Halaman kedua
Oguzhan dan Van Persie sebetulnya dikenal sebagai rekan dekat sejak keduanya membela Arsenal. Meski membela timnas Turki, Oguzhan lahir di Belanda. Kedua orang tuanya merupakan imigran Turki. Saat dirinya pindah ke akademi Arsenal dari akademi AZ Alkmaar pada usia 16 tahun, keluarga Van Persie-lah yang membimbing dan memberi saran padanya agar bisa menjadi pemain besar. Bahkan sebelum insiden ini, Oguzhan menganggap Van Persie sebagai panutannya.
"Istri Van Persie adalah seorang Maroko, kami sangat dekat," kata Oguzhan pada sebuah wawancara dengan NTV pada Januari lalu. "Saya lahir dan dibesarkan di Belanda dan kemudian hijrah ke London. Van Persie saat itu merupakan kapten Arsenal. Saya sangat beruntung dan berterima kasih pada mereka."
"Kemudian Van Persie dan keluarganya ke Istanbul [pindah ke Fenerbahce], saya membantu mereka banyak hal di sini, sebagaimana seorang pria dan pesepakbola. Ia merupakan panutan saya, ia sosok yang bisa membantu pemain muda," tambahnya.
Oguzhan tampaknya tidak tahu, bahwa Van Persie, sejak ia masih muda, memanglah sosok yang emosional dan meluap-luap seperti itu. Ketika masih berstatus sebagai wonderkid, baik itu di SBV Excelsior dan Feyenoord Rotterdam, temperamen dari Van Persie memang cukup sulit untuk dikendalikan.
Pada usia 16 tahun, Van Persie meninggalkan klub daerahnya, SBV Excelsior. Memang ia pindah ke klub yang lebih besar dan menjanjikan karier yang lebih cemerlang, yaitu Feyenoord Rotterdam. Tapi alasan kepindahannya, yang ditengarai karena masalah yang ia alami dengan staf pelatih Excelsior, adalah catatan kelam saat ia masih muda.
Tidak selesai sampai di situ saja. Walau mampu bersinar saat membela Feyenoord, dan mengantarkan klub yang bermarkas di De Kuip ini menjuarai Piala UEFA 2001/2002, temperamennya yang kerap meledak-meledak menimbulkan masalah tersendiri. Van Persie memang menjadi sorotan ketika itu, dan bahkan penampilan gemilangnya di Feyenoord mengantarkannya masuk skuat Belanda U-19 dan U-21 ketika itu. Kemampuannya ini juga membuat banyak tim besar Eropa meliriknya ketika itu. Sir Alex Ferguson, manajer Manchester United ketika itu, bahkan sempat menonton permainannya secara langsung ke Belanda.
Namun amarah dan temperamennya yang meledak-ledak itu membuat Fergie, yang ketika itu menyaksikan secara langsung proses Van Persie mendapat kartu merah, urung merekrutnya ke Belanda. Perselisihannya dengan Bert van Marwijk, pelatih Feyenoord ketika itu, juga menjadi alasan kenapa Fergie tidak merekrutnya dan membiarkan Van Persie membela Arsenal.
Terakhir, ia terlibat masalah dengan Louis van Gaal di Manchester United. Rasa sakit hatinya ketika diminta berlatih terpisah oleh Van Gaal membuat Robin, yang sebenarnya bekerja sama dengan baik dengan Van Gaal di timnas Belanda pada Piala Dunia 2014, akhirnya memutuskan untuk menerima tawaran dari Fenerbahce.
Dari semua kejadian yang ia alami dalam karier sepakbolanya, sifat temperamental dan amarahnya yang meletup-letup memang menjadi salah satu hal yang cukup berpengaruh dalam perkembangan kariernya sebagai pesepakbola.
***
Pertandingan sepakbola acap membuat orang lupa diri. Atmosfernya yang begitu terasa, selain bisa menimbulkan kesenangan tiada terkira, bisa juga menimbulkan rasa benci yang teramat sangat, serta amarah meluap-luap.
Dalam pertandingan melawan Besiktas, mungkin saja Van Persie terbawa emosi sehingga melakukan hal-hal kontroversial seperti perayaan gol yang "unik". Sementara perayaan golnya yang ekspresif itu, mungkin saja akan membuat pertemanannya dengan Oguzhan berakhir.
Baca Juga:
Mengingat Feyenoord Rotterdam Sebagai Awal Konflik Robin van Persie
Sepotong Ingatan Tentang Robin van Persie
Sumber lain: The Telegraph, FourFourTwo
foto: @12numaraorg
Komentar