Apresiasi demi Prestasi
Pelle dan Koeman seperti menjadi formula kekuatan Southampton. Sebelumnya, The Saints pernah memecahkan rekor transfer klub pada 2013 saat mendatangkan Dani Osvaldo, yang juga berkebangsaan Italia. Namun, Osvaldo kurang bisa beradaptasi dengan sepakbola Inggris di mana ia kemudian dipinjamkan ke Juventus enam bulan kemudian.
Pelle menyatakan kalau terdapat kultur yang berbeda dibanding Inggris dan Italia. Di negeri tempatnya lahir, ia mendapatkan tekanan yang luar biasa besar, sementara di Italia (ralat: Inggris)Â lebih santai.
Rasa santai itu dirasakan Pelle bukan karena longgarnya nilai kompetitif liga, melainkan karena lingkungan tempatnya tinggal yang selalu memberi apresiasi. Meskipun demikian, hal tersebut menjadi pelecut buat Pelle karena semua orang bekerja dengan baik dan memberi apa yang ia butuhkan, âJadi kini tergantung pada Anda untuk bekerja menggapai yang Anda mau. Saya lebih dewasa sekarang dan saya tahu apa yang saya inginkan.â
Mudah mengukur hebat tidaknya seorang striker yakni dari jumlah gol. Hal tersebut bukan sekadar untuk diri sendiri, tetapi untuk tim sebagai kesatuan, âkarena rekan-rekan di belakang Anda membutuhkan Anda mencetak gol.â
âJika aku bermain buruk dalam pertandingan tapi mencetak satu gol, setelahnya Anda akan melihatku di halaman depan koran. Itu adalah bagian terbaik menjadi seorang penyerang. Tapi di sisi lain, saat Anda bermain baik tapi tak mencetak gol, orang akan bicara: Oh dia buruk,â ucap Pelle.
Menggapai Mimpi
Semua orang ingin berada di puncak tertinggi dalam karirnya. Buat pesepakbola capaian tertinggi adalah dipanggil ke tim nasional, hal itu pula yang didamba Pelle.
Pelle sejatinya mengawali karir dengan mulus. Ia bermain untuk akademi Lecce dan memperkuat tim junior Italia. Sayang karirnya meredup karena lebih sering dipinjamkan dan bermain tak terlalu baik di Belanda saat membela AZ Alkmaar. Impian tersebut baru terasa begitu dekat ketika usianya menginjak 28, momen di mana ia mencetak banyak gol di Eredivisie bersama Feyenoord dan pindah ke Liga Primer Inggris.
Musim depan, Pelle kemungkinan besar menjadi ujung tombak timnas Italia di Piala Eropa 2016, suatu hal yang begitu diidam-idamkan Pelle sejak lama. Ia harus menunggu satu dekade dari tim junior, untuk bisa dipanggil ke tim senior.
âAda momen dalam karir saya di mana saya tak banyak bermain dan bermain buruk. Saat aku menyaksikan Italia memenangkan Piala Dunia, aku berkata dalam diri, âKenapa aku tak ada di sana?â. Tapi aku tahu kalau performa burukku berlanjut, saya tak akan mungkin melakukannya. Mulailah saya bermain baik dan pelatih timnas memberi kesempatan buatku bermain. Ini perasaan yang luar biasa,â tutur Pelle.
Liga Inggris Sebagai yang Terbaik
Tidak ada kata terlambat buat Pelle meraih ambisinya. Di usianya yang sudah 30 tahun, Pelle bekerja keras agar posisinya tidak tergusur pemain yang lebih muda, tapi lebih berpengalaman darinya. Pelle amat menghargai sepakbola Inggris karena itu tak pernah membuatnya kendur dalam berlatih.
Saat menjalani pra musim di debutnya untuk Southampton, Pelle menyadari kalau tak ada tim yang lemah di Inggris, sekalipun itu tim Divisi Championship ataupun liga yang lebih rendah. âMereka amat menyulitkan,â tutur Pelle.
Hal tersebut membuat Pelle selalu fokus dan waspada terhadap segala kemungkinan, âAku tak bisa tenang di kompetisi seperti ini.â Berbeda misalnya saat ia masih main di Eredivisie di mana ia bisa bermain dengan 80% kemampuannya menghadapi lawan yang lebih muda. âTapi di sini, di Inggris, setiap presentase kecil amat penting karena semua tim sangat kompetitif,â ucap Pelle, âSebuah kehormatan bagiku bisa datang ke Inggris, sebuah kompetisi terbaik di dunia.â
Ia pun mewaspadai ancaman dari kesebelasan lain seperti Leicester dan West Ham United. âNewcastle adalah tim yang baik tapi kini mereka tengah berjuang. Dan, wow, di puncak klasemen, kita punya Leicester dan West Ham! Ini adalah bagian dari keindahan liga ini. Aku tak bisa bicara di mana Southampton akan berada, tapi aku yakin kami akan menghadapi hal yang besar musim ini,â tutup Pelle.
foto: theguardian.com
Komentar