Oleh: Adrianus Saerong
“36 Jam yang Mempermalukan Sepakbola Argentina”, begitu judul laporan BBC tentang final leg kedua Copa Libertadores yang mempertemukan River Plate dan Boca Juniors. Pertemuan kedua antara musuh bebuyutan itu seharusnya berlangsung Minggu (25/11) dini hari. Tapi kemudian ditunda 24 jam dan kembali dibatalkan beberapa menit sebelum sepak mula.
Pembatalan partai final ini diakibatkan oleh aksi kerusuhan yang terjadi pada Hari Minggu. Saat itu suporter River Plate menyerang bus Boca Juniors dan membuat beberapa anggota kesebelasan mereka mengalami luka-luka.
Dua Pemain Boca, Pablo Perez dan Gonzalo Lamardo, bahkan sampai dilarikan ke rumah sakit setelah mereka terluka terkena pecahan kaca di sekitar mata.
Pertemuan pertama di La Bombonera (12/11) berakhir dengan skor 2-2. Pertandingan itu memang sempat tertunda satu hari, tapi bukan karena alasan keamanan, melainkan karena lapangan banjir.
Pertandingan bertajuk Superclásico ini dijuluki sebagai “pertandingan terbesar sepanjang abad”. Oleh karena itu final di Copa Libertadores ini kemudian dijuluki sebagai Superfinal.
Berbagai pihak telah menunggu partai penentuan di Estadio Monumental. Sebanyak 60.000 hingga 70.000 penonton bahkan telah masuk ke dalam stadion sebelum laga dibatalkan.
Mengetahui kabar ini, mantan kapten FC Barcelona, Carles Puyol, mengutuk aksi kekerasan yang terjadi lewat media sosial miliknya. “Ini bukan sepakbola. Sangat memalukan!” tulisnya di Twitter.
Hal serupa juga diutarakan mantan penyerang tim nasional Argentina, Gabriel Omar Batistuta. “Sebuah kesempatan yang disia-siakan di hadapan dunia. Memalukan dan sangat mengecewakan,” tulis pemain yang pernah membela River Plate dan Boca Juniors itu.
Senin (26/11) dini hari, Boca memberi pernyataan resmi bahwa mereka “tidak ada dalam kondisi yang sama dengan River Plate untuk bermain”. Tim medis dari Federasi Sepakbola Amerika Selatan (CONMEBOL) tidak menemukan cedera yang bisa jadi alasan membatalkan pertandingan. Namun CONMEBOL setuju dengan permintaan Boca dan bersedia mengatur ulang jadwal final saat rapat (27/11).
Pertandingan Terbesar Sepanjang Sejarah
Rivalitas antara River Plate dan Boca Juniors memang dikenal panas. Sampai sebelum final Copa Libertadores 2018, kedua kesebelasan memiliki total 49 gelar liga di antara mereka dengan River Plate unggul tiga piala dari Boca.
Berakar dari perebutan wilayah La Boca, diiringi dengan prestasi masing-masing kesebelasan serta transformasi River Plate menjadi kesebelasan kaya, rivalitas antara keduanya semakin menjadi.
Pertemuan di final Copa Libertadores yang selevel dengan Liga Champions untuk kesebelasan-kesebelasan Eropa menjadi spesial karena hal ini belum pernah terjadi sebelumnya. Sebelum melaju ke partai puncak bersama-sama, kedua kesebelasan sudah bertemu 246 kali. Tapi baru tahun ini mereka dipertemukan di puncak turnamen paling prestisius Amerika Selatan.
Soal prestasi di Copa Libertadores, Boca Juniors ungguli River Plate dengan enam piala. Unggul tiga dari River Plate yang memenangkan kompetisi pada 1986, 1996, dan 2015.
CONMEBOL sebelumnya selalu mengatur agar kedua kesebelasan tidak bertemu di final. Produser Copa90, Eli Mengem, menyatakan hal ini dilakukan karena CONMEBOL tidak tahu harus berbuat apa jika Superclásico terjadi di final.
Sekarang sejarah tercipta, hal yang ditakutkan menjadi kenyataan.
Memperebutkan Hak Juara
Rapat CONMEBOL akan berlangsung Hari Selasa (27/11) atau Rabu (28/11) mengingat ada perbedaan delapan hingga 10 jam antara Indonesia dengan Argentina. Saat ini rumor yang beredar di berbagai media seperti beIN Sports dan FOX Sports, pertemuan kedua final Copa Libertadores akan diselenggarakan bulan depan, antara 2 sampai 8 Desember 2018.
Akan tetapi Boca Juniors meminta CONMEBOL untuk memberi sanksi kepada River Plate. Ini merupakan hak Boca sesuai artikel 18 peraturan CONMEBOL.
