Selain gol yang ia cetak menggunakan tangan ke gawang Inggris pada Piala Dunia 1986, ada satu aksi lagi dari Diego Maradona yang menjadi mahsyur karena terekam jepretan kamera. Yaitu ketika Maradona, di laga melawan Belgia pada Piala Dunia 1982, menghadapi 6 pemain lawan.
Foto yang megah. Cerita di baliknya tidak demikian. Maradona bukannya dengan gagah menghadapi enam lawan sekaligus.
Maradona, nyatanya, tidak dikawal seorang pun. Enam pemain Belgia di foto tersebut adalah pagar betis yang menghadapi tendangan bebas Ossie Ardiles. Mereka pecah dari posisinya begitu Ardiles melepas umpan pendek kepada Maradona, yang berdiri di samping pagar betis Belgia.
Namun foto itu tetap megah. Fotografi menangkap momen yang tertangkap dan tidak serta-merta berkisah tentang apa yang terjadi sebelum dan/atau setelah momen yang tertangkap itu.
Sosok yang berhasil menangkap momen kegagahan Maradona itu bernama Steve Powell. Awalnya, Powell tak menyadari saat berhasil menangkap momen tersebut. Ia baru menyadarinya ketika sedang mengecek roll film yang ia gunakan di kamera analognya, setelah pertandingan selesai.
“Foto itu akan menghasilkan perpaduan warna yang bagus,” sebut Powell kepada The Guardian. “Hijaunya rumput bertemu dengan warna merah di kaus tim Belgia, itu adalah sebuah kontras yang indah. Komposisinya juga bagus, dengan para pemain membentuk barisan seperti sebuah kipas.”
Memotret di sebuah pertandingan sepakbola bukan hal mudah. Seorang fotografer harus bisa menangkap satu momen yang bagus pada sebuah objek yang bergerak cepat dan dinamis. Karena itu, Powell menyebut bahwa seorang fotografer memerlukan sedikit keberuntungan untuk menghasilkan foto yang bagus.
“Ada banyak faktor keberuntungan yang terlibat dalam mendapatkannya. Tetapi yang terpenting adalah Anda harus selalu dalam keadaan siap, karena banyak momen yang kerap kali terjadi secara tak terduga,” bebernya.
Pentingnya Pengetahuan Sepakbola
Berbeda dengan Powell, Shaun Botterill punya pandangan lain. Fotografer asal Inggris yang telah memotret ajang Piala Dunia sejak 1994 ini, meyakini bahwa pengetahuan tentang sepakbola bagi seorang fotografer sangatlah penting. Pengetahuan sepakbola yang mumpuni akan sangat membantu fotografer dalam menghasilkan gambar yang bagus.
“Aku rasa pengetahuan tentang sepakbola sangatlah penting [bagi fotografer]. Karena beberapa pemain punya gaya yang berbeda,” ujarnya kepada CNN. “Seorang gelandang misalnya, cenderung lebih kreatif. Aksinya akan penuh dengan mengoper dan melepaskan umpan. Dan ketika Anda menghadapi pemain seperti Cristiano Ronaldo, yang biasanya menonjol di setiap pertandingan, maka aksi-aksi yang ia tampilkan akan menghasilkan foto yang bagus dengan sendirinya. Umumnya seorang pemain yang selalu ingin menang dan mencetak gol akan menghasilkan foto yang lebih baik.”
Botterill juga sangat meyakini pepatah yang mengatakan bahwa sorot mata adalah cerminan jiwa. Maka dari itu, ketika sedang menjalankan tugasnya, apa yang diperhatikan Botterill tidak hanya sebatas pada aksi-aksi pemain saja. Lebih dari itu, ia juga memperhatikan hingga hal-hal mendetail seperti sorot mata seorang pemain.
Selebrasi Tim Nasional Italia saat menjuarai Piala Dunia 2006, adalah salah satu momen ketika Botterill mengamalkan hal ini. Saat itu, sebelum Fabio Cannavaro mengangkat trofi tinggi-tinggi, Botterill melihat sorot mata Cannavaro yang berkelip-kelip. Botterill pun seakan tahu dengan apa yang harus ia lakukan selanjutnya.
