Internazionale kembali gagal meraih kemenangan kandang usai mengalahkan Juventus, pertengahan bulan lalu. Dalam pekan kedelapan Serie A, giliran Cagliari yang mengalahkan Internazionale dengan hasil akhir 1-2 lewat gol yang dicetak oleh Federico Melchiorri dan bunuh diri Samir Handanovic.
Kekalahan ini tidak hanya semakin menjatuhkan posisi Inter di klasemen sementara, yang kini mereka berada di posisi ke-11. Tapi juga merobohkan mental tim yang tengah dibangun oleh pelatih Inter, Frank de Boer.
Betapa tidak, dalam laga tersebut tidak hanya terjadi adu cerdik antara Inter dan Cagliari, namun juga peperangan antara salah satu kelompok pendukung Inter, Curva Nord 1969 atau CN69 dengan kapten tim Inter, Mauro Icardi.
Perselisihan Curva Nord 1969 dengan Icardi di laga ini dimulai ketika ia meluncurkan otobiografi-nya yang berjudul Sempre Avanti, la Mia Storia Segreta. Dalam buku tersebut, ia menganggap dirinya tampak sebagai pahlawan di ruang ganti karena merasa pendukung Inter tidak menghargai tim saat mereka kalah.
Alasan tersebut dikemukakan oleh Icardi saat ia berani datang ke tribun Curva Nord 1969 ketika Inter dikalahkan oleh Sassuolo, Februari 2015 lalu. Bersama Fredy Guarin, Icardi mengajak berbicara beberapa pentolan Curva Nord 1969 dan memberikan kausnya kepada seorang anak kecil.
Namun rupanya kaus yang diberikan oleh Icardi ke anak kecil tersebut, diambil oleh seorang Curva Nord 1969 dan melempar kembali ke Icardi. Icardi pun menjelaskan ke lelaki tersebut: “Sialan! Mengapa Anda masih bersikap arogan di depan anak-anak? Kamu pikir lebih baik daripada saya?
Dalam otobiografi tersebut, Icardi pun menjelaskan bahwa dirinya siap menghadapi Curva Nord satu lawan satu. “Berapa jumlah mereka? 50?100? 200? OK. Saya tidak takut. Saya akan bawa 100 penjahat dari Argentina yang akan membunuh mereka di mana pun mereka bersembunyi. Camkan ini!”
Sontak pernyataan ini pun memancing kekisruhan antara Curva Nord 1969 dengan seluruh tim. Dalam laga melawan Cagliari tampak beberapa spanduk bernada ejekan dari mereka yang ditujukan untuk lulusan La Masia ini.
Beberapa di antaranya berbunyi: “Menggunakan anak untuk membenarkan diri sendiri dan kita akan melemparkan lumpur di wajah anda.. Tidak seorang pria. Tidak seorang kapten. Anda hanya sampah pengecut!”
Tidak hanya itu saja. Masih ada spanduk yang berbunyi: “Icardi: Anda bajingan, Anda membalikkan omong kosong untuk mendapatkan (harta) lebih banyak, hina! Dasar mata duitan!” dan “100 gol dan 100 piala. Tidak akan menghapus kotoran Anda”, spanduk terakhir bahkan tidak dilepaskan oleh Curva Nord 1969 sampai Giuseppe Meazza sepi.
Akibatnya wakil presiden Inter, Javier Zanetti, pun sampai turun tangan untuk menengahi situasi sulit ini. “Ya. Kami akan melakukan sesuatu untuk menengahi situasi ini. Para pendukung adalah elemen penting untuk tim ini. Mereka selalu ada buat kita oleh karena itu kita harus menghormati mereka,” ujar Zanetti dilansir Mediaset Premium.
“Akankah kita akan mencopot ban kapten Icardi? Kami akan membicarakannya nanti. Persoalan ini bukan hanya untuk Icardi, tapi juga seluruh anggota tim. Sebab sikap di lapangan harus sejalan dengan nilai-nilai yang dianut di sini.”
Sebelum pertandingan, Icardi pun secara terbuka mengakui bahwa pernyataan di biografinya bukan untuk melukai perasaan Curva Nord. Ia berkata di akun Instagram miliknya bahwa 100 penjahat Argentina akan ia gunakan untuk melindungi keluarganya dari ancaman.
“Saya melakukan hal tersebut untuk melindungi keluarga saya. Kalian (Curva Nord) adalah sosok pertama yang saya lihat tiap akhir pekan ketika saya mencetak gol.”
Komentar-komentar buruk Curva Nord 1969 kepada Icardi bukan hanya menjatuhkan mental Icardi di lapangan tapi juga skuat yang lain. Kepuasan De Boer di latihan terakhir jelang laga ini bahkan tak terjadi sedikit pun. Sebab pemain lain juga merasakan beban yang sama.
Salah satu momen menyedihkan bahkan terjadi di menit ke-26, ketika Icardi ditunjuk sebagai algojo penalti Inter. Tendangan penalti Icardi yang biasanya mulus kali ini justru malah meleset. Curva Nord 1969 yang kecewa ketika tendangan tersebut tidak menjadi gol, kali ini malah justru senang. Mereka berteriak kegirangan melihat tendangan Icardi malah meleset.
Kejadian ini pun berperan besar akan hasil akhir pertandingan yang jauh dari harapan De Boer. Di mana, Inter gagal meraup angka penuh untuk kali ketiga dalam tiga laga terakhir di Serie A.
Bukan hanya itu saja, kejadian ini pun membelah Inter. Kini tampak terlihat ada dua kubu, pertama mendukung Curva Nord 1969 dan mengejek Icardi sementara kubu kedua adalah kubu yang mendukung Icardi dan mempertanyakan sikap Curva Nord 1969.
Melihat situasi ini kedua kubu, baik Curva Nord 1969 maupun Icardi, jelas sama-sama salah. Curva Nord 1969 sebagai salah satu kelompok pendukung legendaris di Italia harusnya menghindari sikap-sikap yang bakal merugikan Inter itu sendiri.
Sementara Icardi, meski masih berusia 23 tahun mestinya menunjukkan sikap profesional karena ia adalah sosok kapten tim. Dan bukan malah menabuhkan genderang perang ke pendukung, yang merupakan elemen penting dalam sebuah kesebelasan.
Jika keduanya terus bersikap seperti ini, harapan akan melihat kembalinya Inter jelas akan langsung musnah. Jangankan Juventus, mengejar tim-tim yang mulai bangkit seperti AC Milan dan AS Roma saja tampaknya bakal sulit dilakoni jika kondisi internal masih seperti ini.
Keduanya mesti melakukan rekonsiliasi demi Inter yang lebih baik. Sebab, tidak ada pemain atau suporter yang lebih besar ketimbang tim itu sendiri. Karena, baik Icardi maupun Curva Nord 1969 jelas tidak lebih besar ketimbang Inter.
Komentar