Akhir musim torneo Liga Primer Argentina musim 2011, berakhir memilukan bagi salah satu kesebelasan terbesar di Argentina, River Plate. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, kesebelasan yang telah berusia lebih dari satu abad ini harus terdegradasi ke divisi dua.
Sang presiden yang merupakan salah satu legenda Argentina, Daniel Passarella, mengaku bersalah atas kegagalan tersebut. Apalagi hutang klub yang saat itu dikabarkan mencapai 19 juta US Dollar, harus membuat River menjual satu per satu pemain terbaiknya.
Meskipun begitu, Passarella enggan lengser dari jabatannya. Ia merasa bertanggung jawab atas kegagalan tersebut dan bertekad mengembalikan harkat dan martabat River sebagai salah satu kesebelasan terbaik di Amerika Selatan.
Dan ternyata, tak membutuhkan waktu lama bagi kapten timnas Argentina pada Piala Dunia 1978 tersebut untuk membuktikan ucapannya. Pada 6 Agustus 2015, River Plate berhasil merengkuh trofi juara Copa Libertadores ke-3. Mereka mengalahkan wakil Meksiko, Tigres, dengan agregat 3-0. Di leg pertama di Meksiko, laga berakhir dengan skor 0-0. Di laga kandang, River menghajar kesebelasan Meksiko yang diperkuat Andre-Pierre Gignac dengan skor 3-0.
Hal ini tentunya menjadi prestasi tersendiri bagi River Plate. Kesebelasan berjuluk Los Millionarios tersebut hanya membutuhkan waktu empat tahun untuk kembali menguasai Amerika Selatan setelah terdegradasi. Dan talenta-talenta muda River menjadi salah satu fondasi kuat bagaimana River kembali menjadi yang terbaik di Amerika Selatan saat ini.
Keputusan Keliru Passarela
Berbicara mengenai pemain muda di River Plate, talenta berbakat dari akademi River Plate tak akan ada habisnya. Pemain-pemain seperti Ariel Ortega, Hernan Crespo, Javier Saviola, hingga Gonzalo Higuain dan Falcao, atau dari Matias Almeyda hingga Javier Mascherano, belum lagi pemain macam Pablo Aimar, Andres DâAlessandro, hingga Erik Lamela, adalah contoh-contoh pemain yang merupakan produk akademi River Plate.
Hampir setiap musim, akademi memang selalu menghasilkan pemain muda berbakat yang siap berlaga untuk skuat senior. Filosofi River yang memberikan banyak kesempatan pada para pemain mudanya pun membuat pemain muda mereka cepat berkembang dan memiliki pengalaman bermain yang banyak.
Karenanya, meski memiliki hutang yang cukup besar, River sebenarnya tak pernah kehabisan pemain bertalenta dari akademinya. Para pemain muda tersebut, bahkan bisa menjadi sumber pendapatan lain ketika terdapat kesebelasan lain yang tertarik merekrut salah satu pemainnya.
Tapi sebuah keputusan keliru diambil Passarella pada musim 2010/2011. Saat itu, ia menunjuk salah satu legenda River Plate lainnya, Juan Jose Lopez, untuk menangani River yang tampil mengecewakan bersama Angel Cappa dan Leonardo Astrada pada musim sebelumnya.
Jose Lopez merupakan pelatih yang memiliki catatan buruk saat melatih. Jose Lopez tak pernah melatih di sebuah kesebelasan lebih dari satu musim. Saat musim berakhir, ia selalu diberhentikan karena kinerjanya yang tak memuaskan. 10 musim berkarir sebagai pelatih, 10 kali pula tercatat ia berganti kesebelasan.
Jose Lopez awalnya ditunjuk Passarella menjadi pelatih muda River pada 2010. Namun saat menjadi caretaker River pasca dipecatnya Angel Cappa, ia berhasil meraih 13 poin dari 18 poin maksimal dan mengangkat posis River ke peringkat empat pada Apertura. Inilah yang menjadikannya sebagai pelatih kepala River pada Apertura.
Namun Jose Lopez tak seperti pelatih River kebanyakan yang memberikan banyak kesempatan bermain pada pemain muda. Dalam skuatnya, ia masih mengandalkan pemain uzur seperti Ortega dan Almeyda yang kala itu sudah berusia 36 tahun.
Hanya tiga pemain muda yang mendapatkan menit bermain yang banyak. Mereka adalah Roberto Pereyra, Erik Lamela, dan Rogelio Mori. Sementara di bangku cadangan, masih ada nama Diego Buonanotte, Manuel Lanzini, dan Ezequiel Cirigliano yang cukup berpotensial.
Meskipun mengakhir posisi di peringkat sembilan pada Clausura, sistem Liga Primer Argentina yang menentukan kesebelasan degradasi lewat jumlah rata-rata poin yang diraih dalam tiga musim terakhir menempatkan River Plate berada di peringkat 17. Sialnya, Jose Lopez gagal memberikan kemenangan saat menjalani laga play-off menghadapi Belgrano.
Jose Lopez dianggap menjadi faktor terdegradasinya River meski hanya menangani selama beberapa bulan. Tapi catatan Jose Lopez yang juga pernah mendegradasikan Talleres pada 2004, membuatnya dijuluki The Relegated Man.
Penebusan Dosa Passarella
Kesalahan menunjuk pelatih tak berpengalaman seperti Jose Lopez tak mau diulangi kembali oleh sang presiden, Passarella. Ditambah lagi dengan kondisi finansial River yang saat itu sedang tak baik, membuat Passarella berhati-hati dalam memilih pelatih. Tapi ia lebih memilih 'berjudi' dengan menunjuk Almeyda yang memutuskan untuk menjadi pelatih setelah degradasi bersam River.
