Stade Malherbe Caen Calvados mengakhiri putaran pertama Ligue 1 di posisi terbawah. Dengan tiga kemenangan dan enam hasil imbang sepanjang putaran pertama, Caen hanya mampu menempatkan diri di peringkat paling rendah, tiga angka dari kesebelasan terdekat.
Namun kini mereka telah berubah. Caen ada di puncak klasemen âClausuraâ Ligue 1. Ya, sejak putaran kedua dimulai pada pekan pertama Januari 2015, mereka bermain sangat baik. Dari delapan laga putaran kedua, kesebelasan yang berdiri pada 17 November 1913 ini berhasil meraih enam kemenangan, satu seri dan hanya satu kali kalah.
Alhasil, posisi mereka pun merengsek naik. Dari yang tadinya berada di posisi buncit di akhir putaran pertama, kini mereka sudah berada di peringkat 12 dari total 20 peserta Ligue 1.
Dari sebuah kesebelasan yang hanya mampu mengumpulkan lima belas angka dari sembilan belas pertandingan, Caen berubah menjadi kesebelasan peraih sembilan belas angka dari delapan laga. Jika Ligue 1 menganut sistem Apertura dan Clausura seperti di Argentina, Caen pasti sudah berada di puncak klasemen sementara, tiga angka dari pesaing terdekat mereka.
Sayangnya Ligue 1 tidak menganut sistem yang sama, dan Caen karenanya âhanyaâ berada di peringkat 12. Bagaimanapun, Caen sudah pantas dianggap luar biasa. Tidak ada pergantian manajer di tubuh Caen. Tidak pula Patrice Garande, manajer Caen, melakukan pergantian strategi.
Caen di putaran kedua adalah Caen yang sama dengan Caen di putaran pertama. Susunan pemain mereka pun tetap sama, kecuali Nicolas Benezet dan Emiliano Sala, dua pemain pinjaman yang belum mampu menembus tim utama. Caen, boleh dibilang, meroket karena mereka memiliki momentum dan mampu memanfaatkan dan mempertahankannya.
Caen memulai putaran kedua dengan kekalahan tandang di Stade Pierre-Mauroy, 0-1 melawan Lille Olympique Sporting Club. Titik balik datang sepekan berselang. Caen meraih kemenangan meyakinkan besar saat menjamu Stade de Reims. Lucunya, empat gol Caen di pertandingan tersebut berbau kebetulan.
Dua gol pertama Caen tercipta dari gol bunuh diri pemain Reims. Dua gol lainnya melibatkan tangan pemain lawan; gol ketiga adalah gol yang lahir dari kemelut yang memaksa pemain Reims menyapu bola keluar garis gawang dengan tangan sedangkan gol keempat adalah tendangan penalti yang tercipta dari sentuhan antara bola dengan tangan. Â Keempat gol Caen pantas disebut tidak meyakinkan. Bagaimanapun, gol tetap gol. Kemenangan tetap kemenangan.
Momentum yang diraih dari kemenangan atas Reims benar-benar telah memantik serangkaian hasil positif. Selain di pertandingan melawan Reims, Caen mencatatkan dua kemenangan lain dengan skor yang sama: saat bertandang ke Stade Rennais sepekan setelah laga melawan Reims dan ketika menjamu Racing Club de Lens di pekan ke-26.
Satu hal lain yang patut disoroti dari Caen di putaran kedua adalah kemampuan untuk keluar dari tekanan. Mereka gentar terhadap nama besar, dan mereka mampu menemukan cara untuk memutar balik keadaan dalam pertandingan melawan kesebelasan-kesebelasan tangguh.
Saat menjamu AS Saint-Ãtienne di pekan ke-23, Caen meraih tiga berkat gol tunggal Julien Féret. Kala bermain di kandang Paris Saint-Germain dan Olympique de Marseille, Caen dua kali tertinggal dua gol namun dua kali pula berhasil mencuri angka. Melawan PSG, Caen mencetak dua gol pada menit ke-89 dan 92 untuk memaksa hasil imbang. Di laga melawan Marseille malah lebih heroik lagi; tertinggal dua gol hingga menit ke-63, Caen mencetak tiga gol balasa di waktu yang tersisa.
Tampil buruk di putaran pertama, Caen mampu mengubah nasib di putaran kedua. Boleh jadi, setiap kali pertanyaan âmampukah kalian menang?â diajukan kepada para pemain Caen sebelum pertandingan, mereka dengan kompak menjawab: YES WE CA(E)N!
Komentar