Marinus Wanewar, Jawaban Atas Krisis Penyerang Tengah Timnas Indonesia?

Cerita

by Ardy Nurhadi Shufi 132695

Ardy Nurhadi Shufi

Juru Taktik Amatir
ardynshufi@gmail.com

Marinus Wanewar, Jawaban Atas Krisis Penyerang Tengah Timnas Indonesia?

Halaman kedua...

“Instruksinya saya cari bola dari gelandang saja. Nanti pantul balik atau tahan bola… balik badan langsung shooting. Tidak perlu lari ke sana ke mari. Jadi tembok saja, tidak giring-giring bola. Tapi tetap, Coach Alfredo [Vera] itu pengen kita selalu kerja keras. Dia paling tidak suka sama pemain yang malas,” lanjutnya.

Meskipun begitu, pelatih yang paling berjasa dalam karier Marinus bukanlah Vera, melainkan pelatihnya di SSB Batik, Thomas Madjar. Berkat Madjar yang sangat fokus pembinaan pemain ini, Marinus bisa cepat memahami strategi dan taktik sepakbola di usia belia. Berkat pengajaran Madjar di SSB yang merupakan milik pesepakbola nasional, Erol Iba, Marinus termotivasi berkarier di sepakbola meski ia harus menempuh perjalanan jauh untuk berlatih.

Perjalanan Lima Jam Sehari yang Membuahkan Hasil

Marinus bukanlah pemuda yang lahir di kota besar Papua. Ia lahir di Kabupaten Sarmi, salah satu kabupaten di Papua yang berbatas langsung dengan Samudera Pasifik. Hanya ada 84 kampung dan dua kelurahan saja di sana. Kehidupan masyarakatnya pun masih mengandalkan kekayaan alam dari hutan maupun lautan.

Untuk bersekolah, ia harus menempuh perjalanan lebih dari 250 kilometer per harinya. Berada di kendaraan umum selama lima jam sehari menjadi rutinitas sehari-sehari yang dijalani oleh Marinus. SSB Batik pun terletak di Jayapura, ini artinya ia harus menempuh perjalanan jauh untuk berlatih sepakbola.

“Di Sarmi masih susah. Saya main bola harus ke Jayapura. Kalau pakai mobil (kendaraan umum) tuh sampai lima jam. Setiap hari kayak gitu karena saya juga sekolah di Jayapura,” beber Marinus. “Kakak Lukas (Mandowen) juga dari Sarmi.”

Namun perjalanan panjang panjang setip harinya tersebut tentu kini sudah mulai terbayarkan. Nama Marinus kini mulai dikenal masyarakat Indonesia. Setelah ia bisa bermain bersama sang idola, Boaz, kini ia mendapatkan kesempatan untuk membela panji-panji timnas Indonesia.

Untuk terus memantapkan kariernya, ia pun siap memperjuangkan tempatnya di timnas Indonesia. Ia akan berusaha keras memberikan yang terbaik meski Milla menerapkan latihan yang keras, yang menurutnya berbeda dengan pelatih lain.

“Cara melatihnya beda sekali, sangat keras. Ditambah lagi kalau coach kasih instruksi pakai bahasa Spanyol suka tidak mengerti. Biasanya dari Bima Sakti pakai bahasa Indonesia, baru mengerti,” imbuh Marinus. “Tapi yang penting kita kerja keras, toh. Dari situ mudah-mudahan kita bisa lulus [seleksi timnas].”

***

Indonesia membutuhkan banyak pemain seperti Marinus, seorang penyerang tengah yang bermain ngotot dan terbiasa untuk selalu bekerja keras di lapangan. Sudah saatnya penyerang-penyerang lokal mendapatkan kesempatan bermain di lini depan kesebelasan-kesebelasan Indonesia.

Marinus bisa menanjak kariernya berkat kesempatan yang diberikan Alfredo Vera, yang kemudian berhasil dijawab dengan kualitas yang ia miliki. Sudah saatnya Indonesia tidak terlalu bergantung pada penyerang-penyerang asing. Karena untuk posisi penyerang, ini berkaitan juga dengan penyerang berkualitas untuk timnas. Jika pemain-pemain seperti Marinus tak mendapatkan kesempatan unjuk gigi dan perkembangannya tidak maksimal, jangan heran timnas akan kesulitan memiliki penyerang berbahaya dan terus bergantung pada pemain naturalisasi.

Tiga talenta berbakat Mutiara Hitam, Daniel Asmuruf (kiri), Saves Krey (tengah), dan Marinus Wanewar (kanan)

Komentar