Halaman Kedua
Saat itu, Cakra langsung menenangkan oknum-oknum tersebut sampai ia hampir berkelahi dengan sesama orang Bandung itu. Namun para oknum tersebut berhasil diredam setelah mengetahui bahwa Cakra adalah adik kandung Rangga. "Mereka diam ketika teman-teman bilang bahwa saya adik almarhum. Mereka menghargai saya. Kemudian saya mencoba menenangkan mereka, oknum-oknum. Alhamdulillah-nya mereka mengerti," bebernya.
Saat penyelamatan itu, Cakra hanya teringat dan berpikir tentang orang tua dan Rangga. Ia tak mau apa yang dirasakan ibunya itu dialami juga oleh ibu dari keempat Jak Mania tersebut.
"Saya teringat ketika ibu saya kehilangan almarhum. Nangisnya luar biasa. Saya belum pernah lihat ibu saya nangis sampai segitunya. Di sana saya berpikir mereka (empat orang terduga The Jak) ini belum tentu pelaku pengeroyokan almarhum. Meskipun iya, di situ saya berpikir bahwa kenapa harus menghakimi sendiri?" tutur Cakra.
Cakra berharap agar pemikiran dan tindakan hati nuraninya itu bisa menular kepada bobotoh lain. Apalagi setelah ada insiden meninggalnya Ricko, ia menganggap rivalitas antara bobotoh dan The Jak sudah kelewat batas karena terus memakan korban sehingga harus segera dihentikan.
"Almarhum Ricko pun saya salut dengan dia. Dia nggak kenal siapa yang dia tolong. Tapi hati nurani dia terpanggil bahwa tidak bisalah menghakimi sendiri. Ini udah kelewat[an]," tegasnya.
Ia pun mengajak seluruh pendukung sepakbola di Indonesia introspeksi diri atas kejadian yang menimpa Ricko. Cakra menuturkan bahwa tragedi meninggalnya Ricko harus menjadi momen untuk menjadi simbol perdamaian, terutama antara bobotoh dengan The Jak. Dan sejauh ini aksi perdamaian antara bobotoh dengan Tha Jak sudah mulai terjalin. Setelah berita Ricko meninggal menyebar pada Kamis (27/7) lalu, beberapa daerah terus mengampanyekan perdamaian antara bobotoh dengan The Jak.
Dimulai dari berbagai postingan di media sosial, kemudian dilakukan melalui aksi nyata menunjukkan adanya arah positif dari kedua pendukung. Salah satu yang pertama terjadi di Bekasi saat bobotoh dan The Jak menggelar deklarasi damai dengan menyalakan 1000 lilin bersama di halaman Stadion Patriot Bekasi. Kampanye perdamaian juga menular di kawasan Purwakarta. Bahkan ketika Persija melawan Bhayangkara FC pada Sabtu (29/7) lalu, tribun yang ditempati The Jak memasang spanduk duka terhadap Ricko.
Cakra jelas menanggapi situasi belakangan ini, yang mengarah pada perdamaian bobotoh dan The Jak, dengan positif. Bahkan ia membocorkan bahwa Ketua Umum The Jak Mania, Ferry Indrasjarief, sempat mengunjungi rumahnya dan berziarah ke makam Rangga sebelum pertandingan Persib melawan Persija. Saat itu Ferry berkunjung ditemani Heru Joko selaku Ketua Viking, salah satu kelompok besar suporter Persib. Niatan Ferry dan Heru itu pun mendapatkan rasa hormat yang besar tersendiri bagi Cakra. Pada pertemuan itu, Cakra berharap bahwa kedua pimpinan yang menunjukkan kedamaian itu bisa ditiru para anggota The Jak maupun Viking lainnya.
"Kata saya (kepada Ferry dan Heru), kenapa yang di bawah tidak berpikir demikian? Ketua kita pun respek saling damai. Sampai kemarin pun terpukul Bung Ferry sama Pak Heru (atas meninggalnya Ricko)," paparnya.
"Ya, saya sangat setuju sekali (berdamai). Memang saya bisa berpikir sekarang setuju karena prosesnya panjang. Memang pada 2012 saya kehilangan almarhum, manusiawi pengen balas dendam. Tapi setelah berpikir-pikir, dua tahun kemudian saya berpikir bahwa kenapa sih harus sampai ada korban?" jawabnya ketika ditanya tentang rencana perdamaian.
Kemudian Cakra yang sendirinya merupakan bobotoh menjadi teringat perkataan Ayi Beutik, Panglima Viking yang sudah meninggal dunia. Kata-kata "loyalitas", "Persib sampai mati", dan "biarkanlah permusuhan (dengan The Jak) ini abadi" yang sering diserukan Ayi selalu diingatnya. Tapi Cakra mampu mencerna kata-kata itu dengan lebih dewasa. Menurutnya, kata "loyalitas" adalah pacuan diri dalam memberikan dukungan kepada Persib. Kemudian kalimat "Persib sampai mati" adalah dukungan kepada Persib sampai mati dengan kreativitas tanpa kekerasan yang merugikan kesebelasan itu sendiri.
Sementara itu untuk kalimat "biarlah permusuhan ini abadi" menurutnya adalah agar pertandingan lebih menarik. Hanya saja sejauh ini banyak bobotoh yang salah mengartikannya dengan cara main hakim sendiri atau melakukan kekerasan kepada pendukung rivalnya. Seharusnya para bobotoh lebih bangga dengan mendukung Persib melalui hal-hal positif. Dan cara meninggalnya Rangga maupun Ricko seharusnya membuat kedua belah pihak lebih berpikir dan lebih mengerti.
Menurutnya, permusuhan antara bobotoh dan The Jak hanya berlaku 2 x 45 menit di lapangan sepakbola, bukan harus berkelahi antara pendukungnya. Apalagi perkelahian antara kedua kubu itu sudah dianggap di luar akal dan batas. Kedua kubu tentu harus memahami korban dalam rivalitas yang kebablasan tidak hanya mereka yang meregang nyawa, tapi juga keluarga, dan pihak lain terkena dampaknya. "Saya tidak mau melihat orang tua yang lain harus menangis karena hal yang tidak wajar. Sebenarnya hal yang seperti ini tuh bisa kita hindari," tegas Cakra.
***
Kata "loyalitas" memang salah satu penggalan terkeren bagi kelompok manapun, baik di ranah sepakbola maupun yang lain. Tapi benar apa yang dikatakan Cakra, perlu ada perubahan pola pikir tentang kata "loyalitas" di kalangan pendukung sepakbola. Sebab kesalahan mengartikan kata itu bisa melahirkan berbagai oknum yang berpola pikir sempit.
Semoga Ricko menjadi korban terakhir dari kesalahan pemaknaan kata "loyalitas" itu sendiri. Kita perlu melihat bagaimana Cakra, adik almarhum Rangga yang menjadi korban pengeroyokan pendukung rival, tak lagi memiliki dendam pada The Jak meski rasa dendam itu sempat menggerogoti hatinya. Tapi justru sebaliknya, ia kini justru menolong banyak The Jak agar tidak menjadi korban seperti sang kakak.
Sebelum ada rencana perdamaian antara bobotoh dengan The Jak, rupanya Cakra sudah jauh lebih dulu berdamai dengan dirinya sendiri. Maka, jika Cakra yang menjadi "korban langsung" saja bisa memaafkan rival, kenapa kalian tidak, bobotoh dan The Jak?
Komentar