Di keluarga Inzaghi, sosok Simone Inzaghi mungkin masih kalah pamor dengan kakaknya, Filippo Inzaghi, kala keduanya masih berkarier sebagai pesepakbola. Filippo yang akrab disapa Pippo memiliki rekam jejak mentereng sebagai pemain, kariernya bersinar karena cenderung memperkuat tim-tim elite Italia. Juventus dan AC Milan menjadi dua klub besar Italia yang pernah dibelanya. Hebatnya, Filippo selalu menjadi andalan utama di lini serang dua kesebelasan tersebut.
Paling menonjol memang saat Pippo berkarier di San Siro selama 11 musim lamanya. Selama lebih dari satu dekade berseragam Milan, berbagai gelar prestisius pernah didapatkannya seperti Scudetto Serie A (2003/2004, 2010/2011) hingga gelar Liga Champions (2002/2003, 2007/2008).
Pippo memang lebih menawan ketimbang Simone yang kariernya lebih banyak dihabiskan sebagai pemain pinjaman dalam rentang waktu 1994-1998. Beruntung setelahnya ia berlabuh ke Lazio, karena di klub ibu kota itu Simone berhasil mendapat tempat yang jauh lebih layak.
Meski selama 11 musim memperkuat Lazio ia juga sempat dipinjamkan ke Atalanta (2005), Sampdoria dan kembali Atalanta (2007-2008), namun nasib yang jauh lebih baik ia dapatkan di Lazio ketimbang di Piacenza.
Harus diakui bahwa Pippo memiliki pencapaian yang lebih baik ketimbang adiknya saat menjalani karier sebagai pemain, namun kondisi berbeda justru dialami oleh dua bersaudara itu saat menjalani profesi sebagai pelatih.
Simone dan Pippo terlihat kompak dalam urusan pemilihan profesi, karena setelah keduanya pensiun, baik Pippo dan Simone langsung meniti karier sebagai pelatih. Pippo memulai profesi sebagai juru taktik pada tahun2013/2014, saat itu ia dipercaya untuk membesut tim Primavera Milan.
Jenjang kariernya terlihat seperti akan kembali bersinar saat menjadi pelatih, karena pada musim selanjutnya ia langsung promosi ke tim utama Milan. Namun ternyata Pippo harus menelan kenyataan pahit saat musim pertamanya berakhir dengan pemecatan.
Pada akhir musim 2014/2015, Adriano Galliani mengumumkan pemecatan Pippo karena menganggap “Sang Legenda” telah gagal mengangkat performa Milan kala itu. Wajar saja bila Pippo sampai dipecat, karena saat itu ia hanya mampu membawa Milan finis di posisi 10 klasemen akhir Serie A musim 2014/2015. Pippo sendiri kemudian menangani klub Serie C, yang baru saja promosi ke Serie B, yaitu Venezia.
Nasib nahas yang dialami kakaknya tak lantas membuat Simone pesimistis. Jejak Pippo kemudian diikuti, bedanya Simone memilih memulai perjalanan kariernya sebagai pelatih di Lazio. Sama dengan kakaknya, perjalanannya pun dimulai dari mengarsiteki tim Primavera Lazio pada tahun 2010.
Berbeda dengan Pippo yang langsung menjadi pelatih kepala di tim utama Milan, Simone justru harus menunggu selama enam tahun lamanya untuk memegang jabatan pelatih kepala di tim utama Lazio. Pada 3 April 2016 ia ditunjuk sebagai caretaker menggantikan Stefano Pioli. Simone melakukan tugasnya dengan baik dalam tujuh pertandingan terakhir Serie A musim 2005/2016. Sentuhannya cukup baik saat itu, walau memang tidak sempurna. Empat kemenangan dan tiga kekalahan adalah pencapaian yang diraih Simone.
