Amsterdam memang ibu kota Belanda. Tapi jika berbicara soal sepakbola, ibu kota pindah ke Rotterdam. Atmosfer sepakbola di kota terbesar kedua di Belanda itu sungguh luar biasa.
Asumsi itu bisa dibuktikan melalui banyaknya kesebelasan sepakbola di sana. Pada musim ini saja tiga kesebelasan mewakili Kota Rotterdam: Feyenoord Rotterdam, Sparta Rotterdam, dan SBV Excelsior berada di divisi tertinggi kompetisi sepakbola Belanda, Eredivisie.
Atas banyaknya kesebelasan profesional di Rotterdam, kota itu diklaim dan disebut Voetbalstad nummer 1 (Kota sepakbola nomor satu) di Belanda. Persaingan antarkesebelasan dari satu kota yang sama tak terhindarkan. Meskipun ada tiga kesebelasan profesional yang bermain di Eredivisie, peta persaingan sepakbola di Rotterdam meruncing kepada Feyenoord dengan Spartak.
Pertandingan antara mereka dikenal dengan nama Derbi Rotterdam (Rotterdam Derby). Bisa dibilang pertandingan antara kedua kesebelasan itu yang paling tendesius di Rotterdam. Bahkan bisa dibilang pertandingan antara satu kota yang tidak bisa ditandingi sepakbola kota mana pun di Belanda.
"Euforia sepakbola (di Belanda) itu ya memang di Rotterdam. Mana lagi di Belanda? Eindhoven pun cuma ada dua, PSV Eindhoven dan FC Eindhoven," ujar Sigit Prasetyo, pria yang pernah tinggal di Rotterdam selama satu tahun, ketika diwawancarai melalui sambungan telepon.
Alasan utamanya jelas karena Feyenoord dan Sparta merupakan kesebelasan bergengsi disertai tradisi kuat di Rotterdam. Sederhananya, tengok saja gelar Eredivisie yang sudah dikoleksi kedua kesebelasan itu sejauh ini. Lemari Feyenoord dan Sparta dihiasi piala-piala Eredivisie.
Feyenoord sudah mengoleksi 15 sementara Sparta enam kali juara Eredivisie -- berbeda juga dengan Excelsior yang belum pernah mengoleksi gelar Eredivisie satu pun. Maka dari itu Derbi Rotterdam yang tendesius adalah pertemuan antara Feyenoord dengan Sparta.
Feyenoord memang memiliki jumlah gelar paling banyak dibandingkan Sparta dan Exelsior. Maka bukan tanpa alasan jika Feyenoord merupakan kesebelasan paling terkenal di Rotterdam. Feyenoord juga merupakan kesebelasan Belanda pertama yang memenangkan Piala Eropa dan Piala Dunia Antar Klub (masih bernama Piala Kontinental) pada 1970 silam.
Feyenoord juga menghasilkan pemain-pemain berkualitas seperti Bruno Martins Indi, Daryl Janmaat, Giovanni van Bronckhorst, Jordy Clasie, Leroy Fer, Rick Karsdorp, Robin van Persie, dan lainnya. Ronald Koeman dan Ruud Gullit pun pernah memperkuat kesebelasan berjuluk De Club aan de Maas tersebut.
Stadion De Kuip yang menjadi markas Feyenoord adalah yang terbesar kedua di Belanda setelah Stadion Johan Cruyff Arena milik Ajax Amsterdam. Stadion De Kuip memiliki kapasitas sekitar 51.000 penonton, sementara markas rivalnya itu sanggup menampung sekitar 54.000 penonton.
Stadion De Kuip sendiri dibangun di distrik Feijenoord, Rotterdam Selatan, tempat di mana Feyenoord berasal. Di kawasan itu juga budaya sepakbola Feyenoord lahir dan resmi menjadi sebuah kesebelasan sepakbola pada 1908 silam. Kemegahan Stadion De Kuip juga membuatnya sering dijadikan tempat pertandingan-pertandingan penting seperti final Piala KNVB atau laga internasional Belanda.
Tapi para pendukung Sparta pernah mengharamkan kakinya menginjakan kaki di stadion tersebut. Keengganan suporter Sparta untuk datang ke sana sangat kentara ketika final Piala KNVB 1970/1971. Mereka menolak datang ke Stadion De Kuip meskipun yang berlaga saat itu adalah timnya. Hal itu disebabkan karena ada sentimen tersendiri dari para pendukung Sparta kepada Feyenoord.
Para pendukung Sparta masih mengklaim bahwa kesebelasan merekalah yang memegang tradisi sepakbola di Rotterdam. Hal itu wajar jika melihat Sparta sendiri berusia lebih tua daripada Feyenoord. Sparta didirikan pada 1888 di kawasan Spangen, Rotterdam Barat, dan langsung menjadi kesebelasan yang diklaim mewakili Rotterdam.
Maka bukan tanpa alasan jika mayoritas pendukung Sparta adalah orang tua. Sementara anak-anak muda yang mendukung Sparta adalah warisan dan dogma dari para orang tuanya. Namun tidak sedikit juga orang tua yang membebaskan keluarganya untuk mendukung klub lain.
