Teknologi dalam sepakbola, apapun macamnya seperti Video Tayangan Ulang (VAR) ataupun teknologi garis gawang (goal line technology) diciptakan dengan tujuan untuk memudahkan dan melancarkan jalannya pertandingan. Namun bagaimana jadinya jika teknologi ini malah makin menimbulkan polemik?
Dalam beberapa tahun terakhir, wacana tentang penggunaan teknologi dalam sepakbola mulai digaungkan oleh otoritas tertinggi sepakbola dunia, FIFA. Penggunaan teknologi ini disebut-sebut sebagai salah satu cara untuk membuat pertandingan dapat berjalan lebih fair, menghilangkan polemik, serta membantu kinerja dari wasit yang kerap menjadi kambing hitam dalam sebuah pertandingan.
Berangkat dari semangat tersebut, beberapa teknologi yang kelak akan digunakan dalam sepakbola mulai diperkenalkan oleh FIFA. Dua dari teknologi yang sekarang sedang dikembangkan dan diuji oleh FIFA adalah Video Tayangan Ulang (VAR) dan teknologi garis gawang (goal-line technology). Dua teknologi ini dianggap akan membantu wasit dalam memimpin sebuah pertandingan.
Sempat menimbulkan perdebatan soal nilai sepakbola yang hilang karena menjadi terlalu sempurna dan tanpa kesalahan, teknologi-teknologi itu akhirnya digunakan. Per musim 2017/2018 ini, Serie A sudah mulai menerapkan VAR. Teknologi garis gawang juga sudah mulai digunakan di Ligue 1. Perlahan, teknologi mulai masuk ke dalam dunia sepakbola masa kini.
Namun, siapa sangka teknologi ternyata malah menimbulkan polemik baru, karena ketidaksempurnaan yang juga mereka miliki.
Polemik tentang penggunaan teknologi
Dalam beberapa pekan terakhir, penggunaan teknologi mulai menimbulkan polemik baru di sepakbola. Tercatat ada beberapa momen ketika penggunaan teknologi, yang pada awalnya dimaksudkan agar pertandingan berjalan lebih adil, justru menjadi sasaran kritik bagi para elemen-elemen yang terlibat di dalam sepakbola.
Di Serie A, pelatih Juventus, Massimilliano Allegri mengungkapkan kritiknya soal penggunaan VAR di Serie A ini. Secara garis besar, ia menyebut bahwa ia tidak menolak VAR ini. Ia hanya menggarisbawahi cara penggunaan VAR, yang menurutnya kerap digunakan oleh wasit dalam situasi-situasi yang tidak tepat.
"Menurut saya, teknologi itu seharusnya digunakan dalam situasi-situasi yang sifatnya obyektif. Jangan dalam situasi subyektif, karena situasi subyektif tidak akan pernah menemukan kata sepakat. Itulah olahraga," ujar Allegri disitat dari Mediaset Premium.
"Wasit bisa memberi penalti atau tidak, itu keputusannya. Kalau tidak, kita akan mendapatkan laga-laga yang lebih rumit. Kita akan menjadi seperti American Football, di mana pertandingan sedikit-sedikit berhenti dan kita duduk di sana sambil makan kacang sampai pertandingan berakhir saat tengah malam. Hal yang sama terjadi dalam basket," tambahnya.
Allegri yang kesal akan penggunaan VAR yang tidak tepat
Penggunaan VAR di Serie A memang malah menjadi polemik tersendiri. Alih-alih membantu wasit, seperti yang digaungkan sebelum Serie A musim 2017/2018 dihelat, VAR justru malah menimbulkan polemik baru. Direktur olahraga Fiorentina, Carlos Freitas, juga pernah mengungkapkan kekesalannya akan VAR yang tidak dipergunakan secara baik ini. Ia berbicara soal ini usai Fiorentina ditahan imbang Atalanta dalam giornata 6 Serie A.
"Pertama-tama kita harus mencari tahu apa itu VAR. Melawan Inter ada dua insiden yang tidak diberikan saat VAR sudah bisa digunakan. Saya sama sekali tidak meragukan ketiga insiden malam ini (dalam pertandingan tersebut). Itu bukan hukuman bagi Atalanta, seharusnya kami memiliki dua penalti untuk pelanggaran Gil Dias dan penarikan jersey pada Astori," ujar Freitas.
