India dan sepakbola bukanlah sesuatu yang sinonim antara satu dengan lainnya. Banyak hal bisa keluar dari mulut seseorang andai bicara tentang India, mulai dari negara dengan populasi terbesar kedua di dunia hingga film-film populer seperti `The Three Idiots` yang berhasil menembus Hollywood. Tapi sepakbola bukan cerita utama di sana.
Kriket adalah olahraga utama India. Tim Nasional India memenangi dua Piala Dunia Kriket dan merupakan langganan empat besar. Pada level Asia, mereka adalah negara dengan jumlah Piala Asia terbanyak dengan tujuh gelar. Sementara sepakbola, pencapaian terbaik mereka adalah menjadi finalis Piala Asia 1964, saat Israel menjadi tuan rumah.
Padahal, sepakbola lebih dulu dikenal dan memiliki kompetisi di India. Namun terlalu banyak rintangan yang harus mereka lewati untuk jadi `negara sepakbola`.
Tak Tampil di Piala Dunia Bukan karena Tak Mau Memakai Sepatu
India memulai petualangan sepakbola mereka dari Piala Dunia 1950 di Brasil. India berhasil mendapatkan tiket ke Brasil dengan mengandalkan kapten sekaligus bek andalan tim nasional, Sailen Manna. Akan tetapi, India mengundurkan diri sebelum turnamen dimulai.
Awalnya, kegagalan India tampil di Piala Dunia dikaitkan dengan peraturan FIFA yang tidak mengizinkan para pemain untuk tampil tanpa alas kaki saat bermain. India terkenal dengan sepakbola telanjang kaki, mereka bahkan sempat mengimbangi Perancis di Olimpiade 1948 sebelum akhirnya kalah tipis 1-2 saat peluit panjang berbunyi. Semua dilakukan tanpa menggunakan alas kaki.
Kini, alasan India mundur dari Piala Dunia 1950 menjadi lebih jelas. Ketika itu, mereka tidak menganggap Piala Dunia sebagai turnamen penting. Tidak lebih penting daripada Olimpiade.
Mereka juga menyandang status sebagai tuan rumah Asian Games 1951 dan memilih untuk fokus ke turnamen `pra-Olimpiade`. Hasilnya, India meraih medali emas di rumah sendiri. Mengalahkan Indonesia, Afganistan, dan Iran untuk jadi juara.
Setelah India menjadi finalis Piala Asia 1964, popularitas sepakbola mulai merosot. Sementara kriket mulai masuk jadi olahraga utama. Tim kriket India menjalani berbagai uji tanding dengan Australia di akhir tahun 1960-an dan membuktikan kualitas mereka. Konsisten, pelan tapi pasti, kriket tumbuh membawa bendera India. Sepakbola baru memiliki kompetisi yang mempertemukan antar kesebelasan secara konsisten pada 1977 melalui Piala Federasi.
Dua Liga di Satu Negara: I-League dan ISL
I-League, liga profesional sepakbola India baru digulirkan pada 2007. Sebelum liga ini dibentuk, Piala Federasi adalah satu-satunya kompetisi sepakbola yang dimiliki India. Selama 30 tahun, hanya memiliki satu kompetisi dan bukan sebuah liga. Saat liga sepakbola dibentuk, kriket juga membuat kompetisi mereka sendiri: India Premier League.
Dibentuk pada tahun yang sama, namun memiliki pamor yang berbeda di level internasional membuat sepakbola terus menjadi nomor sekian. Kurangnya fasilitas dan infrastruktur sepakbola yang memadai, dan masalah gaji pemain, tidak membantu sepakbola India menang atas kriket dari segi apapun.
I-League hanya disiarkan oleh satu stasiun televisi di musim pertama mereka, sedangkan India Premier League bisa disaksikan di Malaysia, Singapura, Brunei, hingga Sub-Sahara Afrika.
Desember 2010, barulah sepakbola India memperlihatkan daya tarik mereka. Asosiasi Sepakbola Seluruh India (AIFF) membuat sebuah kesepakatan dengan perusahaan infrastruktur, IMG Alliance. Kesepakatan yang mencapai 100 juta paun ini memberi hak eksklusif untuk IMG Alliance membangun sepakbola di India.
Mereka membangun infrastruktur sepakbola yang lebih memadai, mendapatkan hak penamaan, sponsor utama penjualan pernak-pernik kesebelasan di India, dan diizinkan membentuk liga baru. Liga ini kemudian dikenal dengan Indian Super League (ISL). Beda dengan I-League yang mengenal sistem promosi dan degradasi, ISL merupakan liga tertutup.
ISL Sukses Mempromosikan Sepakbola
ISL bergerak dengan sistem franchise layaknya Major League Soccer (MLS) di Amerika Serikat atau A-League milik Australia. Dengan hanya mengizinkan satu kota memiliki sebuah kesebelasan serta jaminan keuangan, ISL membangun citra mereka kepada dunia. Sama seperti MLS yang mendatangkan David Beckham sebagai designated player, ISL juga memiliki regulasi serupa.
