Betapa Sulitnya Menjadi Bayern Munich

Cerita

by Redaksi 46

Redaksi 46

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Betapa Sulitnya Menjadi Bayern Munich

Kemenangan Bayern Munich atas Freiburg nyatanya menimbulkan sejumlah pertanyaan di benak penggemar. Mengapa Bayern begitu kesulitan membobol gawang Freiburg, dan hanya menang 2-0? Bukankah hampir setiap saat tim asuhan Pep Guardiola tersebut mengancam gawang Freiburg yang dikawal Roman Burki?

Berdasarkan data Whoscored, Bayern tercatat melepaskan 31 tendangan dengan 13 yang mengarah langsung ke gawang. Jumlah ini merupakan dua kali lipat dari rataan tendangan yang diterima Freiburg.

Bayern mendapatkan penguasaan bola hingga 82 persen. Sementara itu, praktis gawang Bayern yang dikawal Manuel Neuer tidak mendapatkan ancaman berarti dari Freiburg. Tim yang menghuni peringkat 17 klasemen Bundesliga tersebut hanya melepaskan dua tembakan. Satu meleceng, dan satu diblok oleh bek Bayern.

Gol sendiri baru tercipta pada lima menit jelang babak pertama berakhir dan lima menit saat babak kedua baru dimulai. Gol pertama dicetak Arjen Robben, yang menandai gol ke-100-nya selama karir profesional. Sementara itu, gol kedua dicetak Thomas Mueller.

Sebelumnya sempat terjadi insiden di mana wajah Mueller terkena sepatu tim lawan. Namun, ia tak begitu mempermasalahkan insiden tersebut. Menurutnya, sepakbola adalah permainan keras. Ada sejumlah faktor yang membutuhkan ketahanan fisik lebih dari biasanya.

“Bermain untuk Bayern itu, tidak seperti menari balet,” kata Mueller seperti dikuti Goal, “Tanpa mengurangi rasa hormat kepada balet tentunya. Aku mengatakan, tak mengapa mendapat mata lebam demi mencetak gol untuk Bayern.”

Dari insiden di atas terlihat bagaimana begitu ngototnya para pemain Bayern, Mueller khususnya, yang ingin mencetak gol. Padahal, Robben sudah mencetak gol bagi Bayern. Dengan kondisi yang terus-terusan ditekan, mustahil rasanya bagi Freiburg untuk membalas. Jangankan mencetak gol, membalas serangan saja terasa cukup menyulitkan.

Dua gol Bayern masih dirasa belum cukup bagi sejumlah pihak. Ada ketidakpuasan atas pertandingan tersebut.

Memangnya, apa masalahnya kalau kami, Bayern, cuma mencetak dua gol?

Ya, di situlah masalahnya. Ada tekanan yang teramat hebat di pundak Guardiola, pemain Bayern, dan tentu saja fans Bayern. Sejumlah pihak di luar klub menganggap Bayern adalah turunan dewa yang bisa melibas musuh dengan sekali sikat. Nyatanya, tidak semudah itu.

Musim ini, Pep begitu ambisius untuk mengembangkan strategi tiga bek. Sayangnya, sejumlah pemain yang diplot menjadi tumpuan dalam formasi tersebut malah cedera: Javi Martinez, Thiago Alcantara, Bastian Schwensteiger.

Hasilnya, Pep mesti memutar otak, salah satunya dengan kembali menerapkan formasi empat bek, serta mendatangkan Mehdi Benatia, dan Xabi Alonso. Pep beruntung karena kedua pemain tersebut cepat beradaptasi. Terutama Alonso yang terlihat begitu menyatu dan mengerti dengan instruksi yang diberikan padanya.

Fans Bayern tentu tak akan ragu untuk menyebut betapa buruknya permainan Bayern di Piala Super Jerman kala dikalahkan Borussia Dortmund. Fans Bayern juga pasti merasa gelisah setelah hanya menang tipis 2-1 kala bersua Wolfsburg.

Namun, di situlah seninya. Kebesaran nama Bayern serta filosofi permainan yang dibawa Pep, perlahan mengembalikan Bayern ke dalam situasi yang sudah seharusnya: berada di peringkat teratas klasemen. Meski memang masih ada celah di sana-sini, tapi Bayern di bulan Desember adalah Bayern yang berbeda dengan yang tampil pada Agustus. Peningkatan performa penampilan Bayern-lah yang membuat Arsene Wenger enggan bertemu dengan mereka di babak 16 besar Liga Champions.

Benar, itulah masalahnya.

Ya, setelah pertandingan menghadapi Freiburg, Pep sempat memuji sang kiper, Roman Burki. Penampilan impresifnya lah yang membuat Bayern tak bisa mencetak gol lebih banyak.

Dari sini, jika dipahami lebih lanjut, apa sebenarnya maksud Pep memuji Roman? Buat apa? Apakah dengan cara seperti itu, ke depannya lini serang Bayern bisa lebih tajam lagi dalam memanfaatkan peluang? Rasa-rasanya tidak.

Pep terlihat ingin menegaskan bahwa timnya adalah tim kuat dan sebaliknya bagi Freiburg. Kalimat seperti, “Kami memiliki 13 peluang bersih dan kiper mereka melakukan penyelamatan yang bagus” adalah contohnya. 13 peluang bersih bisa dianggap 90 persen gol. Artinya, Bayern mestinya bisa mengakhiri pertandingan dengan jumlah yang sama pula. Namun, kenyataannya mereka hanya bisa mencetak dua gol.

Maka, menjadi sulit untuk menjadi Bayern Munich dan elemen di dalamnya. Meski menang dua gol, mungkin di kantor, atau di sekolah, fans Bayern masih tetap mendapat ejekan yang diiringi dengan tawa mengesalkan: “Lawan Freiburg cuma menang dua gol? Hahaha”.

Dengan segala prestasi dan sejarah yang telah mereka raih, sampai kapanpun akan teramat sulit menjadi tim besar. Karena kata orang-orang mempertahankan jauh lebih sulit daripada mendapatkan. Dan saat klub tak lagi bisa mempertahankan, mereka hanya akan bicara soal sejarah yang membosankan dan menyedihkan.

Sumber gambar: bigsoccer.com

Komentar