Selain soal VAR yang mulai menjadi polemik di Serie A, ada juga soal teknologi garis gawang yang malah tidak berfungsi di Ligue 1. Teknologi garis gawang, yang seharusnya berfungsi sebagai penentu apakah bola sudah melewati garis gawang atau belum, nyatanya malah melakukan kesalahan deteksi. Hal ini terjadi dalam laga antara Stade Rennes melawan SM Caen.
Alih-alih mendeteksi bola yang masuk ke gawang, teknologi garis gawang malah mendeteksi penjaga gawang Caen, Remy Vercoutre yang masuk ke dalam gawang usai meninju bola hasil tendangan penjuru pemain Rennes. Kesalahan deteksi yang bisa jadi diakibatkan karena Vercoutre mengenakan warna jersey yang sama dengan detektor yang ada di dalam bola.
Baca Juga: Ternyata Teknologi Garis Gawang Juga Bisa Melakukan Kesalahan
Penyesuaian-penyesuaian yang harus dilakukan
Berbagai polemik yang terjadi akibat dari penggunaan teknologi ini menjadi sebuah hal yang mulai harus diperhatikan. Jangan sampai teknologi, yang pada awalnya diharapkan dapat menjadi solusi polemik, justru malah menambah polemik baru.
Dari berbagai polemik dan kritik yang terjadi, sebenarnya masuknya teknologi ini tidak ditolak oleh para elemen-elemen yang terlibat dalam sepakbola masa kini. Mereka malah mendukung masuknya teknologi, seperti yang diujarkan Roberto Rossetti. Sudah masanya memang sepakbola menggunakan teknologi, dengan salah satu tujuannya adalah membantu kinerja wasit.
"Tidak ada lagi jalan kembali bagi kita. Sudah masanya teknologi membantu wasit segera menjadi nyata," ujar Rossetti.
Namun, di sisi lain, teknologi juga adalah alat yang diciptakan oleh manusia, makhluk yang tidak pernah luput dari salah dan juga khilaf. Ini menjadikan teknologi, yang sempat dianggap sebagai sebuah alat tanpa cela yang bisa membantu manusia, juga menjadi sebuah alat yang bisa saja kelak melakukan kesalahan.
Oleh karena itu, Harry Montague dalam tulisannya di laman Outside of the Boot menyebut bahwa harus ada penyesuaian-penyesuaian yang dilakukan perihal penggunaan teknologi yang digunakan di dalam sepakbola. Penyesuaian ini, selain dalam soal teknologi, juga soal persepsi tentang penggunaan teknologi itu sendiri serta soal aturan-aturan yang harus diterapkan.
Teknologi boleh digunakan, asal harus ada penyesuaian juga di sisi-sisi yang lain
Seperti contohnya adalah soal offside. Offside dalam praktiknya, jika mengacu kepada Laws of the Game FIFA, adalah aturan yang cukup rumit. Ia tidak hanya melibatkan pemain yang mengumpan dan yang diumpan. Kadang offside juga melibatkan pemain yang sama sekali tidak ada kaitan dengan bola. Ini yang membuat pengadil, meski menggunakan teknologi sekalipun, akan menghadirkan keputusan yang sifatnya subyektif.
Jadi, Harry menyebut bahwa penyesuaian juga harus dilakukan seiring dengan penggunaan teknologi di dalam sepakbola. Selain penyesuaian dalam soal penggunaan teknologi yang juga ternyata bisa salah, penyesuaian soal aturan yang diterapkan juga harus dilakukan. Ini semata-mata demi kenikmatan dalam memainkan dan menyaksikan sepakbola itu sendiri, sehingga sepakbola tidak perlu seperti American Football yang harus berkali-kali dihentikan permainannya karena banyaknya insiden yang ditinjau ulang.
***
Sepakbola, seiring dengan perkembangan zaman, akan terus mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Apa yang diterapkan hari ini bisa saja tidak diterapkan di masa depan, karena harus menyesuaikan dengan zaman yang semakin berkembang. Pun dengan penerapan teknologi ini. Ia tidak bisa dilepaskan sebagai bagian dari perkembangan sepakbola yang semakin kompleks dari zaman ke zaman.
Menggunakan teknologi tidak ada salahnya, karena ia bisa membantu beberapa pihak, terutama wasit, yang kerap menjadi pesakitan dalam sebuah pertandingan sepakbola. Tapi, jangan lupakan juga bahwa teknologi, selayak penciptanya (manusia) yang acap berbuat salah, juga bisa melakukan kesalahan. Penyesuaian harus selalu dilakukan, demi tujuan terciptanya suasana pertandingan yang asyik ditonton, seru, dan juga bisa dinikmati semua kalangan.
Komentar