Di Jakarta, Persitara Jakarta Utara jauh lebih muda dan prestasinya kalah cemerlang dari Persija. Macan Kemayoran sudah berdiri sejak 1928, terlibat mendirikan PSSI, menjuarai kompetisi Perserikatan pertama, hingga menjadi klub tersukses di Indonesia dengan 11 trofi liga domestik. Sedangkan Persitara, baru berdiri pada 1985 setelah berpisah dari Persijatimut, urung meraih trofi bergengsi. Prestasi terbaik klub berjuluk Laskar Si Pitung ini adalah mencapai strata teratas, Divisi Utama dan Liga Super Indonesia.
Akan tetapi, kondisi itu tak membuat warga Jakarta Utara berpaling. Bertahun-tahun dukungan terhadap Persitara tak surut. North Jakarta Mania, atau lebih dikenal dengan NJ Mania, setia mendukung klub yang bermarkas di Stadion Tugu tersebut.
Keberadaan NJ Mania sendiri tergolong cukup muda. Mereka secara resmi baru berdiri pada 2005. Waktu itu, performa Persitara mengalami peningkatan dan masuk play-off Divisi Satu Liga Indonesia. Mereka pun kemudian berhasil promosi ke Divisi Utama 2006.
Masa awal NJ Mania berbarengan dengan era “kejayaan” Persitara. Laskar Si Pitung bertanding di divisi teratas selama empat tahun. Mereka turut lolos ke edisi perdana Liga Super Indonesia pada 2008. Pada lima tahun awal eksistensi NJ, Persitara berlaga di pentas teratas sepakbola Indonesia.
Nahasnya, klub ini tak kunjung bangkit kembali sejak degradasi pada 2010. Persitara bahkan dihantam berbagai masalah yang menghambat perkembangan tim. Mulai dari krisis finansial hingga manajemen yang tak kompeten.
Meski begitu, NJ tak pernah meninggalkan Persitara. Kemunculan suporter-suporter muda NJ menunjukkan bahwa klub yang identik dengan warna biru-putih ini tidak ditinggalkan penggemar.
Jika kamu memiliki klub lokal, mungkin kamu akan melakukan hal yang sama. Tak peduli sehancur apa, klub lokal tetaplah pusat yang menyatukan komunitas sepakbola. Dukungan tetap militan, cinta tetap mendalam terhadap klub yang lebih dekat ke ambang kehancuran dibanding kompetisi profesional yang disiarkan televisi.
Ketua Umum NJ Mania, Farid, telah berada di dalam kelompok suporter itu sejak awal berdiri. Bersama NJ, ia mengawal jatuh-bangun Persitara hingga saat ini berlaga di kompetisi amatir. Tekad NJ untuk menjaga eksistensi Laskar Si Pitung amatlah kuat. “Karena ini kultur kita yang kita jaga,” katanya kepada Pandit Football.
Farid dan NJ Mania tak hanya mengorbankan waktu dan tenaga untuk mendukung klub kebanggaan. Mereka juga mesti memutar otak dan memeras keringat menyelamatkan Persitara dari jurang kehancuran.
Era 2010-an adalah masa sulit bagi rival Persija ini. Dualisme kompetisi pada 2011-2013 membuat klub ini terbelah. Selain itu, krisis finansial akut yang menggerogoti Laskar Si Pitung mulai menampakkan efeknya. Di Divisi Utama 2014, Persitara menunggak gaji pemain. Mereka bahkan sempat tak mampu menyewa Stadion Tugu sehingga gagal menggelar laga kandang. Persitara kemudian didegradasi ke divisi ketiga yang berstatus amatir.
Baca juga: Problem Manajemen yang Membuat Persitara Tenggelam
Situasi semakin kacau bagi Persitara. Ketiadaan manajemen yang kompeten membuat mereka terkatung-katung di Liga 3. Pada 2016-2017, NJ Mania pun mengambilalih manajemen klub.
Misi NJ adalah membangun skuad yang siap berkompetisi dan syukur-syukur bisa promosi. Untuk itu, mereka menggelar berbagai acara penggalangan dana untuk Persitara. Demi klubnya, NJ Mania rela bekerja keras.
“Ini [Persitara] sudah agama gue yang kedua, sudah darah daging gue. Gue sudah nggak bisa ninggalin dan ini harus diperjuangin sampai benar-benar kembali lagi di Liga Indonesia,” kata Farid, bertekad.
Sejak berganti kepemilikan, Persitara belum berhasil keluar dari Liga 3 wilayah DKI Jakarta. Perkara manajemen masih menjadi masalah. Pada 2018/2019, klub ini sempat menaruh asa pada pengusaha muda, Kevin Valentino Rouw. Sayangnya, kebersamaan mereka tak berlangsung lama.
Kini, untuk musim 2021, Persitara dikelola di bawah PT Persitara Jaya Abadi. Kompetisi belum berjalan dan kiprah Laskar Si Pitung patut ditunggu. Mampukah mereka lolos ke Liga 2? Manajemen yang kuat tentu menjadi prasyarat mimpi semacam itu.
Komentar