Perburuan klub kontestan Liga 1 Indonesia untuk mendapatkan pemain berstatus marquee player tampaknya belum berhenti. Setelah mantan pemain Dundee United, Nick van Velden, merapat ke Bali United, kini giliran Barito Putera yang resmi menggaet Douglas Ricardo Packer sebagai marquee player mereka.
Kehadiran Douglas di klub berjuluk “Laskar Antasari” itu sebelumnya sempat ditutup-tutupi oleh manajemen klub, meski klub Packer sebelumnya, FC Suedtirol, telah mengumumkan kepindahan Packer. Namun, beberapa hari sebelum bursa transfer Liga 1 ditutup manajemen Barito Putera akhirnya membenarkan bahwa gelandang 30 tahun itu telah menjadi bagian dari skuat asuhan Jacksen F. Tiago dalam mengarungi Liga 1 Indonesia 2017.
Packer sudah tiba di Banjarmasin pada Minggu (30/4). Ia bahkan terlihat hadir di Stadion 17 Mei untuk menyaksikan pertandingan antara Barito Putera kontra Perseru Serui yang berkesudahan 2-0 untuk keunggulan tim tuan rumah. Pemilik Barito Putera Hasnuryadi Sulaiman pun akhirnya mengonfirmasi perekrutan Packer. Menurutnya, perekrutan Packer didasari atas kebutuhan klub.
Melihat para kompetitor yang rata-rata sudah memiliki pemain asing berstatus marquee player, maka klub kebanggaan masyarakat Banjarmasin itu ikut dalam geliat perburuan mantan pemain top dunia. Maklum, Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) memberikan privilege untuk memiliki empat pemain asing kepada klub yang mampu menggaet pemain yang masuk dalam klasifikasi marquee player.
"Rekrutan pemain asing keempat Barito ini adalah karena kebutuhan tim dengan memanfaatkan slot marquee player. Ia (Packer) menjadi kado ulang tahun ke-29 Barito Putera. Hal ini jadi bukti keseriusan Hasnur Group dalam membangun PS Barito Putera untuk kebanggaan publik Kalimantan Selatan," ucapnya seperti dikutip dari Bola.com.
Pemain berkebangsaan ganda Brasil dan Italia itu tercatat sebagai marquee player ke-10 yang beredar di Liga 1. Melihat kiprahnya, Packer banyak menghabiskan karier di kompetisi Italia. Tercatat, ia pernah memperkuat Pescara, Ravenna Calcio, AC Siena, dan raksasa Serie A, Juventus.
Ia memulai perjalanan kariernya di Italia pada tahun 2005, Juve menjadi klub pertamanya saat memulai karier professional. Di bawah asuhan Fabio Capello, kesempatan bermain bagi Packer yang saat itu masih berusia 18 tahun terbilang minim.
Keberadaan Pavel Nedved, Mauro Camoranesi, hingga Patrick Vieira di lini tengah membuat Packer muda terbuang dari skuat “Bianconeri”. Akibatnya, ia langsung dipinjamkan ke Siena untuk menambah jam terbang.
Alih-alih mendapat kesempatan bermain yang layak, kondisi yang tak jauh berbeda dirasakan Packer saat bermain bersama Siena. Ia tercatat membukukan dua penampilan saja. Dua musim membela Siena, pada musim 2007 statusnya kemudian dipermanenkan. Ia mendapat kontrak selama lima musim di Siena.
Namun lagi-lagi ia kalah saing dengan barisan tengah Siena yang saat itu diisi nama-nama seperti Lukas Jarolim, Daniele Galloppa, hingga Mirko Guadalupi. Karena tak kunjung mendapatkan tempat, manajemen klub memutuskan untuk meminjamkannya ke beberapa klub Italia seperti Pescara dan Ravenna.
Miris memang melihat bagaimana nasib Packer di kompetisi Italia. Kesulitannya mendapat menit bermain berakibat seringnya ia dipinjamkan ke klub yang levelnya bisa dibilang medioker harus ia alami. Bermain di kompetisi elite Eropa semisal Liga Italia memang tidak mudah. Hal tersebut, pernah diakui oleh David Sebastian Magnus Loefquist yang pada masa pramusim sebelum Liga 1 bergulir pernah mencoba peruntungannya sebagai pemain seleksi di Persib Bandung.
Loefquist memiliki rekam jejak yang cukup bagus. Ia pernah menjadi bagian dari AC Parma pada musim 2012, dengan durasi kontrak selama dua musim. Namun, ia hanya bermain hanya satu musim saja sebelum akhirnya kembali Swedia untuk merumput bersama Mjaellby AIF. Saat di Parma, Loefquist juga lebih banyak dipinjamkan ke klub lain. Ia mengungkapkan, persaingan di Liga Italia sangatlah sulit untuk ditembus.
“Saya tidak puas dengan penampilan saya selama di Italia, seharusnya saat itu saya berpikir berbeda tapi di Italia memang susah. Kadang kamu main bagus tapi kadang kurang bagus tapi itu tidak penting karena akan ada seseorang yg memutuskan apa yang akan terjadi dan itu lah yang terjadi pada saya,” ucap pemain yang akrab disapa Loeken itu, beberapa waktu lalu.
Nasib Loeken dan Packer tidak jauh berbeda. Setelah kesulitan menembus persaingan di Italia, keduanya sama-sama pulang kampong kenegaranya masing-masing. Bila Loeken pulang ke Swedia, maka Packer kembali ke Brasil untuk bermain bersama Parana di Serie B Brasil.
Di sana, Packer menemukan kembali gairah permainannya. Total 22 penampilan ia bukukan di tahun pertamanya. Parana merasakan bagaimana kehadiran Packer mampu membuat lini tengah mereka terasa lebih hidup. Pada tahun 2012 Parana akirnya mempermenenkan Packer. Kembali, 22 penampilan dibukukan Packer pada musim keduanya bersama Parana dengan catatan tiga gol yang ia kemas.
Kecemerlangan Packer menjadi dinamo di lini tengah Parana memantik ketertarikan Botafogo untuk mengajaknya bermain di divisi tertinggi kompetisi sepak bola Brasil. Bersama Botafogo, Packer hanya bertahan setengah musim dengan bermain di 17 laga. Kemudian gelandang berpostur 178 cm itu hijrah ke Cuiba.
Setelah itu, Packer banyak menghabiskan karier di Brasil. Tercatat ada lima klub seperti Atletico Sorocaba (2014), Treze (2014), CRB (2014), Caxias (2015), dan Guarani (2016) yang ia bela dari rentang musim hingga 2014-2016 sebelum akhirnya kembali ke Italia untuk memperkuat FC Suedtirol di divis ketiga Liga Italia.
Kurang dari setahun Packer membela Suedtirol, ia kemudian mencoba peruntungannya di Indonesia dengan memperkuat Barito Putera. Di Indonesia, Packer rencananya bakal memulai debutnya bersama Rizky Pora cs. pada pertandingan melawan Arema FC di Stadion Kanjuruhan, Malang, pada Jumat (5/5) mendatang.
(SN)
Foto: FTB90.com
Komentar