Boca tidak meminta hukuman spesifik untuk rival mereka. Namun menurut artikel 18, hukuman itu bisa berupa pembatalan pertandingan, denda, hingga diskualifikasi kepada pihak yang gagal menjamin keamanan dan keberlangsungan pertandingan.
Diskualikasi akan membuat Boca menjuarai Copa Libertadores tanpa perlawanan. Sementara River kehilangan hak mereka atas segala bonus yang didapat dari partai tersebut.
Hal ini tentu tidak disetujui oleh pihak River Plate. Presiden mereka, Rodolfo D’Onofrio, percaya laga akan tetap berlagsung terbuka di Estadio Monumetal.
“Saya yakin pertandingan ini tetap berjalan sebagaimana seharusya. Main di kandang bukan berarti kami memiliki keunggulan. Saya percaya El Monumental akan tetap menjadi tempat pertandingan dan sebagai kesebelasan, kami menjamin hal itu bisa dinikmati publik,” kata D’Onofrio.
Bukan Kerusuhan Pertama
Ini bukanlah ricuh pertama yang terjadi di Estadio Monumetal. Dalam sejarah rivalitas kedua kesebelasan, sebuah tragedi pernah terjadi di kandang River Plate.
Pada 23 Juni 1968, sebanyak 71 suporter meninggal dunia dan 150 lainnya mengalami luka-luka setelah pedukung dari kedua kesebelasan bentrok di gerbang 12.
Pada 1971, hasil investigasi tidak menemukan biang kerok dari tragedi ini. Suporter Boca mengatakan bahwa pendukung River Plate yang memulai dengan datang ke tribun mereka. Suporter River mengatakan semua berawal dari pendukung Boca yang melempar suar ke arah mereka.
Kemudian pada Mei 2015, Boca dan River Plate bertemu di babak 16 besar Libertadores. Namun leg kedua terhenti di tengah pertandingan. Boca kemudian didiskualifikasi dan River Plate dianggap menang 3-0.
Kejadian ini sempat membuat kedua kesebelasan menerapkan sistem yang sama dengan pertemuan domestik, yaitu Pendukung kesebelasan tandang disarankan untuk tidak datang.
Namun kini sudah lima tahun sejak hukuman diberikan oleh AFA dan mereka bertemu di partai terbesar sepanjang sejarah. Laga yang akan menjadi kunci dari hak masing-masing kesebelasan untuk menyombongkan diri. Apapun hasil terdahulu, siapapun yang menang pada Superfinal kali ini, mereka akan terus diingat sebagai pemenang pertandingan terbesar sepanjang abad.
Mencari Alternatif ke Timur Tengah
Superclásico di final Copa Libertadores adalah sejarah baru dan sangat disayangkan apabila laga ini tidak selesai. Ini menjadi salah satu alasan mengapa pihak CONMEBOL enggan membatalkan pertandingan dan memberi kemenangan cuma-cuma ke Boca Juniors.
Presiden Boca Juniors, Daniel Angelici, juga mengakui hal tersebut. “Sangat sulit untuk menentukan hal seperti ini saat 60.000 orang sudah mengisi stadion dan hak siar televisi dimiliki oleh banyak negara,” katanya dikutip BBC.
Hak siar televisi menjadi krusial setelah Sports Pro Media melaporkan bahwa FOX Sports berhasil mendapat 69% share penonton di Amerika Selatan dan mencatatkan rating tertinggi sejak 2010.
Pertandingan itu bahkan diunduh 200.000 orang lebih. Hanya partai Perancis melawan Argentina di Piala Dunia 2018 yang lebih sukses secara global dalam catatan mereka.
Demi kelangsungan pertandingan, Boca Juniors dan River Plate disarankan untuk bermain di tempat netral. Gubenur Provinsi Mendoza, Alfredo Cornejo, menyarankan mereka pindah ke daerahnya. Menteri Pertahanan Mendoza, Gianni Venier, juga siap untuk mengamankan laga. Ia mendukung saran Cornejo menggunakan tagar #SuperCopaenMendoza.
Kota Abu Dhabi juga masuk perbincangan mengingat pemenang dari Copa Libertadores akan mengikuti Piala Dunia Antarklub pada 18 Desember 2018 di Al Ain. Jaraknya hanya dua jam perjalanan dari Ibu kota Uni Emirat Arab.
Pertandingan harus berlangsung. Setidaknya itulah pesan tersirat dari sikap CONMEBOL sejauh ini. Entah di mana atau kapan, mereka harus bisa memastikan laga final berjalan kondusif. Pasalnya tidak ada pertandingan yang terlalu penting sampai harus membahayakan nyawa.
Menutup pintu untuk suporter kesebelasan tandang bukanlah opsi. Apalagi dalam kasus ini, kesebelasan tandanglah yang menjadi korban. Namun sekalipun dengan pintu tertutup di tempat netral, Superclásico di final Copa Libertadores tetap layak untuk ditunggu.
Komentar