ISL 2014 sebagai musim perdana mereka berhasil mendatangkan pemain-pemain seperti Luis Garcia, David James, dan David Trezeguet mendarat di India. Zico dan Marco Materazzi juga hadir sebagai manajer kesebelasan.
Nama-nama tenar sepakbola datang, publikasi pun didapatkan. Keseriusan IMG Alliance membangun sepakbola di India bukan semata-mata publikasi, memberikan liga pensiunan baru untuk pemain-pemain yang mulai uzur. Mereka menyadari betul bahwa masalah India dengan sepakbola selama ini adalah publikasi, fasilitas, infrastruktur, dan regenerasi pemain.
"Sepakbola memiliki potensi besar yang belum tersentuh di India. Kami akan membuka potensi tersebut, membuat masyarakat India sadar betapa suksesnya sepakbola. India Super League akan menjadi masa transisi untuk semua orang yang terlibat di sepakbola India," kata perwakilan IMG, Nita Ambani.
"Kami akan membantu sepakbola India diisi oleh pemain berkualitas, sepakbola menghibur, dan bergairah, sehingga membentuk sebuah kekuatan baru. Kekuatan baru di dunia sepakbola yang diakui dunia," tambah CEO IMG Mike Dolan.
Hasilnya, stadion-stadion tua seperti Jawaharlal Nehru mendapatkan renovasi karena kedatangan peserta ISL, Goa FC. Pune FC memiliki lapangan khusus akademi mereka yang baru berdiri sejak 2011. Bahkan kesebelasan divisi tiga, Tezpur United, membuka stadion sendiri pada 2015.
Dampak Piala Dunia U17 dan Piala Asia
Beberapa bulan setelah peluncuran ISL, FIFA memberikan suntikan semangat kepada India. Mereka ditunjuk menjadi tuan rumah Piala Dunia U17 untuk tahun 2017.
Semangat untuk mengalahkan kriket lebih besar dari sebelumnya. `Not another Commonwealth Games` jadi motto utama mereka dalam memasarkan Piala Dunia U17 2017. Hal ini bisa jadi menjadi sebuah serangan kepada kriket yang besar di negara-negara persemakmuran Inggris seperti Pakistan, Australia, Brunei Darussalam, dan India.
Disokong dengan infrastruktur, fasilitas, dan perhatian yang lebih banyak dari sebelum-sebelumnya, Piala Dunia U17 di India berhasil memecahkan rekor penonton dalam sejarah turnamen tersebut. Sebanyak 1,3 juta penonton mengalahkan Piala Dunia kriket 2011 yang mencatat 1,2 juta penonton.
Kepedulian kepada sepakbola inilah yang membuat India akhirnya bisa merasakan sepakbola terbaik di level internasional. Menang 4-1 atas Thailand di pertandingan perdana Piala Asia 2019 sampai-sampai Milovan Rajevac didepak dari kursi kepelatihan adalah pencapaian besar, dan semua berasal dari sebuah langkah kecil: Memperbaiki apa yang selama ini menjadi masalah.
"Sekarang setiap kesebelasan bergerak secara profesional. Industri sepakbola di India saat ini sangat jauh dengan masa saya bermain. Pada era saya bermain, kami hanya mempunyai satu dokter. Kini mereka memiliki seorang terapis fisik juga dan itu sangat membantu perkembangan permainan tiap individu," jelas Inivalapil Mani Vijayan, mantan pemain Tim Nasional India (1989-2004) kepada DW Football.
Ungkapan Vijayan itu terlihat di prestasi India dalam peringkat FIFA. Saat ISL dimulai, India merupakan peringkat 171 dunia, tapi kini mereka menduduki posisi 97, mendekati rekor tertinggi mereka di peringkat FIFA yakni 94. Sepakbola India tidak pernah benar-benar mati, bahkan di negara yang menggilai olahraga lain seperti kriket sekalipun.
"Saya dulu bermain kriket dan menggeluti olahraga itu secara serius. Tapi setelah latihan, kami mengisinya dengan bermain sepakbola. Jujur saja, kriket membosankan," aku bek Tim Nasional India, Sandesh Jhingan.
Jhingan juga berjanji bahwa India punya masa depan di sepakbola karena kini dia dan rekan-rekan satu tim sudah membuktikannya. "Kami sangat kuat dalam soal persatuan di dalam tim. Ada rasa bangga dalam diri kami karena bisa menunjukkan bahwa India punya sesuatu di sepakbola. Itu yang akan diceritakan ke cucu saya: Saat sepakbola di India besar, saya bisa berkata kepada mereka bahwa kakek ikut memulai transformasi tersebut".
Komentar