Nyanyian untuk Claudio Marchisio

Cerita

by Randy Aprialdi 64206

Randy Aprialdi

Pemerhati kultur dan subkultur tribun sepakbola. Italian football enthusiast. Punk and madness from @Panditfootball. Wanna mad with me? please contact Randynteng@gmail.com or follow @Randynteng!

Nyanyian untuk Claudio Marchisio

Mayoritas kesebelasan Italia selalu memiliki sosok pemain yang menjadi ikon klub. Istilah ikon klub ini dinamakan bandiera. Di Italia, bandiera ini adalah sosok pemain yang bisa merepresentasikan klub lewat tindak-tanduknya di dalam maupun di luar lapangan. Karenanya jangan heran jika banyak pemain berusia uzur bertahan di kesebelasan Italia, karena biasanya ia adalah sosok ikon klub tersebut.

Juventus beruntung estafet sosok ikon klub masih terus berlanjut. Setelah Del Piero hengkang, Gianluigi Buffon mampu menggantikan perannya. Bahkan jika Buffon tak lagi di Juventus, karena sudah semakin uzur, masih ada pemain lain yang bisa dijadikan sebagai teladan dalam skuat Juventus: Claudio Marchisio.

Marchisio sebenarnya merupakan salah satu gelandang terbaik Italia, bahkan dunia. Hanya saja kariernya mulai meredup karena cedera demi cedera terus menghinggapinya. Pada musim 2016/2017 pun musimnya tak berjalan dengan mulus. Ia harus rela lebih sering menyaksikan rekan-rekannya bermain sambil menahan ambisi untuk membela panji-panji Juventus.

Marchisio memang seperti Bandiera di kesebelasan lain. Marchisio mungkin layak disejajarkan dengan Francesco Totti, Javier Zanetti, Paolo Maldini, atau Antonio Di Natale. Fans begitu merindukan kehadirannya. Bahkan tidak melulu harus di lapangan, berada di pinggir lapangan memberi dukungan bahkan instruksi pada rekannya yang lain pun akan membuat para fans lebih tenang dalam menjalani pertandingan demi pertandingan.

Marchisio juga demikian. Ketika ia berkutat dengan cedera, para pendukung Juventus merindukannya. Setelah mendapatkan cedera anterior cruciate ligaments (ACL) yang parah sehingga membuatnya absen membela Italia di Piala Eropa 2016, para pendukung Juventus pun menanti-nanti momen di mana pemain yang dijuluki Il Principino alias alias pangeran kecil ini bisa kembali merumput.

Momen itupun datang. Marchisio bisa sembuh dan kembali merumput pada 27 Oktober 2016 menghadapi Sampdoria di pertandingan pekan ke-10 Serie-A musim ini. Ia dimainkan sejak menit pertama dan berhasil membantu kesebelasannya menang dengan skor 4-1.

Ketika kembali berlaga, Marchisio pun menunjukkan tekad tidak pernah menyerah atas cederanya yang diderita sejak April 2016. Massimiliano Allegri, pelatih Juventus, sangat berhati-hati memainkannya. Marchisio hanya diberi kesempatan bermain selama 73 menit. Selama waktu itu juga para suporter Juventus menyelipkan nyanyian "Claudio Marchisio ale shalalalllaaa" sambil bertepuk tangan. Sebetulnya sejak dua pertandingan sebelumnya pun Marchisio sudah disertakan ke dalam skuat Juventus menghadapi Udinese dan Milan. Tapi Allegri lebih memilih sabar untuk memainkannya.

Marchisio yang sudah terlihat gatal untuk merumput harus rela menjadi penonton di bangku cadangan. Ketika di bangku cadangan, tak jarang ia terlihat gelisah. Terutama saat menghadapi Milan. Gelandang 30 tahun itu tidak bisa duduk nyaman. Terkadang ia berdiri dan berteriak memperingatkan rekan-rekannya yang bermain di lapangan. Apalagi pada pertandingan tersebut Juventus dikalahkan Milan dengan skor 1-0. Di sisi lain, Allegri menginginkan Marchisio bisa fit ketika menjalani pertandingan yang penting. Maksud Allegri itu terbukti ketika Marchisio turun menghadapi Sevilla. Ia bermain sangat baik pada waktu itu dengan mencetak satu gol dan satu asis pada laga yang berakhir untuk kemenangan Juventus dengan skor 3-1.

Marchisio yang tampil prima pada laga tersebut tidak lepas dari keputusan Allegri yang mencadangkannya pada dua pertandingan berturut-turut di Serie-A, menghadapi Chievo Verona dan Pescara. Alhasil Marchisio berhasil menghidupkan kembali regista atau trequartista di dalam permainan Juventus. Kesebelasan berjuluk si Nyonya Tua itu memunculkan kembali permainan indahnya. Seperti statistik-statistik yang dilakukan Marchisio sehingga para pendukungnya begitu merindukannya. Ia bukan sekadar regista atau traquartista, tapi sebagai volante. Istilah itu menggambarkan pemain yang tidak hanya melindungi pertahanan, juga memastikan bola terus mengalir ke arah yang benar.

