Eropa memiliki dua tingkat kompetisi antar klub, yaitu Liga Champions Eropa dan Liga Europa. Dua kejuaraan ini menjadi dua tingkat kompetisi yang memberikan gengsi tersendiri bagi klub yang mengikutinya.
Liga Champions dinilai sebagai kompetisi dengan level tertinggi di Eropa, bahkan dunia, karena disana tempat bertarungnya klub-kub terbaik Eropa. Sedangkan Liga Europa, menjadi kompetisi tempat klub-klub level kedua bertarung. Beberapa klub yang tersingkir dari Liga Champions Eropa, atau yang gagal lolos ke Liga Champion, mencari harapan lain di kompetisi ini.
Serupa dengan Eropa, Asia juga memiliki dua level kompetisi antar klub, Liga Champions Asia dan AFC Cup. Namun hubungan antara Liga Champions Asia dengan AFC Cup, berbeda dengan hubungan antara Liga Champions Eropa dan Liga Europa.
Tidak ada klub yang tersingkir dari Liga Champions Asia kemudian melanjutkan ke AFC Cup. Sistem pembagian jatah perwakilan negara yang dikirim ke kedua kompetisi ini pun berbeda. Tidak semua negara memiliki jatah ke Liga Champions maupun AFC Cup. Beberapa negara hanya boleh mengirimkan wakilnya ke Liga Champions Asia, bebera lainnya bisa keduanya, sedangkan beberapa lainnya hanya bisa ke AFC.
Sistem seperti ini lahir pada bulan September tahun 2002. Ketika itu AFC telah memiliki ketua baru, Mohammed Bin Hammam. Ketua baru AFC ini membawa satu visi untuk pengembangan sepakbola Asia yang kemudian diberi nama, Vision Asia. Visi baru ini menjadi proyek ambisius yang digalangkan Bin Hammam untuk kemudian menjadi landasan pemabngunan sepakbola Asia selama 10 tahun.
Fokus utama Vision Asia adalah untuk meningkatkan standar kualitas sepakbola Asia yang dalam kondisi tertinggal dari benua-benua lainnya. Bin Hammam terinspirasi oleh kiprah dua wakil Asia di Piala Dunia 2002 yang sempat menghebohkan dunia dengan menjadi tim kuda hitam di kejuaraan tersebut. Dari fokus utama ini. kemudian dijabarkan ke dalam 11 elemen yang salah satunya adalah poin competitiveness. Poin elemen inilah yang kemudian melahirkan peraturan baru soal kompetisi antar klub di Asia.
Sebelumnya, Asia telah memiliki dua kompetisi antar klub, yaitu Asian Club Championship dan Asian Cup Winnersâ Cup. Asian Club Championship  merupakan kompetisi yang kemudian berganti nama menjadi Liga Champions Asia. Kompetisi ini sudah berlangsung sejak tahun 1967 dengan beberapa kali berganti format kompetisi.
Sedangkan Asian Cup Winnersâ Cup adalah kompetisi antar juara-juara negara Asia. Berlangsung dari tahun 1991 hingga 2002 dengan menggunakan sistem turnamen. Setelah tahun 2002, kedua turnamen ini akhirnya disatukan dengan nama Liga Champions Asia.
Setelah menjabat menjadi ketua AFC, Bin Hammam mengubah sistem kompetisi antar klub ini. Kedua kompetisi tersebut dijadikan satu menjadi Liga Champions Asia. Selain itu, turunan dari poin-poin yang disebutkan dalam Vision Asia juga kemudian melahirkan satu kompetisi baru yang diberi nama AFC Cup.
Bisa dikatakan AFC Cup menjadi kompetisi level kedua di Asia. Maka tidak aneh jika banyak yang mengira bahwa hubungan Liga Champions Asia dengan AFC Cup sama dengan Liga Champions Eropa dan Liga Europa. Padahal nyatanya sama sekali berbeda.
Seperti yang disebutkan dalam fokus perencanaan Vision Asia, AFC ingin meningkatkan standar kualitas sepakbola di Asia. Untuk meningkatkan standar ini, AFC menilai tidak bisa menggunakan sistem yang diberlakukan di Eropa. Harus ada sistem tersendiri yang diterapkan, sesuai dengan yang dibutuhkan oleh sepakbola Asia.
Poin competitiveness menjadi poin penting dalam hal ini. Agar standar kualitas bisa meningkat, harus terjadi persaingan yang ketat di dalam anggota AFC. Karena itulah, AFC membagi kompetisi ke dalam beberapa tingkatan, sesuai dengan level yang sudah ada. AFC tidak menyatukan klub-klub dari negara-negara yang sudah maju dengan negara-negara yang masih dalam perkembangan. Setiap level dari klub-klub tersebut harus memiliki wadah kompetisinya sendiri sehingga mampu menunjukan daya saing yang lebih maksimal untuk semakin meningkatkan kualitasnya.