"Sparta Rotterdam klub paling tua di Belanda. Dan semua orang punya sangat hormat untuk Sparta. Kakek saya fans berat dengan Sparta Rotterdam dulu," terang Raphael Maitimo, gelandang Persib Bandung, yang mengaku lebih mendukung Feyenoord, ketika diwawancarai lewat pesan singkat.
Sparta pun membangun stadion sepakbola pertama di Belanda bernam Het Kasteel yang resmi dibuka pada 1916. Perkembangan Sparta tidak lepas dari masyarakat kelas menengah ke atas pada waktu itu. Apalagi daerah tempat mereka berdiri pun merupakan kawasan pendidikan yang banyak dihuni pelajar-pelajar di Rotterdam.
Tapi kiblat sepakbola di Rotterdam mulai terbagi dua sejak Feyenoord dibentuk pada 20 tahun kemudian. Tahun berdirinya Feyenoord merupakan musim ketika Sparta mendapatkan gelar Eredivisie perdananya. Feyenoord pun mampu semakin berkembang karena cakupannya begitu luas di Rotterdam.
Hal itu karena Feyenoord lahir dari para kelas pekerja di distrik Feijenoord itu sendiri, mengingat jika distrik itu merupakan kawasan pelabuhan yang dihuni imigran dan kaum buruh. Tentunya lingkungan mereka berbeda dengan Sparta sehingga menjadi salah satu sentimen tersendiri.
Gengsi dan Sentimen Antara Feyenoord Rotterdam dengan Sparta Rotterdam
Pertandingan resmi pertama antara Feyenoord dengan Sparta terjadi pada 22 Mei 1921 di Stadion Het Kasteel. Cukup lama mereka bertanding dari waktu kesebelasan masing-masing berdiri. Hal itu karena Feyenoord baru promosi ke divisi tertinggi untuk pertama kalinya pada 1921.
Pertandingan itu dimenangi Feyenoord dengan skor 4-2. Itulah keunggulan pertama Feyenoord atas Sparta dan memutus tradisi keunggulan kesebelasan yang lebih senior di Rotterdam. Pada waktu itu memang Sparta sedang mengalami penurunan sehingga terdegradasi.
Sebelumnya, Sparta sering mengalahkan Feyenoord dalam pertandingan persahabatan atau uji tanding. Kekalahan dan degradasinya Sparta tentu melahirkan dendam tersendiri bagi kesebelasan tersebut. Bagaimana bisa kesebelasan lebih senior dan sukses pada awal 1900-an kalah sukses dibandingkan juniornya.
Perkembangan Feyenoord membuat kesebelasan ini semakin mudah mendapatkan pemain-pemain kelas atas seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Salah satunya ketika Tinus Bosselaar yang merupakan bintang Sparta justru direkrut Feyenoord pada 1954 silam.
Perpindahan Bosselaar dianggap pengkhianatan bagi para pendukung Sparta. Apalagi mereka menolak Sparta sebagai feeder club Feyenoord di Rotterdam, tidak seperti Excelsior yang sering menyumbang pemain-pemain bintangnya kepada Feyenoord.
"Sentimen yang dibangun (suporter Sparta) adalah: `Feyenoord tuh mentang-mentang-mentang tim gede mereka ngambil-ngambil pemain kita doang`. Mereka menganggap Sparta sebagai feeder club. Itu mereka nggak suka," jelas Sigit yang memiliki kawan dari pendukung Feyenoord maupun Sparta.
Memang tidak bisa dipungkiri bahwa berkembangnya Feyenoord semakin menenggelamkan Sparta sebagai kesebelasan tradisional di Rotterdam. Buktinya, terakhir kali Sparta menjuarai Eredivisie terjadi pada 1958/1959 -- berbeda dengan Feyenoord yang terakhir kali meraihnya pada musim lalu.
Bahkan kesebelasan itu lebih unggul dari rekor pertemuannya pada Derbi Rotterdam ini. Total, Feyenoord menang 25 kali dibandingkan Sparta yang cuma unggul 19 kali dari 108 pertemuan. Tensi panas Derbi Rotterdam juga masih terjaga saat Derbi Rotterdam pada 18 Oktober 2009 yang diwarnai tiga kartu merah.
Pertandingan Derbi Rotterdam ke-109 pun akan digelar hari ini di Stadion Het Kasteel, Minggu (17/12). Panas di dalam lapangan dijamin akan terjaga karena predikat Feyenoord sebagai juara bertahan dan Sparta sedang berjuang keluar dari zona degradasi klasemen sementara Eredivisie 2017/2018.
Kebetulan Maitimo pun sedang menikmati libur kompetisi di Rotterdam. "Situasi sangat bagus. Tidak ada masalah di Kota Rotterdam. Feyenoord dan Sparta seperti saudara. Saya tidak akan ke stadion karena terlalu dingin sekarang. Nonton di televisi saja," tutur pemain kelahiran Rotterdam pada 33 tahun lalu ini.
Situasi yang dipaparkan Maitimo itu pun sempat ditegaskan Sigit bahwa gengsi antara Feyenoord dan Rotterdam tidak sampai menjadi pergesekan antara suporternya. "Makanya kalo berbicara internal di Rotterdam itu sendiri ya biasa aja dan tidak banyak terlalu clash (gesekan)," terangnya.
Komentar