Meski telah memutuskan pensiun sejak tiga tahun lalu, Lee Bowyer menyatakan belum akan melanjutkan karirnya di sepakbola. Gelandang yang memulai karirnya di Charlton Athletic tersebut sebenarnya telah memiliki lisensi kepelatihan UEFA B. Meskpun demikian, ia masih begitu santai dan tidak terburu-buru untuk menjadi pelatih ataupun menjadi pengamat sepakbola.
Beberapa waktu lalu, Daily Mail mendapatkan wawancara eksklusif terhadap pemain yang terkenal keras sewaktu di lapangan ini. Berikut kami sarikan untuk Anda.
Di sebuah danau tua bernama La Fritterie, Champagne, Perancis, Bowyer berpose dengan tenang. Ia menunjukkan sikap santai layaknya seorang pria penyayang anak kecil yang tak pernah berkelakuan buruk.
Bowyer senang memancing. Baginya memancing merupakan aktivitas penghilang penat. Saat masih aktif bermain bola, ia seringkali memanfaatkan waktu libur kompetisi untuk sekadar memancing di Prancis dengan teman-temannya.
Maka dari itu, Bowyer menjadikan Danau La Fritterie sebagai lahan bisnis. Ia menyewakannya kepada para pemancing yang ingin menghabiskan waktu menangkap ikan. Atau kalau sedang sepi, ia beristirahat di danau yang berbentuk seperti busur panah tersebut.
Bowyer beralasan kalau ia jarang sekali menggunakan waktu senggang kompetisi untuk berlibur atau sekadar santai. Bowyer mengungkapkan jika waktu senggangnya tersebut dihabiskan menonton tayangan ulang pertandingan sedikitnya tiga kali agar ia bisa mengevaluasi kesalahan dirinya sendiri saat bertanding. "Memancing memungkinkan untuk mematikan mimpi buruk saya," ucap Bowyer.
Bowyer pun menambahkan kalau ia pernah memanangkan lomba memancing dengan David Seaman (eks kiper Arsenal), Â Mark Noble (West Ham), dan Bobby Zamora (Queens Park Rangers) dengan tangkapan rekor ikan mas senilai 74 poundsterling.
Selain bisnis, Bowyer juga membagi waktu untuk keluarganya di Essex, Inggris. Bagi anak kembarnya, Bowyer adalah seorang sosok ayah yang membanggakan. Dalam kehidupan barunya, Bowyer berubah menjadi sosok yang ramah dan jauh dari kesan gahar saat bermain di lapangan.
Pemain kelahiran 1977 tersebut tergolong sebagai gelandang bertahan dengan gaya permainan keras, tapi mampu mengembangkan permainan. Saat bermain di Leeds United sejak 1996 hingga 2003, ia selalu menjadi andalan manajer David O'Leary yang mulai melatih Leeds pada 1998. Ia menyokong pergerakan dua penyerang haus gol Leeds kala itu, Mark Viduka dan Harry Kewell.
"Orang-orang mengatakan kami itu kotor tapi kami kompetitif," celotehnya tentang kenangannya saat berseragam Leeds.
Tapi bersama Leeds ia tidak terus dinaungi kemuliaan selama-lamanya setelah sekitar 2001 terlibat perkelahian. Satu orang tidak bersalah terluka akibat perekelahian antara dua kolompok di pusat kota York Shire saat itu.
Simak juga cerita-cerita tentang Hooliganisme pada tautan ini
Alhasil Bowyer tidak dipanggil kesebelasan negara Inggris untuk ajang Piala Dunia 2002 Korea-Jepang karena dampak dari hasil pengadilan. Padahal kala itu penampilannya tengah memucak dan ia ingin menambah jam terbang bersama Inggris lebih dari satu kali dalam catatan sepakbola profesionalnya.
Apalagi mengingat jika mantan mantan pemain West Ham United ini pernah menjabat kapten Inggris U-21. "Sementara kasus pengadilan yang terjadi saya sedang bermain sepakbola terbaik saya," imbuh Bowyer.
Begitu juga ia dikenal dengan perkelahiannya dengan Kieron Dyer, rekan setimnya di Newcastle, pada 2 April 2005 dan kemudian harus mengeluarkan permintaan maaf kepada Graeme Souness manajernya saat itu.
Pada pertandingan tersebut Newcastle sedang mengalami kekalahan 3-0 dari Aston Villa. Dirinya sedikit menyesali dan berandai-andai jika konfrotasi saat itu tidak akan terjadi jika kedudukan kesebelasannya menang.
Tapi Bowyer mengatakan jika ia masih berteman baik dengan Dyer pasca perkelahian di tengah lapangan tersebut. Bahkan tidak jarang mereka bersama dengan Sir Bobby Robson meminum bir dan tertawa bersama setelah bermain golf.
"Ketika Anda bermain sepakbola, terkadang Anda harus seperti itu. Anda harus menang. Tapi kadang-kadang keinginan itu pergi terlalu jauh," tutur Bowyer.
Pada laga terakhirnya melawan Leicester City sebagai pesepakbola profesional di Ipswich saat itu ia masih berusia 35 tahun. Setidaknya masih cukup bagi pemain dengan posisi gelandang bertahan berseragam kesebelasan kecil.
Tapi usai pertandingan tersebutlah Bowyer meyatakan pensiun kendati mendapatkan tawaran karir lagi untuk satu musim ke depan. Manajer Ipswich saat itu. Paul Jewell, mengatakan kepadanya masih membutuhkan tenaga pria yang pernah mempersembahkan Birmingham City juara Piala Liga 2011.
"Aku tidak bisa berpikir itu adalah masalah besar. Aku mencintai permainan ini tapi tubuh saya sudah mengatakan waktunya untuk berhenti," ungkapnya.
Begitu juga dengan santainya melanjutkan hidupnya dalam dunia sepakbola. Dirinya mengutarakan ketika menjadi pemain ia terbiasa datang latihan jam 9.00 kemudian bisa pulang pukul 13.00, tapi jika menjadi pelatih ia memang berada di lapangan pukul 9.00 namun bisa pulang lebih dari pukul 23.00. Hal tersebutlah salah satu alasan Bowyer tidak terburu-buru untuk meluluskan lisensi-lisensi kepelatihan berikutnya.
Sementara itu Bowyer hanya ingin menikmati dahulu masa pensiunnya apalagi ia tidak terlalu mau mengingat masa sedihnya dengan Kesebelasan Negara Inggris. Sepakbola memang memberikannya gaya hidup tapi sekarang ia tidak lagi harus bermimpi karena saat ini ialah orang yang sedang melalui pilihan jalan hidupnya.
Komentar