Rekor tak terkalahkan Jerman dalam dua tahun terakhir terhenti. Berhadapan melawan Brasil di Olympiastadion, Berlin, Rabu (28/3), Jerman kalah tipis 0-1. Gabriel Jesus menjadi pahlawan kemenangan Brasil, melalui gol yang dicetaknya pada menit ke-37.
Sesaat wasit meniup peluit tanda berakhirnya pertandingan, para pemain Brasil meluapkan kegembiraannya. Tak peduli kalau sebenarnya itu hanya pertandingan persahabatan. Bagi Brasil, tak penting di ajang mana mereka dipertemukan dengan Jerman. Sebab pertandingan melawan Jerman tak ubahnya laga yang mempertaruhkan harga diri bagi Brasil.
"Ini merupakan urusan harga diri setelah segala hal yang terucap dan tertulis. Seragam ini layak mendapatkan rasa hormat yang lebih besar. Itu mengapa saya amat gembira sudah meraih kemenangan atas lawan dengan nama besar," kata bek Brasil, Thiago Silva, dilansir dari BBC.
Pelatih Jerman, Joachim Loew, mengakui bahwa Brasil layak tampil sebagai pemenang dalam pertandingan tersebut. Loew mengatakan, Brasil tampil penuh motivasi untuk meraih kemenangan atas Jerman. Ditambah, dalam laga itu Jerman tampil inferior dan banyak melakukan kesalahan elementer.
"Sebelum pertandingan saya sudah menduganya. Brasil, dengan kalbu mereka yang masih terluka, akan memainkan tim terbaiknya dan bermain penuh motivasi. Ini bukan hari kami, kesalahan terlalu banyak kami lakukan sehingga kekuatan dan kepercayaan diri Brasil tumbuh. Kami punya pemain muda yang akan belajar dari hasil ini," terang Loew.
Bukan tanpa alasan Brasil memandang setiap laga menghadapi Jerman sebagai partai pertaruhan harga diri. Dalam empat tahun terakhir, Brasil menganggap Jerman sebagai "musuh besar". Jerman telah memberi luka yang sulit disembuhkan. Bahkan menimbulkan trauma tersendiri khususnya bagi para pemain.
Sebelum pertandingan menghadapi Jerman di laga persahabatan dini hari tadi, pelatih Brasil, Tite, mengatakan bahwa anak asuhnya masih di bayang-bayangi rasa sakit dari luka yang diberikan Jerman empat tahun lalu.
“Lukanya masih terbuka sampai dengan saat ini. Laga melawan Jerman di Berlin, merupakan bagian dari proses penyembuhan itu,” tegas Tite.
***
Semua bermula di semifinal Piala Dunia 2014. Brasil yang berstatus sebagai tuan rumah di ajang tersebut memastikan lolos setelah mengalahkan Kolombia 2-1 di perempat final. Sementara Jerman, lolos usai mengandaskan perlawanan Prancis 1-0.
Laga semifinal antara Brasil melawan Jerman berlangsung di Stadion Mineirao, Belo Horizonte, 8 Juli 2014. Beberapa jam sebelum laga berlangsung, tribun penonton Mineirao sudah penuh sesak. Suporter Brasil mendominasi kursi di tribun penonton. Pemandangan yang tersaji di dalam stadion dominan berwarna kuning, sebagai warna kebesaran timnas Brasil.
Pendukung Brasil, menatap laga melawan Jerman penuh optimistis. Mereka meyakini, Brasil bisa mengalahkan Jerman, lolos ke final, dan meraih trofi Piala Dunia untuk kali keenam dalam sejarah.
Brasil, memulai pertandingan dengan sangat meyakinkan. Mereka, terus mencecar pertahanan Jerman. Keasyikan menyerang, Brasil lupa menggalang pertahanan dengan baik. Jerman yang lebih memanfaatkan serangan balik saat membangun serangan malah mampu unggul lebih dulu pada menit ke-11. Thomas Mueller membobol gawang Julio Cesar melalui sepakan setengah voli, usai menyambut umpan sepak pojok Toni Kroos.
