Pada masanya, Deltras Sidoarjo adalah salah satu klub yang tersohor di Jawa Timur. Klub berjuluk The Lobster ini rutin berkiprah di divisi teratas Liga Indonesia pada 2000-an. Mereka bahkan beberapa kali mampu menembus papan atas, salah satunya kala lolos ke babak play-off kejuaraan pada 2007.
Meskipun baru kembali ke Sidoarjo pada 2001, klub yang tadinya bernama Gelora Putra Delta ini tak kalah pamor dari klub Jawa Timur lain. Jarak Sidoarjo dengan Surabaya yang memiliki Persebaya hanya sekitar 30 kilometer. Namun, masyarakat lokal tetap mendukung The Lobster. Wadah dukungan disatukan lewat dibentuknya Delta Mania pada 2001.
Gairah suporter beriringan dengan prestasi Deltras di Divisi Utama. Pada 2001, mereka berhasil finis di peringkat sembilan Wilayah Timur. Semusim kemudian, Jefri Dwi Hadi dan kawan-kawan sukses finis di peringkat kelima. The Lobster hanya terpaut dua poin dari Persipura dan PSM yang lolos ke Babak 8 Besar.
Pada 2003-2006, Deltras finis di luar 10 besar. Namun, The Lobster membayarnya dengan tuntas pada 2007: mereka finis di empat besar dan berhak masuk babak play-off kejuaraan.
Ini adalah pertama kalinya Deltras masuk putaran final kejuaraan setelah pindah ke Sidoarjo. Tim yang saat itu dilatih Jaya Hartono finis di peringkat tiga Wilayah Timur. Hilton Moreira dan kawan-kawan menyegel tiket 8 Besar secara dramatis: menang pada pekan terakhir dalam partai tandang lawan PSIM Yogyakarta.
Namun, sayangnya, Deltras mesti tersingkir dari fase grup 8 Besar. Mereka menelan tiga kekalahan dari Persipura Jayapura , Persija Jakarta, dan Persik Kediri. The Lobster bahkan gagal mencetak gol sepanjang tiga pertandingan fase grup.
Sejak era Liga Super, Deltras mengalami penurunan prestasi. Boy Jati Asmara dan kawan-kawan terdegradasi pada musim perdana ISL. Sempat promosi kembali semusim kemudian, Deltras kembali turun divisi pada 2012. Kini, The Lobster berlaga di Liga 3 regional Jawa Timur.
Silang Sengkarut Kepemilikan dan Krisis yang Menerpa Deltras
Pada awal 2000-an, kondisi finansial Deltras cukup stabil karena dikelola langsung oleh Pemkab Sidoarjo. Lewat Perda Kabupaten Sidoarjo no. 10 tahun 2002 tentang PT Delta Putra Sidoarjo, Deltras resmi menjadi milik Pemkab. Sebagai badan usaha milik pemerintah daerah, pengelolaan Deltras disokong dana APBD.
Akan tetapi, peraturan tersebut dicabut pada 2006. Pada era Bupati Win Hendrarso, Pemkab Sidoarjo merilis Perda no. 15 tahun 2006. Isinya adalah pencabutan Perda no. 10 tahun 2002. Alasannya, PT Delta Putra Sidoarjo dipandang tidak berkontribusi terhadap peningkatan pendapatan asli daerah.
Meskipun peraturan tentang Deltras sudah dicabut, ternyata klub masih dipandang sebagai aset pemerintah. Klub yang memiliki ikatan erat dengan Vigit Waluyo tersebut masih memanfaatkan dana APBD hingga Kementerian Dalam Negeri merilis peraturan yang melarang penggunaan APBD untuk menyubsidi klub sepakbola pada 2011.
Pihak pengelola klub pun pada waktu itu menegaskan bahwa Deltras masih dimiliki Pemkab Sidoarjo. PT Delta Raya Sidoarjo, perusahaan pengelola Deltras sejak 2011, menyebut posisi mereka di klub sebatas “pengelola”.
“Tidak benar kami sudah mengambil-alih Deltras dari Pemkab Sidoarjo. Sampai detik ini, Deltras masih milik Pemkab Sidoarjo, dan kami [PT Delta Raya Sidoarjo] hanya sebatas mengelolanya,” kata Dicky Hartanto, sosok yang waktu itu menjabat direktur PT Delta Raya Sidoarjo pada 2012.