Hal ini tercermin dari hubungan yang tercipta antara Liga Champions Asia dan AFC Cup. Liga Champions Asia berisi klub-klub dari negara yang memiliki peringkat Liga paling tinggi di Asia. Dalam perhitungan peringkat ini, AFC memang membagi seluruh anggota AFC ke dalam dua wilayah, Barat dan Timur. negara-negara yang berada pada peringkat 1-6 masing-masing wilayah, akan memiliki minimal satu tempat bagi wakilnya di Liga Champions Asia. Sedangkan negara-negara yang berada di peringkat 6-12 pada masing-masing wilayah, harus terlebih dahulu melewati fase kualifikasi sebelum masuk ke Liga Champions Asia.
Di AFC Cup, tidak ada tempat bagi klub-klub bagi negara berperingkat 1-6 dari masing-masing wilayah. Kompetisi ini adalah tempat bagi klub dari negara-negara berkembang untuk saling bersaing. Kehadiran klub-klub dari negara yang sudah maju hanya akan membuat kesenjangan dan merusak poin competitiveness yang menjadi prioritas AFC.
Karena itulah, AFC Cup hanya diikuti oleh klub yang berasal dari negara berperingkat 7 ke atas. Kompetisi ini akan membuat negara-negara asia yang masih mengembangkan sepakbola, bisa turut berprestasi di kancah Asia. Selain itu, mereka akan bertemu dengan klub-klub lain yang satu level dari berbagai penjuru Asia. Dengan begitu harapannya satu sama lain akan saling meningkatkan kualitas permainannya.
Tidak hanya kedua kompetisi ini, Asia juga sebenarnya memiliki satu kompetisi lainnya. Kompetisi level ketiga ini diberi nama AFC Presidentâs Cup. Kompetisi ini diikuti oleh negara-negara yang memiliki peringkat kompetisi paling bawah di Asia. Kompetisi ini telah berlangsung sejak tahun 2005 dan diikuti oleh wakil dari negara-negara seperti Nepal, Kamboja, Sri Lanka, Pakistan, dan beberapa negara lainnya.
Dengan sistem seperti ini, mungkin AFC telah melewatkan kesempatan untuk meraih keuntungan lebih banyak. Karena jika saja AFC Cup diisi oleh klub-klub dari negara besar, daya tarik kompetisi ini tentu akan lebih tinggi.
Lihat saja Liga Europa, meski tidak semeriah Liga Champions Eropa yang diisi oleh Real Madrid, Barcelona, atau Bayern Munich, namun sesekali klub-klub besar Eropa lain seperti Liverpool, Juventus, Manchester United, dan lainnya juga sempat mampir ke kompetisi ini. Tentu saja hal ini memberikan daya tarik lebih dari Liga Europa kepada para sponsor. Klub-klub kecil yang ikut kompetisi ini juga mungkin akan mendapatkan hiburan tersendiri ketidak bisa berkunjung atau dikunjungi oleh tim-tim besar tersebut. Meski kemudia hanya menjadi bulan-bulanan.
AFC pun sebenarnya bisa saja mengikuti sistem Eropa. Jika AFC Cup diisi oleh klub-klub asal Jepang, Korea, Arab Saudi, Qatar, dan Australia yang tidak lolos ke Liga Champions Asia, tentu saja kompetisi ini akan lebih meriah. Sponsor pun akan semakin banyak yang tertarik untuk menyumbangkan dananya disini. Namun, tentu tidak ada kesempatan bagi klub-klub asal negara berkembang seperti Indonesia, Kuwait, Uni Emirat Arab, dan yang lainnya untuk ikut merasakan persaingan di kompetisi Asia. Â Klub-klub dari negara berkembang tersebut, hanya sebagai pelengkap dan mendapatkan kesenangan saat bisa berhadapan dengan klub-klub besar Asia. Meski akhirnya mereka hanya menjadi bulan-bulanan.
Sistem ini memang baik secara bisnis, namun kurang baik jika tujuannya adalah peningkatan kualitas. Jika AFC menerapkan sistem yang sama dengan Eropa, maka klub-klub besar akan semakin besar, dan klub-klub negara berkembang akan sulit berkembang.
Karena itu, sistem yang dijalankan oleh AFC sebenarnya sudah cukup baik bagi persepakbolaan Asia. Karena ada banyak hal yang harus dikejar oleh negara-negara di Asia agar bisa menyamai kualitas sepakbola yang dimiliki oleh Eropa dan benua-benua lainnya. Yah, semoga saja suatu saat nanti Asia benar-benar bisa setara dengan benua-benua lainnya.
Komentar