“Ketika Cannavaro menerima trofi, ia tidak sekadar menerimanya begitu saja. Kamu juga bisa mengetahui bahwa sesuatu sedang meletus-letus di dalam kepalanya. Kemudian aku merasakan waktu seakan melambat, dan aku seakan telah mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya.”
Botterill bersiap mengambil posisi terbaik untuk menjerat momen ketika Cannavaro mengangkat trofi Piala Dunia. Ketika Cannavaro mengangkatnya, Botterill pun yakin bahwa ia telah mendapatkan sebuah foto yang, saking bagusnya, tak perlu dicek ulang hasilnya.
Beda Zaman, Beda Tantangan
Dibandingkan Steve Powell atau Shaun Botterill, Eddie Keogh lebih senior dalam memotret ajang Piala Dunia. Ia memulai karier sebagai fotografer di Piala Dunia 1986. Saat itu Keogh masih hijau, 23 tahun.
Keogh mengaku masih sangat ingat ketika ia gagal menangkap momen “Hand of God” Maradona, di pertandingan perempatfinal antara Argentina kontra Inggris. Terlambat sekian detik saja, maka momen puncak itu akan terlewatkan.
“Aku menekan tombol kamera ketika bola baru saja meninggalkan tangannya [Maradona],” ujar Keogh dikutip dari Shutter Stock.
Kini, Rusia 2018 telah menjadi Piala Dunia kedelapan yang digeluti Keogh dengan profesinya sebagai fotografer. Ia ditunjuk oleh Football Association untuk menjadi fotografer resmi Tim Nasional Inggris selama Piala Dunia 2018.
Sebagai salah satu fotografer senior, Keogh mengalami betul transisi dari era kamera analog ke kamera digital. Menurutnya, dampak yang paling terasa dari perubahan itu adalah perihal kuantitas dan kecepatan. Di era kamera digital seperti saat ini, fotografer dituntut lebih cepat dan lebih banyak mengirimkan gambar ke kantor tempat mereka bekerja.
“Kamu mungkin berpikir bahwa sekarang pekerjaan ini [fotografi] akan sedikit lebih mudah [di era kamera digital]. Akan tetapi justru pekerjaan ini menjadi sedikit lebih serius dibandingkan sebelumnya,” ujarnya.
“Dalam satu pertandingan, klien selalu ingin setiap momen terekam dengan cepat dan lengkap: dari mulai kedatangan tim, suasana para suporter, hingga gol-gol selama pertandingan. Semua tentang kecepatan.”
Keogh berkata bahwa fenomena seperti itu tidak ia temukan saat kamera analog masih marak digunakan. “Di Piala Dunia 1986, 1990, dan 1994, ketika aku bekerja untuk Today Newspaper, mereka [klien] hanya akan meminta beberapa gambar saja setiap harinya,” ucapnya.
Keogh pun menilai bahwa di era digital seperti saat ini, timbul fenomena di mana para pemain sering meminta foto kepada fotografer. Tujuannya adalah untuk mengisi konten di akun media sosial mereka masing-masing.
“Para pemain ingin mendapatkan konten untuk akun media sosial mereka. Sehingga mereka pun sering meminta gambar kepada saya.”
***
Kendati teknologi yang digunakan pada sebuah kamera terus berganti, peran penting dari seorang fotografer di lapangan hijau itu sendiri tak akan pernah tergantikan. Tanpa adanya dokumentasi dari seorang fotografer, barangkali Anda tak akan pernah tahu seperti apa persisnya peristiwa “Hand of God” Maradona atau kehebatan Rene Higuita ketika melakukan adegan Scorpion Kick.
Para fotografer di Piala Dunia adalah mereka yang terpilih untuk merekam peristiwa bersejarah dalam panggung sepakbola. Dan dalam melakukan tugasnya, dibutuhkan keahlian dan kedalaman pengetahuan yang tidak sederhana.
Komentar