Meskipun begitu, Almeyda yang pernah malang melintang di Eropa ini memiliki keberanian yang tak dimiliki Jose Lopez, memainkan pemain muda akademi River. Hengkangnya Lamela ke AS Roma dan Pereyra ke Udinese tak membuat River kesulitan menemukan pemain pengganti.
Almeyda dengan berani menjadikan Lucas Ocampos yang masih berusia 16 tahun menjadi penghuni pemain inti. Sementara Cirigliano (yang dilupakan Jose Lopez), Leandro Chichizola (21 tahun), Ramiro Mori (20 tahun), dan Daniel Vilallva (18 tahun) mendapatkan kesempatan bermain yang cukup banyak. Hadirnya David Trezegut pun tak membuat Almeyda mengesampingkan para pemain mudanya.
Pun begitu setelah promosi pada tahun berikutnya. Para pemain yang dipromosikan ke kesebelasan utama tak hanya menjadi pelengkap bangku cadangan. Eder Balanta dan Matias Kranevitter adalah dua pemain akademi yang menyempurnakan kombinasi pemain muda-senior.
Para pemain senior yang direkrut Almeyda pun tak membutuhkan biaya yang cukup mahal. Pasalnya, Almeyda hanya mengincar para pemain-pemain berpengalaman yang pernah membela River Plate. Fernando Cavenaghi dan Leonardo Ponzio adalah dua pemain lulusan akademi River yang direkrut kembali dengan status bebas transfer.
Ternyata kemampuan managerial-nya yang hanya membuat River finish di urutan ke-9 pada Apertura tak cukup puas bagi Passarella meski pencapaiannya terbilang lumayan. Menjelang Clausura, Almeyda dipecat dan digantikan oleh salah satu pelatih yang pernah sukses mengantarkan sejumlah trofi bagi River pada akhir 90-an, Ramon Diaz.
Pengalaman Ramon Diaz yang pernah berkarir di Jepang sebagai pemain dan pelatih ini terbukti dengan mengantarkan River menjadi Runner-up pada Clausura yang mengantarkan mereka pada Copa Sudamericana. Padahal tak banyak perubahan dalam skuat River saat itu, hanya mendatangkan dua pemain baru pada pertengahan musim.
Ramon Diaz lantas mengantarkan River menjuarai Liga Primer Argentina pada musim berikutnya, 2013/2014. Setelah terseok-seok pada Apertura dengan menempati urutan 17, pada Clausura, River menempati peringkat pertama. Pencapaian ini mengantarkan River ke babak final menghadapi juara Apertura, San Lorenzo. Skor tipis 1-0 sudah cukup menjadikan mereka menjadi juara Liga Primer Argentina yang berubah sistem pada 2014.
Meskipun begitu, Ramon Diaz memilih untuk mengundurkan diri beberapa hari setelah menjuarai liga karena tak sepaham dengan Passarella. Namun kabar lain menyebutkan bahwa Ramon Diaz ingin melatih timnas, di mana saat ini ia menjadi pelatih timnas Paraguay.
Sebagai gantinya, Passarella menunjuk legenda River lainnya, Marcelo Gallardo. Gallardo yang mulai menjadi pelatih pada 2011, memiliki prestasi mengantarkan Nacional Montiviedo menjuarai Liga Uruguay. Kehilangan pemain andalan seperti Manuel Lanzini dan Vilallva yang dijual, pelatih yang pernah merumput bersama Monaco dan Paris Saint-Germain ini hanya mendatangkan Leonardo Pisculichi (eks-pemain River) dan Julio Chiarini.
Jika ditarik benang merah, River Plate selalu menunjuk pelatih yang merupakan mantan pemain River Plate itu sendiri (pun begitu dengan pemain yang direkrut merupakan pemain yang pernah membela River). Hal ini dikarenakan agar filosofi River Plate dalam mengembangkan para pemain mudanya tetap dipertahankan.
Bersama Gallardo, para pemain muda semakin mendapatkan kesempatan bermain. Gallardo sendiri gemar merotasi skuatnya demi memberikan menit bermain bagi para pemain muda. Sebastian Driussi, Lucas Boye, Emanuel Mammana, adalah pemain yang masih berusia 19 tahun namun cukup mendapatkan kepercayaan lebih dari Gallardo.
Selain ketiga pemain di atas, masih ada nama-nama pemain muda potensial seperti Ramiro Mori, Mattias Kranevitter, German Pazzella, Camilo Mayada, Augusto Solari, dan Gonzalo Martinez, para pemain di bawah usia 25 tahun yang menjadi andalan Gallardo. Pada musim ini, hanya Cavenaghi yang cukup reguler bermain sejak menit pertama.
Meski dihuni banyak pemain muda, Gallardo tetap bisa meraih sejumlah prestasi. Setelah menjuarai Copa Sudamericana, giliran Recopa Sudamericana (juara Sudamericana melawan juara Libertadores) berhasil diraih River.
Dan pada musim 2015, River Plate masih berada di papan atas, atau tepatanya berada di peringkat tiga dengan defisit tiga poin dan unggul satu pertandingan. Laga yang tertunda ini karena River harus menjalani dua leg laga final Copa Libertadores, di mana kemudian keluar sebagai juara dengan agregat 3-0.
Menjuarai Copa Libertadores 2015 memang seolah menjadi penebusan dosa bagi Passarella. Setelah keliru menunjuk pelatih tak berpengalaman, Jose Lopez, ia berjudi dengan Almeyda dan menunjuk dua pelatih sarat prestasi yang bisa mengembangkan para pemain mudanya. Â Hasilnya, hanya dalam empat tahun, River telah kembali menjadi River Plate yang merupakan salah satu kesebelasan terbaik di Amerika Selatan.
foto: in.finance.yahoo.com
Komentar