musiman di tahun 2011 dan 2012.
Dan memang juga tidak bisa dipungkiri, semua ini semakin dilengkapi koneksi yang dimiliki oleh New York FC. Dengan berada di belakang Etihad Airways tentu memudahkan jalan mereka untuk menarik sponsor-sponsor lainnya. Serta hubungan mereka dengan New York Yankee dan Manchester City juga secara tidak langsung menarik masyarakat untuk mau mendukung New York FC.
Dengan semua kombinasi cara itulah, New York FC, yang baru seumur jagung umurnya, sebuah kesebelasan ingusan secara usia, bisa langsung merebut dan menaklukkan New York -- setidaknya dari NY Red Bull.
Komentar