Dari halaman sebelumnya Widodo Tentang Gol Saltonya
Widodo berkiprah di Liga Indonesia sebagai pemain kurang lebih sekitar 14 tahun. Klub terakhirnya adalah Petrokimia Putra. Terhitung dua kali Widodo membela Petrokimia. Kebersamaan Widodo dan Petrokimia terselang Persija Jakarta selama lima tahun pada 1998 hingga 2003 sebelum akhirnya menjadi pelatih.
Sementara itu di timnas, Widodo pensiun pada 1999. Sebenarnya ia sempat kembali memperkuat timnas pada 2000 untuk berlaga di Piala Asia, namun ia tak sekalipun dimainkan Pelatih Timnas saat itu, Nandar Iskandar.
Momen yang paling dikenang dalam karier Widodo tentu saja gol salto yang ia ciptakan ke gawang Kuwait kala timnas Indonesia melakukan debut di Piala Asia pada 1996. Gol tersebut menjadi gol pertama Indonesia di ajang antar negara Asia tersebut, dan menjadi gol terbaik turnamen.
Ternyata gol salto tersebut bukan satu-satunya gol salto yang ia ciptakan sepanjang kariernya. Sebenarnya ia juga pernah mencetak gol salto kala membela Petrokimia. Hanya saja situasi dan prosesnya tak seperti gol yang ia ciptakan ke gawang Kuwait.
“Dua kali sebenarnya saya cetak gol salto. Waktu itu lawan Arema atau Persema, lupa saya. Tapi di Malang. Memang waktu itu bolanya tidak langsung, bola mantul. Kalau yang langsung cuma sekali, yang Piala Asia itu,” kenang Widodo.
“Waktu Piala Asia itu sebenarnya gol ke gawang Korea bagus juga. Saya dapat umpan wall pass dari Bima Sakti, saya lewati satu orang terus cetak gol. Tapi yang paling indah waktu Liga Dunhill pertama. Saya cetak gol ke Medan Jaya, saya dribbling lewati lawan terus shooting dengan kekuatan penuh. Itu bagus,” tambahnya.
Namun bagi seorang Widodo, tim di atas segalanya dibandingkan gol individu. Karenanya di tim manapun ia bermain, ia lebih senang untuk menjadi pelayan partnernya, khususnya yang ketika peluang mencetak gol rekannya lebih besar.
“Saya striker yang bisa diajak kerjasama. Ada, kan, striker yang maunya terima bola aja. Tapi kalau saya, sama siapa saja, oke. Asal mereka mau. Terbukti saya bisa kolaborasi dengan Rochy (Putiray), Peri Sandria, Kurniawan (Dwi Yulianto), Bambang Pamungkas, Baldo Bento… Budi Sudarsono waktu di Persija juga pernah,” kenangnya lagi.
“Saya berpikiran gini, kalau saya bagus, tim itu akan bagus. Tim bagus itu apa? Ya, kerjasama tim. Kan 11 pemain ini harus jadi satu kesatuan. Gak mungkin, kan, kalau main masing-masing, sendiri-sendiri, susah pasti,” tambahnya.
Widodo juga menceritakan salah satu alasan mengapa Indonesia kekurangan Target Man. Ia juga menceritakan bagaimana ia bisa menjadikan Dimas Drajad sebagai Target Man. Semuanya akan dikupas di artikel hasil wawancara kami dengan Widodo berikutnya.
foto: koleksi pribadi Widodo Cahyono Putro
Komentar