Kisah Masa Buruk Ibrahimovic Bersama Guardiola

Cerita

by Ardy Nurhadi Shufi 58647

Ardy Nurhadi Shufi

Juru Taktik Amatir
ardynshufi@gmail.com

Kisah Masa Buruk Ibrahimovic Bersama Guardiola

Menurut mantan rekan setimnyanya di timnas Swedia, Anders Svensson, Ibra adalah pemain hebat namun bukan secara tim, melainkan secara individual. Svensson, yang juga pernah bersaing dengan Ibra sebagai wakil kapten timnas Swedia (kaptennya Henrik Larsson), bahkan mengungkapkan bahwa sebuah tim sebenarnya tak terlalu membutuhkan pemain dengan karakter seperti Ibra.

Awalnya Ibra senang bahwa Pep akan mencarikan solusinya. Namun yang terjadi kemudian adalah Ibra tetap terpinggirkan. Ibra semakin tenggelam di bawah sinar yang ditunjukkan Messi. Bahkan pada suatu pertandingan menghadapi Arsenal di babak perempatfinal Liga Champions, Ibra yang kala itu mencetak dua gol dan tengah on fire, malah digantikan (oleh Thierry Henry) untuk memberikan kesempatan Messi berbuat lebih. Messi sendiri baru digantikan tiga menit jelang bubar oleh Gabriel Milito karena Carles Puyol mendapatkan kartu merah. Arsenal lantas menyamakan kedudukan.

"Saat melawan Arsenal di Emirates Stadium di Liga Champions, kami bermain jauh lebih baik dari mereka. Stadion bergejolak. Dan aku mencetak satu gol... dua gol... Gol yang cantik, sehingga aku berkata dalam hati, `Lihatlah Guardiola! Lihat aku yang memainkan gayaku sendiri!`. Tapi aku kemudian digantikan, Arsenal bangkit dan mencetak gol," tulis Ibra

Ibra memang memang ingin dirinya menjadi bintang di tim hingga akhirnya ia hengkang dari Barcelona dan bergabung dengan AC Milan sebelum musim keduanya bersama Barcelona berakhir. Ia ingin setiap orang, atau khususnya setiap pelatih, membebaskan dirinya bermain. Hal ini ia akui dalam otobiografinya tersebut.

"Aku harus dibiarkan bebas seperti burung di dalam lapangan. Aku adalah seseorang yang ingin menampilkan perbedaan di setiap level. Baiklah aku mengerti situasinya sekarang, Messi-lah sang bintang."

Ibra meninggalkan Barcelona tanpa memenangi gelar yang ia idamkan: trofi Liga Champions. Salah satu faktor Ibra hijrah (dari Internazionale Milan ke Barca) adalah saat itu kesebelasan asal Catalan tersebut berstatus juara bertahan Liga Champions. Namun Ibra dan Barca harus tersingkir dari Liga Champions 2009/2010 setelah ditaklukkan mantan tim Ibra, Inter Milan. Inter, yang gagal memberikan trofi Liga Champions untuk Ibra selama tiga musim bersama, bahkan keluar sebagai juara di akhir kompetisi

Setelah membela Barca, Ibra kemudian hijrah ke Italia dan Prancis. Setelah merasa cukup meraih kejayaan di Paris, mantan pemain Ajax Amsterdam ini bergabung dengan Manchester United. Bergabung dengan Man United memberikan kesempatan pada Ibra untuk membalaskan sakit hatinya.

Malah, bisa jadi faktor Manchester City menunjuk Pep Guardiola sebagai manajer anyar mereka-lah yang membuat Ibra mencari kesebelasan yang bisa membalaskan sakit hatinya. Apalagi pernyataan terbarunya mengatakan bahwa ia pernah ditawari Manchester City dan Arsenal jauh sebelum ia ingin hengkang dari PSG.

“Aku hampir saja hijrah ke EPL dua kali. Aku pernah ditawari bermain di EPL oleh Arsenal dan Manchester City. Akan tetapi itu tidak terjadi. Aku tidak butuh bermain di EPL,” imbuh Ibra pada harian Marca baru-baru ini.

Dari pernyataan di atas, awalnya Ibra tak ingin bermain di Liga Primer Inggris. Pernyataan di atas kemudian ia lanjutkan dengan mengatakan alasan kepindahannya ke Manchester Merah.

"Siapa yang tidak mau bekerja dengannya (Jose Mourinho)? Dia adalah seseorang yang jenius. Dia tahu apa yang harus dia lakukan untuk menang. Aku belajar banyak darinya ketika kami bersama-sama di Inter Milan," tambah Ibra.

Terlepas ada kaitannya atau tidak, bisa dikatakan Ibra dan Mou berkolaborasi untuk membalaskan dendam pribadi mereka pada Pep Guardiola. Karena sudah menjadi rahasia umum pula jika Mou pun memiliki intrik dengan pelatih berkebangsaan Spanyol tersebut.

Baca juga cerita tentang awal mula Mourinho membenci Pep di artikel berjudul "Natal, Pep dan Mourinho".

Artikel ini lebih dulu tayang di kolom About The Game setelah PSG tersingkir di Liga Champions 2015/2016. Selengkapnya bisa dibaca di artikel berjudul "Arogansi Ibrahimovic dan Trofi Si Kuping Besar yang Lagi-Lagi Ia Gagal Dapatkan".

Komentar