Nutmeg, nama dari trik satu ini agaknya cukup familiar di telinga penikmat sepakbola. Jika mengacu ke kamus bahasa Inggris, istilah ini pertama digunakan oleh warga Britania Raya di era kekuasaan Ratu Victoria (1870-an), yang artinya dikerjai atau ditipu. Nutmeg aslinya adalah sebuah biji dari tumbuhan khusus yang dapat dijadikan sebagai bumbu. Rempah-rempah pada masa itu merupakan sesuatu yang berharga dan mahal. Ini membuat para pengimpor sering mengirim nutmeg palsu ke Inggris. Akhirnya "nutmeg" pun dijadikan istilah untuk hal itu, ditipu atau dikerjai.
Namun jika mengikuti sugesti dari buku Over the Moon, Brian: The Language of Football karya Alex Leith, istilah "nutmeg" pertama digunakan dalam sepakbola oleh penduduk Inggris Utara. “Awalnya, bola sering digiring atau dioper melalui selangkangan lawan. Dari situ, mulai istilah `nutmeg` berkembang,” jelas Leith.
Istilah "nutmeg" memiliki sejarah panjang dan buram di dunia sepakbola. Penduduk Indonesia lebih mengenalnya dengan kata “dikolongin”!
Entah sudah berapa pesepakbola yang dikolongin atau ngolongin lawan mereka di atas lapangan. Tapi yang jelas, kebiasaan ini sudah muncul sejak muda. Entah itu main di lapangan sepakbola, futsal, atau hanya sekedar aspal, berhasil ngolongin lawan menjadi kebanggaan sendiri untuk Sang Pemain.
Sementara bagi korban, biasanya "nutmeg" membuat mereka naik pitam. Bagi seseorang yang berposisi sebagai bek setiap kali ada pertandingan, penempatan diri terkadang jadi hancur setelah dikolongin lawan. Kaki jadi terlalu rapat, gagal menutup sudut pandang atau arah bola, sampai takut menjegal.
Tapi itu hanya terjadi kadang-kadang. Dibandingkan salah posisi, sikut lebih sering melayang setelah "di-nutmeg". Posisi penjagaan berubah dari menatap lawan dan menjaga arah bola jadi memunggungi lawan. Mengangkat siku hingga ke bahu bahkan ke muka lawan seolah otomatis bagi korban untuk kembali merebut bola. Itulah mengapa "nutmeg" bisa disebut sebagai pedang bermata dua di atas lapangan.
Jika menghadapi pemain yang memiliki mental lemah, permainan mereka kemungkinan besar akan rusak. Apabila menghadapi pemain yang mudah naik darah, muka atau kaki bisa jadi korban. Andai lawan adalah sosok yang memiliki mental kuat, mereka mungkin justru akan memperbaiki kesalahan dan menjadi semakin susah untuk dilewati.
Hal ini tak hanya terjadi di lapangan dengan gawang sandal, karena dalam dunia profesional juga sama. Juventus menjamu Napoli pada awal September 2019, Giovanni Di Lorenzo dikolongin Cristiano Ronaldo. Tanpa basa-basi, Di Lorenzo pun langsung mendorong CR7 sebagai pelampiasan atas kekesalannya.
Tapi semua tergantung pada sikap masing-masing pemain. Ricardo Kaka sempat dikolongin oleh penyerang Porto Alegre, Rafael Moura. Kaka kemudian menghampiri Moura dan memberi pelukan kecil sambil tersenyum. Tiap pemain berbeda-beda dalam merespons "nutmeg", walaupun hanya sedikit yang beruntung seperti Moura.
Kebanggaan yang didapat setelah berhasil melakukan nutmeg hanyalah sementara, sedangkan efek dari hal itu bisa bertahan jauh lebih lama. Dibandingkan memuaskan ego, akan lebih baik apabila pemain ikut menjaga sikap dan tak merendahkan lawan. Pasalnya, perasaan malu lawan berpotensi membahayakan seluruh anggota tim.
Anak-anak muda Indonesia yang tergabung dalam Garuda Select juga diberi pemahaman tentang hal ini oleh Dennis Wise selaku direktur teknik tim. Dalam dokumenter Garuda Select I yang dapat disaksikan di Mola TV, Wise sempat memeringatkan Bagus Kahfi dan Bagas Kaffa setelah keduanya ngolongin lawan.
Cerita perjalanan Garuda Select Generasi pertama di Inggris
”Saya pasti sangat kesal apabila jadi korban aksi kalian. Duduk di ruang ganti, pikiran saya fokus mencari cara membalas kalian,” kata Wise. “Saya akan cari cara untuk mempermalukan atau menyakiti kalian. Setidaknya rekan-rekan satu tim kalian akan menerima bayarannya. Jangan memberikan mereka alasan untuk menyakiti kalian.”
Itu hanya satu dari sekian banyak pembelajaran yang diterima anak-anak Garuda Select I selama berlatih di Inggris. Masih banyak lagi hal lain yang dapat kalian ketahui sendiri dengan menyaksikan dokumenter dan perjalanan Garuda Select di Mola TV. Hasil dari pembelajaran itu terlihat di Kualifikasi Piala AFC 2020, Bagus, Bagas, dan pemain-pemain lainnya membawa Indonesia lolos ke putaran final turnamen dengan permainan sederhana nan elegan.
Saat ini, Garuda Select angkatan kedua sedang menerima pembelajaran yang sama seperti Bagus dan Bagas. Mereka belajar di Inggris seperti angkatan pertama tapi juga akan melakukan uji coba di Italia melawan tim sekelas Juventus dan Inter Milan. Semua bisa disaksikan hanya di Mola TV!
Komentar