Membicarakan keberhasilan FC Augsburg lolos ke kejuaraan tingkat Eropa untuk kali pertama adalah membicarakan hasil kerja Markus Weinzierl. Dengan biaya seadanya, Weinzierl sanggup membentuk sebuah kesebelasan menjadi kuat. Augsburg tidak berisikan pemain-pemain hebat, namun pemain-pemain yang tepat.
Termasuk di antara para pemain yang tepat untuk Augsburg adalah Pierre-Emile Højbjerg, yang didatangkan dari kesebelasan kota tetangga, FC Bayern München, di pertengahan musim. Tanpa Højbjerg, lolos langsung ke fase grup Europa League mungkin tidak akan menjadi milik Augsburg.
Tidak seperti perburuan gelar juara yang dikuasai Bayern dan zona Champions League yang hanya melibatkan tiga kesebelasan (VfL Wolfsburg, Borussia Mönchengladbach, dan Bayer Leverkusen), tempat teratas di zona Europa League ketika Bundesliga tinggal tersisa dua pekan masih melibatkan lima kesebelasan.
Sebagai catatan, dari Jerman hanya ada tiga kesebelasan yang berhak lolos ke Europa League: dua lewat Bundesliga, dan satu lainnya dari DFB-Pokal. Penghuni peringkat kelima di akhir musim Bundesliga berhak lolos langsung ke fase grup sementara kesebelasan yang menduduki peringkat keenam harus menjalani putaran kualifikasi.
Di pekan ke-32, Augsburg masih menguasai peringkat kelima dengan raihan angka 46. Tepat di belakang mereka ada FC Schalke 04 yang berjarak satu angka saja. Setelahnya ada Borussia Dortmund dan SV Werder Bremen (sama-sama 43 angka) dan TSG Hoffenheim (41).
Hasil negatif di pekan ke-33 â kalah 1-2 saat menjamu Hannover 96 di SGL Arena â membuat raihan angka Augsburg tak bertambah. Di saat yang bersamaan, Schalke mengantungi kemenangan satu gol tanpa balas melawan SC Paderborn di Gelsenkirchen. Schalke merebut peringkat lima dari tangan Augsburg dengan keunggulan dua poin. Borussia Dortmund mengintai di peringkat ketujuh, terpaut tiga angka dari Augsburg namun memiliki selisih gol yang lebih baik.
Jika Augsburg kalah di pekan terakhir, tiket lolos otomatis ke Europa League akan jatuh ke tangan Schalke, tak peduli bagaimana hasil pertandingan kesebelasan asal Gelsenkirchen tersebut. Tak hanya itu, jika Augsburg kalah dan Dortmund menang, Augsburg akan terlempar dari zona Europa League. Menang menjadi harga mati.
Bertandang ke Mönchengladbach, Augsburg tertinggal pada menit ke-36. Raffael memanfaatkan bola hasil tendangan Patrick Herrmann untuk membawa Gladbach unggul. Tuan rumah memasuki ruang ganti membawa keunggulan.
Augsburg tak boleh kalah, namun mereka tak juga berhasil menemukan gol-gol yang mereka cari hingga pada akhirnya, di menit ke-72, Pierre-Emile Højbjerg mengambil inisiatif. Mendapat bola liar di luar kotak penalti, pemain asal Denmark tersebut menyentuh bola tiga kali.
Sentuhan pertama membuat bola berada penuh di bawah penguasaannya. Dengan sentuhan kedua ia mendorong bola ke posisi yang ia inginkan. Christoph Kramer datang mendekati Højbjerg dan André Hahn berusaha merebut bola dari titik buta. Keduanya tak berhasil karena Højbjerg menyentuh bola untuk kali ketiga, dan sentuhan ini lebih kuat dari dua sebelumnya.
Bergabung dengan Kramer dan Hahn ke dalam kelompok pemain-pemain yang tidak kuasa menyentuh bola Højbjerg adalah penjaga gawang Mönchengladbach, Yann Sommer. Bola yang berbelok di udara berakhir di sudut gawangnya dan Sommer tak mampu berbuat apa-apa untuk mencegah Augsburg menyamakan kedudukan.
Dua gol tambahan, dari Tim Matavz dan Sascha Mölders, memastikan kemenangan Augsburg 3-1. Schalke kalah 0-2 di kandang Hamburger SV sehingga peringkat kelima di akhir musim menjadi milik Augsburg. Mereka lolos ke Europa League dan Højbjerg memainkan perannya dalam peristiwa bersejarah.
Højbjerg membantu Augsburg lolos ke Europa League namun ia sendiri tidak akan ambil bagian dalam kejuaraan tersebut. Tempatnya adalah di Champions League, bersama Bayern, karena ia pantas berada di sana.
Kesuksesan Augsburg bermain gemilang tak lepas dari peran sang pelatih Markus Weinzierl. âIa muda, namun hasil kerjanya luar biasa,â ujar Pep Guardiola
Højbjerg, kata eks pemain Tim Nasional Denmark, Kim Vilfort, memiliki semua sifat yang dibutuhkan untuk naik ke level yang lebih tinggi. Masih menurut Vilfort, secara mental pemain berusia 19 tahun tersebut juga sudah pantas berada di antara pemain-pemain yang lebih baik sementara kebanyakan pemain seusianya belum pantas.
âSebagai manusia,â tambah Vilfort, âia lebih dewasa dari orang-orang seusianya. Ia barangkali siap untuk lebih banyak urusan orang dewasa ketimbang para pemain lain.â
Selain Vilfort, Josep Guardiola, pelatih kepala Bayern, juga menaruh percaya kepada Højbjerg. Enam belas pertandingan bersama Augsburg yang membentuknya menjadi pemain yang lebih baik tidak akan berarti jika di musim 2015/16, Højbjerg tidak mampu menjawab kepercayaan bersama Bayern. Semua, dengan kata lain, tergantung Højbjerg seorang. Nasibnya di masa depan, sebagaimana orang lain juga, memang ada di tangannya sendiri.
Komentar