Kegagalan FC Porto pada musim 2013-14 membuat suporternya gerah. Bagi kesebelasan sekelas Porto, mengakhiri musim kompetisi di posisi ketiga klasemen Liga Protugal, di belakang Benfica dan Sporting Lisbon, bukan hal mudah untuk diterima. Parahnya lagi, kegagalan itu menular tidak hanya di liga. Porto juga gagal di Piala Portugal dan Piala Liga.
Akhirnya, Jorge Nuno Pinto da Costa, sang presiden Porto, mengambil langkah tegas. Ia berencana untuk mereformasi skuatnya yang saat itu sempat berganti tampuk kepelatihan dari tangan Paulo Fonseca menuju Luis Castro di musim 2013-14.
Menyambut musim 2014-15 yang lalu, sang presiden dengan berani mendatangkan Julen Lopetegui, pelatih muda yang belum banyak berpengalaman di kesebelasan besar apalagi di luar Spanyol. Rekam jejaknya hanya pernah menangani tim B dari Rayo Vallecano, Real Madrid Castilla dan skuat muda tim nasional Spanyol saja. Namun, dengan bermodalkan gelar juara Piala Eropa U19 dan U21, sang presiden Jurge Nuno sangat percaya diri merekrutnya.
Hal itu direfleksikan dari konferensi pers saat perkenalan sang pelatih Spanyol tersebut. Ia menuturkan: âKami sangat senang untuk menghadirkan pelatih baru yang sebetulnya tak perlu dikenalkan lagi karena ia (Lopetegui) sudah terkenal dengan kesuksesannya bersama timnas muda Spanyol.".
âItu mengapa kami menawarkan kontrak tiga tahun kepada Lopetegui karena kami ingin membangun skuat yang solid dan akan membawa ke habitat (juara) yang pernah kita rengkuh dulu," tambah sang presiden seperti ikutip dari laman Fourfourtwo.
Singkat cerita, Lopetegui menerjemahkan ambisi sang presiden dengan caranya sendiri yaitu membawa pemain-pemain Spanyol atau bahkan yang pernah bermain di Liga Spanyol untuk memenuhi target. Tercatat ada tujuh nama pemain asli Spanyol yang ia boyong ke Do Dragao, markas Porto. Sisanya ia bawa pemain luar Spanyol yang pernah mencicipi Liga Spanyol.
Eksperimen Spanyolisasi skuat Porto a la Lopetegui ternyata belum membawa hasil positif di musim pertamanya. Finish di urutan kedua, belum pernah menang di Derby OâClasico (vs Benfica) dan dihancurleburkan oleh Bayern Munchen pada leg kedua perempat final Liga Champions dengan skor 6-1 jelas bukanlah permulaan yang bagus bagi Lopetegui di Porto.
Mungkin, hal yang bisa ia banggakan adalah ketika Porto menaklukkan Bayern di Do Dragao dengan skor 3-1 dan satu lagi ketika ia memperjuangkan harga dirinya dan harga diri Porto saat bentrok dengan Jorge Jesus, sang pelatih Benfica di laga OâClasico musim lalu yang berkesudahan 0-0. Dengan lantang ia menyerukan bahwa Porto mencoba bermain menyerang untuk menang dan tim lainnya (Benfica) hanya bermain untuk imbang.
Kini musim keduanya di Porto, Lopetegui masih terus membangun ambisi-ambisinya untuk membawa Porto ke tangga juara. Kegemarannya untuk membawa pemain Spanyol ke dalam skuat Porto terus berlanjut. Kini giliran pemain berbakat Alberto Bueno dan yang paling fantastis tentu kedatangan sang ikon sekaligus kapten Real Madrid, Iker Casillas, sebagai rekrutan teranyar Lopetegui dari kampung halamannya.
Iker Casillas tentu sudah mempertimbangkan matang-matang kepindahannya menuju Portugal. Karena, jika melihat keadaan skuat Porto sekarang, apalagi dari aspek kuantitas kiper, Porto kini memiliki lima kiper (termasuk Casillas sendiri).
Secara pengalaman bermain, Iker sudah tentu lebih layak untuk bermain sebagai kiper utama Porto dan memimpin rekan-rekannya dari bawah mistar gawang. Namun, relakah Helton selaku kiper utama Porto musim lalu, jika digeser tempatnya oleh Iker? Tentu ini menjadi salah satu pekerjaan rumah bagi sang pelatih, Lopetegui.
Spanyolisasi a la Lopetegui juga ia terapkan dalam cara bermain Porto dalam satu musim terakhir. Penguasaan bola yang dominan dalam menciptakan peluang dan agresif saat menyerang adalah karakter yang coba ditanamkan sang pelatih yang dulu pernah membela Barcelona dan Real Madrid sebagai pemain.
Dari segi statistik, karakter tersebut sangat kentara. Pada ajang Liga Champions musim lalu, Porto termasuk lima besar tim yang paling banyak menguasai bola dengan rataan persentase 56,3%. Catatan mereka ini hanya kalah dari Munchen, Barcelona, Arsenal dan Real Madrid.
Meski begitu, ia selalu menekankan kepada pemainnya perihal efektifitas penguasan bola. Menurutnya, âKetika kita memiliki bola, idealnya kita akan bermain menyerang dan lawan hanya mampu bertahan. Masalahnya adalah bagaimana kita memanfaatkan bola tersebut, dimana posisi anda ketika mendapatkan bola tersebut dan bagaimana bisa anda mendapatkan bola tersebut."
Ia juga melanjutkan, âSepertinya teori mengatakan bahwa ketika kita menguasai bola, maka kita memiliki kesempatan untuk memenangkan pertandingan. Tetapi, tidak ada matematika dalam sepakbola. Anda harus lebih agresif dalam penguasaan bola dan dipadukan dengan gaya bermain menyerang. Tentu, berbeda lawan,, maka berbeda pula cara pendekatan menyerang lawan tersebut.â
Dengan demikian, Lopetegui mempunyai visi yang lumayan jelas. Hengkangnya Jackson Martinez tentu akan menjadi problem tersendiri karena Jackson Martinez adalah top skor Porto musim lalu. Namun kehilangan Martinez sudah diantisipasi dengan datangnya Alberto Bueno dari Rayo Vallecano.
Rekrutan musim ini yang cenderung dipenuhi oleh pemain tengah mengindikasikan Porto akan bermain menumpuk gelandang tengah kreatif dengan formasi andalan 4-5-1 demi kelancaran sirkulasi bola saat mereka membangun serangan. Namun, sebagai catatan, Lopetegui mestilah mencari satu lagi penyerang yang bertipikal oportunis karena Alberto Bueno saja tidak cukup.
Mungkin, dengan datangnya Casillas yang berstatus sebagai ikon dan kapten tim nasional Spanyol, ini adalah puncak tertinggi dari level Spanyolisasi a la Lopetegui di skuat Porto. Namun, tidak menutup kemungkinan juga Lopetegui akan terus menambah kekuatan timnya dengan melirik pemain Spanyol berikutnya, atau setidaknya pemain yang sudah mencicipi atmosfir La Liga.
Rasa-rasanya, mungkin titel juara hanya tinggal menunggu waktu saja bagi mereka. Paling tidak, titel liga domestik yang hilang dari mereka selama dua musim ke belakang akan kembali pulang.
Komentar