Tertinggal satu gol, Brasil meningkatkan intensitas serangannya. Tapi, alih-alih mencetak gol penyama kedudukan gawang mereka malah menjadi bulan-bulan Jerman. Dalam enam menit, Jerman bisa menambah empat gol melalui Miroslav Klose (23’), Toni Kroos (24’, 26’), dan Sami Khedira (29’). Jerman, menutup paruh pertama dengan keunggulan 5-0.
Usai turun minum, penderitaan Brasil tak lantas berakhir. Andre Schuerrle menambah keunggulan Jerman menjadi 7-0 setelah mencatatkan namanya di papan skor pada menit ke-69 dan ke-79. Menjelang pertandingan berakhir, Brasil baru bisa membobol gawang Jerman melalui Oscar.
Seusai pertandingan, raut kesedihan terpancar dari pemain Brasil. David Luiz, bek Brasil, hanya bisa terduduk lesu dengan pandangan yang terus ia arahkan ke rumput hijau. Luiz tak percaya, Brasil babak belur dihajar Jerman.
Tak kontras dengan apa yang terlihat di tribun penonton. Semua suporter Brasil terdiam, tertegun menahan kecewa. Beberapa sampai tak bisa menahan air matanya. Suasana yang tak kalah mengenaskan pun terjadi di beberapa titik nonton bareng. Salah satunya, Pantai Copacabana. Di sana, tak ada pesta atau sekadar musik penghibur mereka yang kecewa. Buat apa tarian disajikan di sana, toh para suporter sudah melarikan diri seketika laga berakhir.
Pesta di Brasil usai sedini mungkin. Brasil gagal lolos ke semifinal, porak poranda dihantam Panser Eropa. Kekalahan telak dari Jerman menjadi aib dalam sejarah sepakbola Brasil. Bahkan dunia mencatat, kekalahan telak 1-7 Brasil dari Jerman, merupakan kekalahan terbesar yang terjadi di semifinal dalam sejarah Piala Dunia.
Kekalahan telak dari Jerman di semifinal Piala Dunia 2014 juga telah membuka luka lama Brasil atas kejadian yang terjadi pada 1950 silam, juga di Piala Dunia.
Saat itu, Brasil berhadapan dengan Uruguay pada laga final yang berlangsung di Stadion Maracana. Brasil yang awalnya dijagokan menang, malah koyak 1-2 dari Uruguay. Kekalahan yang amat menyakitkan, pertandingan tersebut disebut sebagai tragedi Maracanazo, yang berarti pukulan besar terhadap Maracana.
Selama 64 tahun lamanya, publik sepakbola Brasil dihantui bayang-bayang tragadi Maracana 1950. Setelah luka itu tertutupi, tepat pada 2014, saat mereka kembali menjadi tuan rumah Piala Dunia, sebuah tragedi kekalahan tragis Brasil kembali terjadi. Belakangan, tragedi tersebut dikenal publik sepakbola Brasil dengan sebutan Mineirazo, yang berarti ‘tamparan Mineirao’.
***
Lebih kurang empat tahun setelah tragedi Mineirazo, Brasil akhirnya mampu membalas malu yang telah diberikan Jerman di Mineirao. Kemenangan, tersebut sejatinya membantu Brasil untuk melupakan tragedi kelam Mineirazo.
Tapi yang patut diingat, kemenangan Brasil atas Jerman di Olympiastadion, Berlin, belum sepenuhnya menyembuhkan luka atas tragedi Mineirazo. Selain karena pertandingan bertajuk laga persahabatan, Jerman juga dominan turun dengan skuat lapis dua. Jadi, para pemain Brasil tak sepatutnya bangga apalagi jemawa. Sebab, medan perang yang sesungguhnya ada di Piala Dunia 2018 nanti.
Komentar