Baru-baru ini, Jerman menyatakan penerimaan mereka terhadap para pencari suaka. Kesebelasan-kesebelasan Jerman pun menyuarakan hal yang sama. Dalam hal ini, Borussia Dortmund selangkah lebih maju.
Di antara negara-negara Uni Eropa, ada sebuah kesepakatan bernama Dublin Regulation, yang mengatur soal negara-negara yang bertanggung jawab terhadap para pencari suaka. Menurut Dublin Regulation, para pencari suaka hanya boleh mencari suaka di negara pertama yang mereka datangi. Jika mereka mencari suaka di negara kedua yang mereka datangi, maka negara tersebut berhak mendeportasi sang pencari suaka ke negara pertama yang didatanginya. Jerman menginginkan adanya perubahan aturan.
Jerman, menurut Time, merasa aturan yang berlaku saat ini memberatkan negara-negara yang mudah dijangkau oleh para pencari suaka seperti Yunani dan Italia. Efeknya, di negara-negara tersebut terjadi penumpukan para pencari suaka. Jerman merasa perlu ada aturan baru yang mengizinkan para pencari suaka mencari suaka di negara yang bukan negara pertama yang mereka datangi. Malah, Jerman sudah menangguhkan Dublin Regulation dan menerima para pencari suaka dari Suriah dengan tangan terbuka.
Jerman memperkirakan mereka akan menerima 800 ribu imigran per akhir tahun ini. Namun dengan mengurangi masalah di Yunani dan Italia, pemerintah Jerman berpotensi menambah masalah di negara mereka sendiri.
https://twitter.com/Cnyari/status/638000120185929728
"Jika kita tidak memperkenalkan pengetahuan bahasa dan budaya kita, kita dalam waktu dekat akan menghadapi konflik budaya ÃÃ?â??" konflik-konflik yang dibentuk oleh agama-agama yang para pengikutnya bermigrasi ke Jerman," ujar sosiolog Jerman, Hans-Georg Soeffner, sebagaimana dikutip dari Deutsche Welle. "Sudah ada 4,5 juta umat Muslim di Jerman. Jumlah mereka meningkat secara perlahan sehingga konflik budaya tidak begitu terdengar di Jerman. Namun kini migrasi terjadi dengan cara yang sama sekali berbeda. Dan kita tahu bahwa imigrasi membawa serta konflik agama ÃÃ?â??" seperti konflik antar sesama Muslim."
Kekhawatiran melahirkan penolakan. Di sepakbola, penolakan sangat mungkin ditunjukkan oleh Hooligan Gegen Salafisten (Hooligan Menentang Salafiyah). Namanya terdengar suci, namun HoGeSa pada praktiknya adalah gerakan Neo-Nazi yang berkedok pendukung sepakbola. HoGeSa menjadikan penolakan masyarakat Jerman terhadap faham Salafiyah (dan kecintaan masyarakat Jerman terhadap sepakbola) kendaraan untuk mengumpulkan massa. Kepada masa yang terkumpul itu HoGeSa akan menanamkan doktrin fasisme. Akhir Oktober tahun lalu HoGeSa mengadakan pertemuan di kota Dortmund.
Borussia Dortmund tidak terpengaruh. Mereka sudah dan selalu menjadi kesebelasan paling lantang menyuarakan penolakan terhadap fasisme. Mereka punya sikap yang jelas: anti fasisme, antifa. Saat HoGeSa mengadakan pertemuan di kota mereka di akhir Oktober tahun lalu, Dortmund mengundang para pencari suaka untuk menonton pertandingan melawan Hannover 96 di Westfalenstadion.
Kali ini, saat Jerman menyatakan penerimaan mereka terhadap para pencari suaka sedang hangat-hangatnya, kesebelasan-kesebelasan Jerman menyatakan penerimaan yang sama di stadion-stadion mereka.
Dortmund, seperti biasa, selangkah lebih maju dalam hal ini: mereka mengundang 220 pencari suaka dari Suriah menyaksikan pertandingan melawan Hertha Berlin. Jumlah tersebut tidak sedikit. Dan mengingat sepakbola sekarang sudah menjadi industri, memberi tempat secara cuma-cuma kepada sebanyak itu manusia jelas bukan kemurahan hati yang dapat dianggap biasa.
Komentar