Perannya sangat sentral untuk mendikte permainan dan menjadi perisai pertahanan. Secara harfiah, volante yang diambil dari bahasa Brasil itu adalah roda kemudi. Walau kemampuan operannya tidak setajam Andera Pirlo, Marchisio memiliki kesadaran taktis dan teknis yang luar biasa. Tingkat fisik, stamina dan kesadarannya kepada posisi lebih dari Pirlo. Apalagi sebelumnya ia memiliki pengalaman menjadi gelandang box-to-box ketika masih dilatih Antonio Conte. Energinya pun harus dikuras karena ikut melindungi full-back, hal itulah yang membuat Pirlo bisa memberikan ledakan untuk ikut menyerang.

Kini Juventus telah kembali diperkuat Marchisio, serangkaian kemenangan pun diraih. Juventus memang membutuhkan Marchisio. Pemain benomor punggung delapan itulah yang membawa Juventus ke arah kemenangan. Bersama Buffon, Marchisio menjadi sosok yang penting bagi ruang ganti Juventus.

Saat Juve kalah di Piala Super Italia, Marchisio-lah yang pertama kali mengingatkan rekan-rekannya untuk segera bangkit. Kegagalan tersebut diilhaminya agar Juventus tidak terlena atas hasil di Serie-A. Sebab, walau Juventus masih bertengger kuat di puncak klasemen, menurutnya Serie-A 2016/2017 masih jauh dari kata selesai. Peraihan scudetto musim ini masih jauh walau sekarang berada di posisi klasemen yang nyaman.

Memasuki usia 30 tahun, ia telah menjadi sosok nyata dan tepat menjadi seorang pemimpin di Juventus. Marchisio memiliki segalanya untuk disayangi para pendukungnya. Sebab ia adalah wakil para Juventini di lapangan. Tak seperti Buffon, Marchisio adalah pria asli Turin. Ia pun selalu berada di sana sejak 1993 walau sempat dipinjamkan ke Empoli selama satu musim pada 2007.

Loyalitasnya tak perlu dipertanyakan lagi. Tidak ada seorang pun yang mampu melayani diri sendiri dan klubnya dalam beberapa tahun terakhir ini selain Marchisio. Walau agennya sempat beberapa kali mencari celah untuk memaksimalkan nilai jualnya.

Ketika Pirlo, Arturo Vidal dan Paul Pogba masih menjadi bagian dari Juventus, Marchisio luput dari perhatian. Tapi justru Marchisio-lah yang tetap bertahan sampai saat ini dan terus memberikan sesuatu yang penting bagi kesebelasannya. Maka tidak berlebihan jika Marchisio bisa dibilang pemain Juventus paling penting dan berpengaruh walaupun kecemerlangan terus ditunjukkan Paulo Dybala dan Gonzalo Higuain. Tanpa Marchisio, Juventus tampak tak lengkap. Ia adalah perekat yang memegang skuatnya tetap bersama dan sebuah kekuatan positif untuk mendukung sesuatu agar dicapai Juventus.

Sekarang Marchisio telah menjadi seorang pemimpin sejati. Membantu pendatang di Juventus untuk menemukan jalan yang dicari mereka dan belajar bagaimana caranya mengenakan seragam garis hitam-putih Juventus. Ya, Marchisio adalah orang yang paling tahu makna dari berada di Juventus.

"Karena kami mampu menyampaikan apa artinya berada di Juventus dan mengenakan seragam ini. Saya mengajarkannya kepada anak-anak seperti itu, seperti apa yang saya pelajari. Anda tidak perlu menjadi kapten. Saya pasti selalu emosional," ujar Marchisio seperti dikutip dari Sky Italia.

Ia adalah pria yang memimpin dengan memberikan contoh melalui tugas-tugasnya. Marchisio mungkin tidak menjadi gelandang terbaik di dunia, ia juga tetap menjadi salah satu pemain yang paling diabaikan dan tidak membuat semua orang menarik perhatian padanya. Hingar bingar prestasi individu pun mungkin jauh dari jangkauannya.

Tapi hal itu tak penting di Juventus Stadium. Namanya selalu dinyanyikan paling keras, para pendukungnya pun dengan tulus bersorak sorai selama mungkin untuk melambungkan namanya. Dan mungkin itulah yang membuat Marchisio tetap bersabar memimpin rekan-rekannya di dalam maupun di luar lapangan meski ia bukanlah pemain yang selalu berada di lapangan untuk memberikan kemenangan bagi Si Nyonya Tua.


Sumber lain: ESPN FC, Football-Italia, Football Whispers, Squawka.

Komentar