Saya Cuma Ingin Lihat Persebaya Main Lagi

Cerita

by Redaksi 34 31973

Redaksi 34

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Saya Cuma Ingin Lihat Persebaya Main Lagi

Banyak cara untuk mengukur loyalitas seseorang. Dalam sepakbola, salah satu cara untuk membentuk pandangan tersebut adalah dengan rutin menonton pertandingan suatu kesebelasan di stadion. Jika kita sudah melakukan hal tersebut, sebutan seorang loyalis kesebelasan tertentu mungkin bakal menempel di dada kita.

Meski demikian, tidak hanya dengan menonton kesebelasan tertentu kita disebut loyalis. Berjuang untuk kembali menghidupkan kesebelasan favorit yang mati suri layak disebut loyalis. Langkah tersebut dipilih oleh bocah 12 tahun bernama Ramadhani Oktavianto asal Sukorejo, Kota Blitar.

Rama – biasa ia akrab disapa – pun berangkat ke Jakarta untuk membuktikan kepada kawan-kawannya bahwa dia adalah seorang bonek alias bondo nekat, julukan suporter Persebaya Surabaya. Keberangkatan murid kelas enam SD Negeri Turi 2, Blitar, ini berbarengan dengan upaya sejumlah bonek untuk mencari keadilan bagi kesebelasan favoritnya.

Rama beralasan ia pergi ke Jakarta tidak karena faktor teman-temannya, tapi melainkan karena ia benar-benar mencintai Persebaya. “Saya suka Persebaya karena dulu itu jago.” Saat ditanya pemain favoritnya oleh Pandit Football, ia dengan lantang berkata, “Andik Vermansah!”

“Saya pergi ke Jakarta untuk menonton demo teman-teman Bonek, Mas,” ujar Rama mengawali pembicaraan dengan saya mengenai kisah awal bagaimana dia berada di Jakarta. “Saya bilang orang tua ke Jakarta untuk melihat teman-teman membuat Persebaya bangun.”

Kejujuran Rama berbanding lurus dengan ijin orang tuanya. Jum’at (29/7), berangkat lah Rama bersama puluhan bonek Blitar lainnya menuju ke Jakarta. “Sebelum berangkat, bapak nyangoni (memberi uang saku) 50 ribu rupiah.”

Perjuangan Rama dari Blitar untuk ke Jakarta memakan waktu yang tak sebentar. Faktor uang saku yang tak banyak membuat ia harus berpikir bagaimana uangnya tidak habis untuk perjalanan jalan. Transportasi “gratis” pada akhirnya ia pilih untuk meminimalisir pengeluarannya.

Truk dan mobil pick up pun menjadi pilihan utama Rama untuk ngelurug Jakarta, markas Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) dan lokasi kongres luar biasa (PSSI) yang sedianya akan digelar pada 3 Agustus 2016.

Seperti yang diketahui, bonek berangkat ke Jakarta untuk meminta keadilan dari PSSI atas keabsahan PT. Persebaya Indonesia, yang pada sebelumnya menang atas PT Mitra Muda Inti Berlian pada kasus hukum logo dan nama Persebaya. Keberangkatan Rama bakal melengkapi ribuan bonek lainnya, yang akan atau bahkan telah berada di Jakarta.

Perjalanan ke Jakarta ia mulai dengan rute Blitar – Tulungagung menggunakan mobil pick up. “Sampai di Tulungagung, lanjut lagi ke Nganjuk biar bisa sampai ke Solo,” ucapnya dengan menggunakan bahasa Jawa.

“Dari Solo perjalanan saya dan teman-teman diteruskan ke Semarang,” ujarnya menyambung cerita perjalanan yang ia lakukan dari Blitar menuju Jakarta. “Dari Semarang lanjut lagi ke Cirebon dengan menggunakan truk.” Cikarang pun jadi tempat pemberhentian terakhirnya sebelum masuk ke Jakarta.

Nyatanya, perjalanan Rama dan kawan-kawan untuk tiba di Senayan menggunakan jalur darat tak selamanya mulus. Di Cikarang, ia harus berpisah dengan kawan-kawannya sesama bonek Blitar.

“Waktu di Cikarang, sudah ada truk yang mau. Tapi, ketika kawan-kawan mau naik, eh, truknya sudah penuh. Saat itu, saya sudah berada di dalam truk. Terpaksa saya berpisah dengan kawan-kawan dalam perjalanan Cikarang ke Jakarta,” lanjutnya.

Beruntung bagi Rama, kebersamaan bonek di tanah orang membuatnya selamat hingga menjejakkan kakinya di Senayan. “Ini udah di Senayan kok, mas,” ujarnya menjelaskan lokasinya berada saat ini.

Sudah berada di Senayan membuat Pandit Football, bertanya kepadanya, apa yang ia inginkan jika ia bertemu secara langsung dengan pengurus PSSI. “Saya cuma ingin berkata kepada pengurus, Pak, Persebaya-ku tolong, tangi’no,” ujarnya polos dengan bahasa Jawa.

***

Kecintaan Rama terhadap Persebaya yang begitu tulus membuktikan bahwa seorang seorang suporter rela melakukan semua hal demi kesebelasan yang ia cintai. Rama yang notabene seorang anak berusia 12 tahun begitu tak rela melihat kesebelasan yang ia cintai di-mati-suri-kan oleh federasi sepakbola negeri ini. Jika, Rama saja mau berkorban untuk kesebelasan pujaannya, apakah kita mau melakukan hal yang sama?

Niat tulus Rama sebagai seorang loyalis Persebaya memang tak seberapa dibandingkan dengan pecinta kesebelasan lain yang bahkan rela pergi ke luar negeri demi memuaskan hasratnya menyaksikan kesebelasan favoritnya.

Komentar