Meski begitu ia tidak langsung dipercaya sebagai pelatih utama pada musim berikutnya. Saat musim 2016/2017 akan bergulir Lazio lebih memilih Marcelo Bielsa untuk menangani tim. Namun baru seminggu ditunjuk Bielsa memutuskan mundur, hingga akhirnya Simone kembali dipercaya sebagai pelatih di tim utama.
Ia berhasil menjawab kepercayaan itu dengan baik. Meski tiga pertandingan terakhir Lazio menelan kekalahan, namun Simone sukses membawa klub berjulukan “I Biancocelesti” itu menempati posisi lima di klasemen akhir 2016/2017. Artinya Lazio pada musim depan akan tampil di Liga Europa. Selain itu ia juga sukses membawa Le Aquile menembus babak final Coppa Italia, meski akhirnya gagal juara karena dikalahkan Juventus 2-0.
Pencapaian Simone ini menuai banyak pujian, Pippo pun tak ketinggalan memuji kinerja adiknya itu. Pippo bahkan menyebut Simone jauh lebih baik ketimbang dirinya dalam profesi sebagai pelatih. Tak segan Pippo pun belajar dari Simone agar kemampuannya melatihnya meningkat.
"Saya sengat sering menghubungi Simone untuk menanyakan kabar keponakan saya. Saya dan dia (Simone) memang memiliki hubungan yang dekat. Selain itu kami sering membicarakan tentang sepakbola. Saya sangat tertarik ketika dia berbicara, karena dia memang lebih baik,” kata Pippo kepada Football Italia beberapa waktu lalu.
"Musim ini dia sudah melakukan pekerjaannya dengan sangat baik. Dia juga membuktikan bahwa dirinya sangat spesial. Aku tidak terkejut dengan hasilnya, aku tahu seberapa siapnya dia. Dia juga taktis," tambahnya.
Apresiasi tidak hanya diberikan oleh Pippo, pihak klub pun sangat menghargai kinerja Simone pada musim ini. Ganjaran kontrak baru pun diberikan, Simone telah menerima tawaran perpanjangan kontrak tersebut.
"Saya sangat senang telah memperbarui kontrak dengan Lazio. Saya hanya tinggal menandatangani kontrak baru saya, dan itu akan segera datang. Saya senang melanjutkan karier pelatih saya di Lazio, kami berharap bisa melakukan hal-hal hebat pada musim depan,” kata Simone kepada Skysport Italia.
"Paling saya sukai adalah antusiasme yang kami bawa ke masyarakat. Melihat 50.000 penonton di Olimpico membuat saya sangat bangga," sambungnya.
Biar bagaimanapun, Simone telah menunjukkan bahwa dalam satu hal ia bisa mengungguli pencapaian Pippo. Namun hal tersebut tentu tak serta-merta membuat Simone berpuas diri. Tantangan lebih besar akan ia hadapi musim depan. Selain harus bisa menjaga konsistensi penampilan Lazio, ia juga tentu memiliki keinginan yang besar untuk meraih prestasi di kompetisi Eropa pertamanya sebagai pelatih.
Namun sebelum itu semua, ada satu tantangan lain yang harus bisa ia hadapi. Salah satunya mempertahankan bintang-bintang Lazio yang kemungkinan hengkang pada bursa transfer panas nanti.
Kapten Lazio, Lucas Biglia, salah satunya yang dikabarkan diminati AC Milan. Namun, Simone mengaku ia akan berusaha keras untuk mempertahankan Biglia di Stadio Olimpico. Simone mengaku negosiasi kontrak dengan pemain berusia 31 tahun itu terus berlanjut.
"Pembicaraan sedang berlangsung, saya berbicara dengan Lucas sebelum dia memperkuat bersama tim nasional Argentina. Klub terus-menerus berhubungan dengan dia dan rombongannya. Dia adalah kapten kami dan saya sebagai pelatih berpikir dengan cara yang sama seperti yang dipikirkan para penggemar (untuk mempertahankan Biglia),” tegasnya.
Foto: The Sun
Komentar