Di lain sisi, Deltras mulai menghadapi krisis keuangan sejak dekade 2010-an. Deltras terlilit utang hingga mencapai 10 miliar rupiah. The Lobster juga didera kabar tak sedap, dengan aliran dana korupsi yang dipakai untuk membiayai klub.
Penanggung jawab Deltras kala itu, Vigit Waluyo tersangkut kasus korupsi dana Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Delta Tirta Sidoarjo. Vigit disebut meminjam uang 3 miliar dari PDAM untuk pembiayaan Deltras. Vigit ditetapkan sebagai tersangka bersama Direktur Utama Delta Tirta, Djajadi.
Tumpukan utang dan carut-marut pengelolaan membuat Deltras tak bisa bangkit dari divisi bawah. Hal ini membuat Delta Mania frustrasi. Pada 2019, kelompok suporter mendemo kantor Bupati Sidoarjo, Saiful Ilah.
Saiful pun menyerahkan kepengelolaan Deltras kepada Delta Mania. Di Liga 3 2019, The Lobster sepenuhnya dikelola oleh suporter. Sedangkan perkara pembiayaan diurus oleh Bupati Sidoarjo. Delta Mania tak hanya mengurus manajemen klub, melainkan juga menjadi panitia pelaksana pertandingan sekaligus suporter di stadion.
Akan tetapi, pembiayaan klub tak lancar. Manajemen pun beberapa kali terpaksa memutar otak demi menalangi kebutuhan. “Hanya 50% yang keluar, sedangkan kebutuhan kita sudah 100%. Kan [liga] sudah jalan, bagaimana kita menyiasati itu?” ucap Satrio Aji Utomo, sekretaris Delta Mania sekaligus manajer Deltras pada 2019.
The Lobster melalui musim 2019 dengan pontang-panting. Pada akhir musim, mereka kembali gagal meraih tiket promosi ke Liga 2.
Setelah musim selesai, situasi justru semakin buruk bagi Deltras. Saiful Ilah terjerat kasus suap dan ditangkap KPK pada Januari 2020. Ia disangka menerima suap proyek infrastruktur di lingkungan Pemkab Sidoarjo. Uang suap tersebut disebut juga mengalir ke Deltras.
Menjelang musim kompetisi 2020, Deltras sempat vakum dan tak mendaftarkan diri sebagai partisipan Liga 3. Klub diliputi ketidakjelasan. Suporter berupaya mendorong Pemkab agar membantu klub kebanggaan Sidoarjo tersebut. Namun, menariknya, Pemkab menyebut campur tangan mereka terganjal satu hal: Deltras saat ini, telah dimiliki swasta.
Bupati Sidoarjo sekarang, Ahmad Muhdlor Ali berjanji akan mempertemukan suporter dengan pemilik Deltras. Hal itu ditempuh demi membenahi pengelolaan The Lobster, prasyarat sebelum bicara mengenai prestasi di atas lapangan.
“Besok kita akan coba kirim surat, ini yang punya Deltras, PT nya harus hadir, kan lucu kalau kita mau benerin rumah tapi pemilik rumah tidak hadir,” kata pria yang akrab disapa Gus Muhdlor itu sebagaimana dikutip Berita Jatim.
Miftakhul Fahamsyah, jurnalis sekaligus pengasuh kanal Omah Balbalan, menyebut bahwa perkara kepemilikan Deltras memang harus diluruskan terlebih dulu. Ketidakjelasan tersebut rentan menyebabkan carut-marut pengelolaan yang membuat Deltras tenggelam seperti sekarang.
“Deltras itu seperti orang yang koma. Mau hidup itu sangat berat, sangat susah, butuh keajaiban. Mau meninggal dunia, itu banyak sekali yang nggandholi [menahan], terutama dari teman-teman Delta Mania, karena mereka ingin Deltras tetap ada,” kata Miftakhul.
Vakumnya Deltras sangat disayangkan bagi masyarakat Sidoarjo. Klub yang bermarkas di STadion Gelora Delta ini memiliki pamor mentereng dan berpotensi menjadi wadah bakat sepakbola setempat. Kabupaten Sidoarjo memiliki renjana akan sepakbola dan Deltras sejatinya adalah tempat yang tepat untuk mewadahinya.
Komentar