Buat Tesis Dulu, Jadi Pelatih (Italia) Hebat Kemudian

Cerita

by Ardy Nurhadi Shufi 249782

Ardy Nurhadi Shufi

Juru Taktik Amatir
ardynshufi@gmail.com

Buat Tesis Dulu, Jadi Pelatih (Italia) Hebat Kemudian

Halaman kedua

Setiap pelatih dibebaskan dalam berkreasi dengan kemampuan kepelatihan mereka. Bahkan untuk kurikulum terbaru, para pelatih sejak awal tidak diberitahu seperti apa tesis para pendahulunya. Di awal-awal masa pelatihan, mereka tidak diperkenalkan dengan buku dan literatur kepelatihan.

“Ketika mereka datang ke sini, untuk dua atau tiga minggu pertama, mereka biasanya akan sangat kebingungan. Saya memang ingin mereka seperti itu [kebingungan],” ujar Renzo Ulivieri, yang sejak 2010 memimpin Scuola Allenatori, dikutip dari Bleacher Report.

Ulivieri bukan tanpa alasan membuat para pelatih kebingungan. Bahkan ia sudah merencanakannya dengan matang agar para pelatih Italia benar-benar berkualitas saat mendapatkan lisensinya. Hal ini berdasarkan pengalamannya. Para pelatih tersebut didesain untuk bisa mengikuti perkembangan sepakbola terkini, tidak terpaku pada literatur kepelatihan di masa lalu.

"Para pelatih yang belajar di sini tidak mendapatkan satu pun buku. Apa tujuannya? Jika saya membuat sebuah buku, itu akan membutuhkan dua tahun. Lalu ketika saya memberikannya pada Anda, itu sudah ketinggalan zaman," papar pelatih yang pernah melatih 15 kesebelasan Italia ini.

"Anda harus memperbarui dasar-dasar sepakbola yang sudah sangat tua dan tetap hidup ini. Tapi Anda juga harus memulainya dari nol, karena sekali lagi, jika saya mengajarkan sepakbola seperti apa yang diajarkan pelatih saya, itu sudah ketinggalan zaman selama 50 tahun. Apa yang saya ajarkan sebenarnya bagaimana sepakbola akan berlaku pada 10 tahun mendatang. Saya harus menerka masa depan," sambungnya.

Karena ini juga Sekolah Kepelatihan Italia ini berlangsung dua arah. Para pelatih tidak hanya mendapatkan pengetahuan dari para mentor atau pelatih senior, tapi para pelatih muda juga diberikan kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya. Tak mengherankan memang karena "murid-murid" Ulivieri pun merupakan para pelatih yang sebenarnya sudah berpengalaman.

Dari pengalamannya serta pengalaman para "murid" itulah pengajuan tesis untuk mendapatkan lisensi UEFA Pro menjadi syarat utama lulus dari Scuola Allenatori era Ulivieri. Hal ini diperbolehkan oleh UEFA karena sejak 1998, UEFA membebaskan metode kepelatihan UEFA Pro pada federasi sepakbola negara masing-masing, dengan bantuan UEFA tentunya.

Buah dari pemikiran Ulivieri ini sudah bisa dilihat sekarang. Berdasarkan laporan Paolo Baldini, jurnalis Bleacher Report, kini Italia memiliki 19 pelatih di lima liga top Eropa, di mana ini lebih banyak dari Spanyol (15), Jerman (11), dan Inggris (tujuh). Jumlah tersebut belum dihitung dengan mulai banyaknya pelatih muda Italia yang mulai menghiasi Serie A Italia seperti Vincenzo Montella, Stefano Vecchi, Massimo Rastelli, Simone Inzaghi, Di Francesco, Andrea Stramaccioni, atau di divisi bawah seperti Filippo Inzaghi yang menuai kesuksesan bersama Venezia. Bahkan terdapat seorang pelatih perempuan Italia, Elisabet Spina, yang mendapatkan nilai sempurna 110 pada salah satu ujian untuk mendapatkan lisensi UEFA Pro.

"Ulivieri sangat baik dalam tugasnya saat ini. Pelatihannya sangat penting dan menyegarkan ide [kepelatihan] saya," ujar Filippo Inzaghi.

Jadi jangan heran jika pelatih-pelatih Italia masih akan menghiasi sepakbola top Eropa dalam beberapa tahun ke depan. Mereka punya Sekolah Kepelatihan dengan metode yang berbeda dari yang lain. Dan hasilnya sudah terlihat pada musim ini ketika sejumlah pelatih Italia berhasil menjadi juara di liga-liga Eropa.

Ulivieiri bersama para pelatih Italia pada 2015, beberapa di antaranya terdapat Gianluca Zambrotta, Simone Perotta, dan Fabrizio Ravanelli.

foto: sorrisi.com

Komentar